TIMES MALANG, MALANG – Masalah parkir liar di Kota Malang kian mengkhawatirkan. Maraknya praktik parkir ilegal di berbagai sudut kota dinilai tidak hanya merusak tata kelola transportasi, tetapi juga berdampak pada keamanan pengguna jalan, kemacetan lalu lintas, dan hilangnya potensi pendapatan daerah.
Guru besar bidang politik dan kebijakan publik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM Malang), Prof. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si., menyoroti fenomena ini sebagai dampak dari lemahnya sistem perparkiran yang ada.
Dalam keterangannya, Prof. Tri menyebutkan bahwa salah satu penyebab suburnya parkir liar adalah tidak optimalnya regulasi dan pengawasan dari otoritas yang berwenang, termasuk ketidakjelasan otoritas dalam pengelolaan lahan parkir. Ia juga menyinggung pemberian izin lapak parkir oleh Dinas Perhubungan (Dishub) kepada warga yang justru banyak disalahgunakan.
“Peluang yang dibuka ini justru memunculkan banyak PR baru bagi pemerintah. Ini juga menjadi salah satu faktor penyebab banyaknya parkir liar, akamsi-akamsi, dan oknum ‘Pak Ogah’ di beberapa daerah di Kota Malang,” jelas Prof. Tri, Kamis (15/5/2025).
Dia mengungkapkan bahwa praktik parkir liar ini dilakukan secara masif dan sistematis oleh oknum juru parkir yang tersebar dalam skema zonasi yang tidak resmi, bahkan dikendalikan oleh kekuatan tersembunyi atau shadow power. Kondisi ini diperparah dengan sikap permisif masyarakat yang kerap menganggap parkir liar sebagai bentuk ‘sedekah’.
Akibatnya, parkir ilegal di trotoar, jalur sepeda, hingga bahu jalan kian sulit dibendung, menyebabkan kemacetan serta berkurangnya ruang publik. Hal ini juga berdampak negatif terhadap pemasukan daerah dari sektor retribusi parkir yang seharusnya dapat dimaksimalkan.
Menurut Prof. Tri, diperlukan langkah strategis dan terintegrasi untuk menekan fenomena ini. Ia mendorong agar pemerintah segera memperkuat kebijakan pengendalian pertumbuhan kendaraan serta melakukan pengawasan intensif terhadap pelaksanaan aturan parkir. Selain itu, keterlibatan aktif masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan juga menjadi kunci.
“Sudah saatnya pemerintah merealisasikan perencanaan pertumbuhan kendaraan secara maksimal secara berkala. Dalam praktiknya, dibutuhkan pengawasan dan penegakan hukum yang melibatkan masyarakat,” tegasnya.
Dia juga menyarankan agar transportasi publik seperti angkutan kota (angkot) diintegrasikan dengan fasilitas umum lain secara berkelanjutan. Salah satu solusi konkret yang dapat diterapkan adalah digitalisasi sistem parkir dengan menggunakan teknologi e-Parkir.
Tak kalah penting, imbuhnya, adalah edukasi publik tentang pentingnya tertib berlalu lintas dan kesadaran kolektif dalam menjaga ketertiban ruang kota.
“Saya yakin, jika setiap orang mengamalkan solusi dan jalan keluar tersebut, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat, jejak parkir liar akan berkurang dan menghilang bersamaan dengan lahirnya kota yang ramah dan nyaman,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |