https://malang.times.co.id/
Opini

Khofifah: Simfoni Kepemimpinan Sosial dari Jawa Timur untuk Dunia

Jumat, 16 Mei 2025 - 10:51
Khofifah: Simfoni Kepemimpinan Sosial dari Jawa Timur untuk Dunia Dr. H. Romadlon, MM., Pemerhati dan Pemberdaya SDM Nusantara

TIMES MALANG, SURABAYA – Ketika seorang perempuan berjalan jauh melebihi tugas administratifnya—mendobrak batas, menyentuh nurani, dan mengubah wajah pelayanan sosial—di situlah nama Khofifah Indar Parawansa berdiri anggun. Ia tak hanya memimpin; ia menyalakan harapan.

Sebuah kabar membanggakan kembali datang dari kancah kepemimpinan nasional dan menggema hingga kancah internasional. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, baru saja meraih penghargaan.

"Outstanding Contribution to Social Development" dalam ajang bergengsi Leading Women Awards 2025 yang diselenggarakan oleh CNN Indonesia. Bukan sekadar seremoni, penghargaan ini merupakan bentuk pengakuan mendalam atas kontribusi luar biasa Khofifah dalam merancang dan mengimplementasikan sistem perlindungan sosial modern yang inklusif dan menyentuh jantung persoalan sosial di Indonesia. Ia tidak hanya membangun sistem, tapi membangkitkan harapan.

Perempuan yang pernah menjadi Menteri Sosial Republik Indonesia dan kini memimpin Provinsi Jawa Timur selama dua periode ini memang dikenal dengan keteguhan langkah dan kejernihan visinya. Di tengah tantangan multidimensi yang dihadapi masyarakat pasca pandemi, Khofifah merespons bukan dengan retorika, tapi dengan gerak nyata.

Dari program perlindungan sosial berbasis data terpadu, pemberdayaan perempuan melalui UMKM desa, hingga beasiswa pendidikan diniyah yang menyentuh anak-anak di pelosok. Bagi Khofifah, kesejahteraan bukan sekadar angka statistik, tapi hak asasi yang harus diperjuangkan setiap hari.

Riwayat perjuangan Khofifah tidak dimulai dari kursi kekuasaan, melainkan dari lorong-lorong sunyi pedesaan Wonocolo Surabaya, pesantren, ruang-ruang dialog di organisasi perempuan IPPNU, PMII dan Muslimat NU, serta suara-suara minoritas yang kerap tak terdengar di pusat-pusat kebijakan. 

Di sanalah ia menempa kepekaan sosial dan keberanian untuk melawan ketimpangan struktural. Ketika akhirnya ia masuk parlemen dan kabinet, misi itu dibawanya dengan tenang namun teguh—mengubah empati menjadi sistem, dan idealisme menjadi aksi konkret. Kepemimpinannya tak hanya administratif, tapi juga inspiratif: menghadirkan sentuhan perempuan dalam pengambilan keputusan publik.

Salah satu tonggak penting dari kerja-kerja sosialnya adalah penerbitan buku “Sistem Perlindungan Sosial Modern di Indonesia” (Airlangga University Press, 2023), yang tak hanya menjadi rujukan akademik tetapi juga cetak biru bagi banyak kebijakan sosial yang kini dijalankan di berbagai daerah. 

Buku ini tidak berhenti pada teori, namun merekam transformasi kebijakan berbasis data, pendekatan kolaboratif lintas sektor, dan inovasi berbasis teknologi. Dalam banyak forum internasional, seperti Women Deliver dan United Nations Social Forum, Khofifah telah menyampaikan praktik terbaik ini—menjadikannya bukan hanya milik Jawa Timur, tapi juga kontribusi Indonesia untuk dunia.

Maka, ketika CNN Indonesia memberikan penghargaan bergengsi ini, dunia seolah sedang menyapa kembali semangat pengabdian yang tak pernah padam. Sosok Khofifah bukan hanya pemimpin, tetapi juga narasi hidup tentang bagaimana kebijakan bisa menjadi ruang belas kasih, tentang bagaimana perempuan bisa berdiri memimpin tanpa kehilangan kelembutan nurani. 

Ia membuktikan bahwa kekuatan sejati seorang pemimpin bukan hanya dalam jumlah program, tetapi dalam seberapa dalam program itu menyentuh kehidupan rakyat. Dan di situlah Khofifah selalu hadir—bukan di podium kemewahan, tetapi di hati masyarakat yang setiap hari diperjuangkannya.

Sistem Perlindungan Sosial Modern: Gagasan Besar, Jejak Nyata

Di balik penghargaan prestisius "Outstanding Contribution to Social Development" yang diterima Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, tersimpan sebuah fondasi intelektual dan praksis kebijakan yang sangat kuat: Sistem Perlindungan Sosial Modern di Indonesia. 

Gagasan besar ini bukan sekadar cetusan naratif, melainkan telah dituangkan dengan penuh kedalaman dalam sebuah buku yang ia tulis sendiri dan diterbitkan oleh Airlangga University Press pada 2023. Buku tersebut telah menjadi rujukan penting bagi banyak kalangan—akademisi, birokrat, hingga pegiat kebijakan sosial—yang tengah mencari format ideal perlindungan sosial di era disrupsi dan krisis multidimensi.

Khofifah dalam buku ini tidak sekadar menarasikan problem, tapi menawarkan arsitektur solusi. Ia merancang sistem perlindungan sosial yang tidak hanya berfungsi sebagai pereda luka sosial (kuratif), tetapi juga memiliki daya dorong untuk mentransformasi kehidupan masyarakat secara berkelanjutan (transformatif). 

Ini adalah sistem yang berpijak pada data yang valid, berpihak pada kelompok rentan, dan mengarah ke masa depan inklusif. Di tengah derasnya arus ketimpangan dan ancaman terhadap kohesi sosial, Khofifah menghadirkan sebuah sistem yang menjembatani empati dan efisiensi, kelembutan hati dan ketegasan kebijakan.

Dan yang paling penting: gagasan ini bukan sekadar wacana. Ia telah menjelma dalam bentuk program-program nyata di Jawa Timur. Sebut saja Jatim Puspa (Pemberdayaan Usaha Perempuan), Bansos Produktif, Beasiswa Santri dan Diniyah, serta Jatim Cettar yang melayani masyarakat dengan sistem layanan cepat, efektif, dan transparan. 

Program-program ini menjawab persoalan kronis masyarakat seperti kemiskinan struktural, ketimpangan pendidikan, hingga keterbatasan akses ekonomi dengan pendekatan yang inovatif dan terukur. Bukan hanya mengentaskan, tapi juga memberdayakan.

Dengan sistem ini, mereka yang selama ini terpinggirkan—kaum miskin, perempuan kepala keluarga, santri dari pelosok, anak-anak dari keluarga tidak mampu—tidak lagi sekadar menjadi objek kebijakan. Mereka diberi ruang untuk berpartisipasi, diberi suara untuk didengar, bahkan diberi peluang untuk menentukan masa depannya sendiri. Di tangan Khofifah, perlindungan sosial bukan hanya jaring pengaman, tetapi juga tangga mobilitas sosial.

Tak heran jika kiprah dan pemikiran Khofifah dalam membangun Sistem Perlindungan Sosial Modern dianggap sebagai praktik terbaik di tingkat nasional. Bahkan, dalam sejumlah forum internasional, model ini mulai menarik perhatian sebagai localized solution with global relevance—solusi lokal yang memiliki nilai global. 

Karena pada akhirnya, kepemimpinan yang kuat adalah mereka yang mampu menerjemahkan empati menjadi kebijakan, dan idealisme menjadi sistem yang bekerja. Di situlah Khofifah menorehkan jejaknya: kuat dalam gagasan, konkret dalam tindakan, dan berdampak bagi kehidupan jutaan manusia.

Pemberdayaan Perempuan: Membangun dari Akar Rumput

Ketika banyak pemimpin merumuskan kebijakan dari balik meja, Khofifah Indar Parawansa memilih berjalan langsung ke akar rumput. Di sanalah ia menabur benih perubahan—dari rumah-rumah sederhana, majelis-majelis taklim, posyandu desa, hingga sentra-sentra UMKM milik ibu-ibu tangguh. Pemberdayaan perempuan bagi Khofifah bukan sekadar jargon atau program satu musim. Ia adalah panggilan hati, ikhtiar berkelanjutan, dan perjuangan lintas generasi.

Melalui jaringan Muslimat Nahdlatul Ulama—organisasi perempuan terbesar di Indonesia yang ia pimpin lebih dari dua dekade—Khofifah membangun ekosistem pemberdayaan berbasis komunitas. Di bawah kepemimpinannya, jutaan perempuan dari berbagai pelosok negeri tak hanya diajak mendengar, tetapi juga dilibatkan, dipandu, dan disiapkan untuk menjadi motor perubahan. Mereka didorong untuk melek literasi, mandiri secara ekonomi, dan menjadi pilar dalam membangun ketahanan sosial keluarga dan masyarakat.

Program-program seperti pelatihan kewirausahaan, koperasi perempuan, klinik kesehatan keluarga, hingga taman pendidikan anak usia dini menjadi bukti nyata bagaimana pemberdayaan perempuan dibangun dari bawah, bukan dipaksakan dari atas. 

Di berbagai desa, warung kecil milik ibu-ibu Muslimat kini menjadi roda ekonomi lokal. Di banyak kota, kader-kader perempuan Muslimat NU menjadi penjaga moral dan sosial komunitas. Semua ini tumbuh dari semangat gotong royong yang Khofifah rawat sejak awal.

Dalam dunia yang kerap menutup telinga pada suara perempuan, Khofifah menjadikannya gema yang menggugah perubahan. Ia membuka ruang agar perempuan bukan sekadar objek belas kasih, tetapi subjek dalam pengambilan keputusan. 

Ia hadir bukan untuk mengalahkan patriarki dengan amarah, tetapi untuk menyeimbangkan dunia dengan keberanian dan kasih sayang. Gaya kepemimpinannya adalah kombinasi langka antara ketegasan dan kelembutan, rasionalitas dan spiritualitas.

Maka, ketika dunia mencari teladan pemberdayaan perempuan yang otentik, membumi, dan berkelanjutan, nama Khofifah Indar Parawansa layak disebut dalam barisan terdepan. Ia tidak hanya merancang strategi pemberdayaan dari balik podium, tetapi hidup di dalamnya. 

Ia menjadikan pemberdayaan perempuan bukan hanya program pemerintah, tapi gerakan sosial yang melekat dalam denyut kehidupan masyarakat. Dari akar rumput, ia membangun harapan. Dari perempuan, ia membangun bangsa.

Dari Jawa Timur untuk Dunia: Jejak Kepemimpinan Global Khofifah

Nama Khofifah Indar Parawansa tak lagi hanya bergema di lorong-lorong pemerintahan atau komunitas lokal di Jawa Timur. Kini, gaungnya menjangkau panggung dunia. Di tengah arus globalisasi yang serba cepat, Khofifah tampil sebagai salah satu figur perempuan Muslim yang mampu menyeimbangkan nilai-nilai tradisi dan modernitas, spiritualitas dan kemajuan. Kiprahnya melintasi batas geografis, menjangkau diplomasi kultural dan sosial, menyuarakan Islam Indonesia yang ramah, inklusif, dan memberdayakan.

Salah satu pengakuan internasional yang membuktikan kredibilitas dan pengaruhnya adalah ketika ia dinobatkan sebagai salah satu dari 100 Muslimah paling berpengaruh di dunia oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre, sebuah lembaga prestisius berbasis di Yordania. 

Di daftar itu, Khofifah bukan sekadar nama—ia adalah simbol dari bagaimana nilai-nilai Islam yang membebaskan, bukan mengekang, dapat hidup berdampingan dengan kepemimpinan perempuan yang progresif dan berdampak.

Dalam berbagai forum global, baik di bidang keagamaan, pendidikan, maupun pembangunan sosial, Khofifah selalu hadir dengan pendekatan yang khas: membumi namun bernas, sederhana tapi bernilai strategis. 

Ia tidak tampil sebagai politisi yang ingin menaklukkan wacana, melainkan sebagai pengabdi sosial yang membawa kisah nyata dari masyarakat pinggiran, pesantren-pesantren desa, hingga perkampungan nelayan dan petani. Ia menyuarakan suara-suara yang sering luput dari perhatian dunia—dan itu yang membuatnya otentik serta dihargai.

Penghargaan Leading Women Awards 2025 dari CNN Indonesia menjadi penanda terbaru dari rangkaian panjang apresiasi terhadap kontribusi Khofifah.

Namun, yang membuat pencapaian ini istimewa bukanlah gemerlap seremoni atau banyaknya kamera yang menyorot. Yang istimewa adalah bahwa Khofifah tak pernah mengejar panggung—panggung itulah yang datang menghampiri, tertarik oleh ketulusan dan rekam jejak pengabdian yang tak mengenal lelah. Di balik senyumnya yang teduh, tersembunyi kerja keras bertahun-tahun yang berakar dari cinta pada umat dan bangsa.

Dari Jawa Timur, Khofifah mengirim pesan ke dunia: bahwa kepemimpinan perempuan Muslim tak hanya mungkin, tapi perlu. Bahwa perubahan sosial bisa dimulai dari ruang dapur dan majelis taklim, tapi bisa menggemakan nilai di aula-aula diplomasi internasional.

Dan bahwa seorang perempuan yang setia pada nilai, tekun dalam pengabdian, dan rendah hati dalam pencapaian—bisa menjadi obor harapan di tengah dunia yang tengah mencari arah.

Khofifah: Ketika Kepemimpinan Menjadi Pengabdian, dan Perempuan Menjadi Poros Perubahan

Di tengah dunia yang sering memaknai kepemimpinan hanya sebatas kekuasaan dan sorotan media, Khofifah Indar Parawansa menghadirkan tafsir yang berbeda: bahwa kepemimpinan adalah bentuk ketaatan pada amanah, bukan alat pencitraan. 

Bahwa seorang pemimpin sejati tidak hanya menandatangani kebijakan dari balik meja, tapi turun ke akar masalah, menyentuh luka masyarakat, dan menyalakan harapan di ruang-ruang paling sunyi.

Apa yang dijalankan Khofifah bukan sekadar proyek atau program, tapi perjuangan hidup yang terus bernapas. Dari reformasi sistem perlindungan sosial hingga pemberdayaan perempuan di komunitas akar rumput, ia menunjukkan bahwa pelayanan publik bukan rutinitas administratif, melainkan bentuk cinta yang terorganisir. Ia bukan hanya membangun struktur, tapi juga merawat jiwa di dalamnya.

Di tengah konstelasi dunia yang masih kerap ragu memberi ruang sejati bagi kepemimpinan perempuan, Khofifah menjawabnya tanpa banyak bicara. Ia hadir, bekerja, dan membuktikan. Bahwa perempuan Indonesia bukan hanya pelengkap narasi pembangunan, tapi bisa menjadi aktor utama transformasi global, tanpa kehilangan jati diri dan akar budayanya.

Dalam dirinya, terjalin utuh antara peran ibu, pemimpin, pengabdi, dan pemikir—sebuah kombinasi langka yang membangun kepercayaan publik dengan cara yang organik.

Melalui penghargaan Leading Women Awards 2025 dan berbagai pengakuan nasional maupun internasional, dunia kini belajar bahwa ada pemimpin perempuan dari Jawa Timur yang tidak hanya piawai menyusun gagasan, tetapi juga menghidupkan gagasan itu menjadi realitas yang berpihak pada rakyat kecil. Ia bukan hanya menyuarakan kemajuan, tapi menjadi wajah dari kemajuan itu sendiri.

Dan ketika sejarah nanti menulis ulang bab tentang kepemimpinan perempuan di Indonesia, nama Khofifah akan hadir bukan sebagai catatan kaki, melainkan sebagai poros penting dalam gerakan perubahan sosial abad ini. Seorang perempuan yang telah membuktikan bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada seberapa keras ia bersuara, tetapi pada seberapa dalam ia berbuat.

Gema dari Timur: Saat Praktik Baik Menjadi Agenda Nasional dan Suara Perempuan Menjadi Arah Dunia

Penghargaan Leading Women Awards 2025 yang diraih Khofifah Indar Parawansa bukan sekadar seremoni simbolik—ia adalah cermin dari arah baru kepemimpinan sosial Indonesia. Momentum ini seharusnya tidak berhenti di atas panggung dan liputan media, tetapi menjadi titik tolak untuk memperluas cakupan perlindungan sosial yang inklusif, berkelanjutan, dan berkeadilan di seluruh penjuru negeri. Apa yang berhasil dilakukan di Jawa Timur harus menjadi template nasional, bahkan inspirasi regional di Asia Tenggara.

Pemerintah pusat dan daerah tak lagi bisa berjalan dengan pola birokrasi yang kaku dan berjarak dari realitas rakyat. Mereka perlu belajar dari model Jawa Timur di bawah Khofifah: kepemimpinan yang berpijak pada nilai, digerakkan oleh data, dan diarahkan oleh empati. Bukan hanya tentang memberikan bantuan, tapi membangun martabat. Bukan hanya soal angka kemiskinan, tapi wajah manusia di balik statistik.

Replikasi praktik-praktik unggul seperti Jatim Puspa, Bansos Produktif, Beasiswa Santri-Diniyah, hingga ekonomi komunitas berbasis perempuan, bukan hanya mendesak, tetapi strategis—terutama di era pasca-pandemi yang menuntut reformasi menyeluruh dalam sistem perlindungan sosial. Kita butuh lebih banyak pemimpin yang menata program dengan hati nurani, bukan hanya logika anggaran.

Dunia internasional pun sepatutnya membuka lebih banyak ruang bagi pemimpin perempuan dari Asia Tenggara seperti Khofifah, yang membawa perspektif unik dari tradisi, spiritualitas, dan pengalaman akar rumput. 

Di tengah arus globalisasi yang kadang mengikis nilai, suara perempuan seperti Khofifah justru menjadi penjaga nurani kemanusiaan global—mengingatkan bahwa pembangunan tak boleh tercerabut dari martabat manusia dan budaya lokal.

Dari lorong-lorong pesantren di Surabaya hingga forum-forum pembangunan di Swiss, dari podium nasional hingga diskusi di markas PBB, suara Khofifah bukan sekadar narasi personal, melainkan gema peradaban yang lahir dari pengalaman, keimanan, dan dedikasi yang tak tergoyahkan. Inilah saatnya Indonesia memperbesar gema itu—bukan hanya untuk didengar, tapi untuk diikuti. (*)

***

*) Oleh : Dr. H. Romadlon, MM., Pemerhati dan Pemberdaya SDM Nusantara.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.