TIMES MALANG, MALANG – Keresahan yang mencuat dalam bentuk tagar #KaburAjaDulu belakangan ini menggambarkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak efektif dan jauh dari harapan. Namun, tanggapan yang muncul dari pejabat negara, terutama pernyataan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) yang menyarankan untuk "kabur sajalah, kalau perlu jangan balik lagi".
Justru pernyataan demikian dapat memperburuk situasi dan semakin menunjukkan ketidakpedulian terhadap masalah yang tengah berkembang. Sebagai pejabat publik, tanggapan seperti ini tidak hanya meremehkan masalah yang ada, tetapi juga menurunkan kredibilitas pemerintahan dalam menghadapi tantangan sosial.
Dalam konteks teori komunikasi politik, respons yang diberikan oleh pejabat negara ini tidak sesuai dengan norma komunikasi yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin publik. Pejabat negara memiliki kewajiban untuk merespons isu-isu sosial dengan cara yang rasional dan konstruktif, serta menggali akar masalah secara lebih dalam.
Alih-alih memberikan solusi atau setidaknya membuka ruang dialog yang membangun, komentar ini malah mengarah pada pengalihan isu. Ia tidak memberikan ruang bagi masyarakat untuk berinteraksi atau berdiskusi mengenai solusi kebijakan yang lebih baik.
Sebaliknya, komentar semacam ini berisiko memperburuk polarisasi sosial dan menambah ketegangan antara pemerintah dan masyarakat.
Salah satu poin penting dalam komunikasi publik adalah menciptakan hubungan yang saling menghormati antara pemerintah dan rakyat. Komunikasi yang efektif dan empatik adalah kunci untuk menciptakan kepercayaan dan legitimasi.
Sebagai pejabat publik, respons yang tepat seharusnya tidak hanya meredakan ketegangan tetapi juga memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang tindakan yang sedang diambil oleh pemerintah.
Ketika pejabat negara memilih untuk menggunakan bahasa yang merendahkan, seperti yang terjadi dalam kasus ini, mereka bukan hanya gagal memenuhi tanggung jawab mereka sebagai komunikator, tetapi juga melemahkan posisi mereka sebagai pemimpin yang harus menunjukkan kedewasaan dalam menyelesaikan masalah.
Dari perspektif ilmu administrasi publik, pemimpin negara diharapkan untuk memiliki pemahaman yang luas tentang dinamika sosial yang ada. Ketika tagar #KaburAjaDulu berkembang, itu merupakan bentuk ekspresi ketidakpuasan terhadap kebijakan yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Alih-alih merespons dengan humor yang tidak membangun, seharusnya pemerintah lebih fokus pada evaluasi kebijakan dan mencari jalan keluar yang rasional. Mengabaikan keluhan masyarakat dengan cara meremehkan dan berfokus pada tanggapan yang tidak substansial hanya akan mengikis kepercayaan publik terhadap otoritas negara.
Terlebih lagi, dalam konteks teori politik demokratis, respons semacam ini jelas bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi yang menekankan pentingnya penghargaan terhadap kebebasan berpendapat dan partisipasi publik.
Pejabat negara seharusnya lebih mendengarkan suara rakyat, bukan mengabaikan mereka atau merespons dengan pernyataan yang justru menambah kesalahpahaman. Tanggapan yang tidak sopan dan tidak relevan ini semakin memperlihatkan ketidakmampuan pemerintah dalam menjalankan fungsi representasi dan pelayanan publik yang baik.
Komentar yang tidak pantas dari pejabat negara bukan hanya menunjukkan sikap tidak profesional, tetapi juga mengabaikan esensi dari komunikasi politik yang sehat. Pemerintah harus fokus pada menyelesaikan masalah yang ada, bukan terjebak dalam respons yang memperburuk keadaan.
Sebagai pemimpin, mereka seharusnya menunjukkan ketegasan dalam memberikan solusi yang lebih baik dan merespons keresahan publik dengan penuh empati, bukannya dengan kata-kata yang mengesampingkan substansi masalah yang tengah berkembang.
***
*) Oleh : Ahmad Fauzi, Youtuber Roominesia.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |