TIMES MALANG, JAKARTA – Indonesia menghadapi masalah serius: gunungan sampah makanan yang tak hanya mencemari lingkungan, tapi juga menggerogoti dompet negara. Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengungkapkan, kerugian ekonomi akibat pemborosan pangan ini mencapai fantastis, sekitar Rp551 triliun per tahun!
Menurut Direktur Kewaspadaan Pangan Bapanas, Nita Yulianis, isu sisa makanan atau kelebihan produksi pangan kini menjadi perhatian utama berbagai sektor, termasuk pariwisata.
"Dampak ekonomi dari limbah pangan yang begitu besar ini diperkirakan setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia," jelas Nita saat menjadi narasumber pada Forum Jejaring Industri Pariwisata Berkelanjutan sebagaimana keterangan di Jakarta, Jumat (16/5/2025).
Karena itu, Bapanas mengajak seluruh pihak, terutama pelaku industri pariwisata, untuk aktif mengurangi sisa makanan demi mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan.
Nita menambahkan, data mencengangkan menunjukkan bahwa Indonesia membuang 23 hingga 48 juta ton makanan setiap tahunnya. Kondisi ini tak hanya merugikan secara finansial, tapi juga menyumbang emisi gas rumah kaca.
Sejak 2022, Bapanas gencar mengampanyekan Gerakan Selamatkan Pangan (GSP). Mereka berkolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat, mulai dari akademisi hingga media, untuk menekan angka sisa makanan secara terukur dan berkelanjutan.
Sebagai langkah konkret, Bapanas telah menggandeng enam asosiasi di sektor ritel, perhotelan, restoran, pusat perbelanjaan, industri pangan, dan katering, serta tiga organisasi penyelamat pangan (Foodbank of Indonesia, FoodCycle Indonesia, dan Yayasan Surplus Peduli Pangan) sejak Desember 2022.
Inisiatif ini sejalan dengan arahan Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, yang menekankan pentingnya komitmen bersama dalam mengatasi masalah susut dan sisa pangan. Upaya penyelamatan pangan diprioritaskan melalui pencegahan, diikuti dengan redistribusi makanan berlebih yang masih layak konsumsi kepada bank pangan, demi memastikan makanan tersebut sampai kepada yang membutuhkan dengan standar keamanan pangan yang terjamin.
Senada dengan hal tersebut, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata, Rizki Handayani Mustafa, mendorong manajemen sektor pariwisata untuk menciptakan efisiensi dan menekan pemborosan pangan.
"Bagaimana kita mengurangi limbah makanan, baik yang sudah jadi di hotel atau restoran, maupun mengefisienkan pengelolaan bahan baku sebelum dimasak," tegas Rizki. (*)
Pewarta | : Hendarmono Al Sidarto |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |