https://malang.times.co.id/
Opini

Haji dan Kritik Korban Jamaah Salah Kelola

Senin, 16 Juni 2025 - 14:51
Haji dan Kritik Korban Jamaah Salah Kelola Muhammad Nafis S.H, M.H., Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Pelaksanaan ibadah Haji tahun 2025 kembali menjadi sorotan tajam, baik dari pemerintah Arab Saudi maupun dari Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI. Ironisnya, kritik-kritik yang muncul tahun ini bukan hal baru, melainkan pengulangan dari tahun-tahun sebelumnya yang belum terselesaikan secara tuntas. 

Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia dan pengirim jemaah haji terbanyak, Indonesia seharusnya menjadi contoh pelaksanaan haji yang baik, bukan justru menjadi langganan kritik karena persoalan teknis dan manajerial yang sama terus terjadi.

Kementerian Haji Arab Saudi bahkan mengeluarkan empat catatan penting kepada Indonesia. Pertama, masalah keterlambatan transportasi yang membuat banyak jemaah terlantar dan tidak bisa segera bergerak menuju Arafah. 

Kedua, minimnya transparansi data kesehatan para jemaah. Ketiga, ketimpangan rasio tenaga medis dibanding jumlah jemaah yang sangat besar.

Terakhir, distribusi konsumsi yang tidak berjalan lancar. Ini bukan kritik sembarangan. Ketika negara penyelenggara ibadah haji langsung menyoroti kekacauan tersebut, maka ini adalah sinyal serius bahwa tata kelola kita masih jauh dari kata profesional.

Dari sisi internal, Timwas Haji DPR RI juga menemukan banyak kejanggalan. Salah satunya adalah keterlambatan keberangkatan jemaah dari Muzdalifah ke Mina yang membuat ribuan jemaah harus berjalan kaki sejauh 6 hingga 7 kilometer di bawah cuaca ekstrem. 

Peristiwa seperti ini tidak hanya merusak kekhusyukan ibadah, tetapi juga membahayakan nyawa, terutama bagi lansia dan jemaah berkebutuhan khusus. Celakanya, ini bukan kejadian baru. Tahun-tahun sebelumnya, kondisi semacam ini sudah sering terjadi dan dijadikan bahan evaluasi, namun tampaknya tak pernah benar-benar ditindaklanjuti secara konkret.

Di sisi pelayanan konsumsi, Timwas juga menyoroti bahwa minimnya sosialisasi kepada jemaah menyebabkan mereka sering kali tidak mendapatkan makanan secara utuh. 

Banyak jemaah yang hanya mendapatkan lauk tanpa nasi, karena tidak tahu mekanisme pembagian yang dibedakan antar pihak penyedia. Persoalan seperti ini semestinya bisa dicegah sejak awal dengan sistem logistik dan komunikasi yang baik, namun nyatanya tetap terjadi.

Sementara itu, ketimpangan jumlah tenaga kesehatan juga menjadi sorotan serius. Rasio tenaga kesehatan yang saat ini hanya 1 banding 400 sangat tidak ideal, apalagi untuk menangani jemaah dalam kondisi darurat. 

Data menunjukkan banyak jemaah lansia yang membutuhkan perhatian khusus, namun tidak mendapatkan penanganan maksimal karena terbatasnya sumber daya manusia. 

Bahkan ada pertanyaan dari pihak Saudi yang sangat menyentil: “Why do you bring people to death here?” Pertanyaan ini sangat menyakitkan, tapi juga sangat jujur, dan seharusnya membangkitkan kesadaran bahwa sistem skrining dan pemilihan jemaah belum dilakukan secara ketat dan bertanggung jawab.

Kritik juga muncul dari proses pemulangan jemaah. Dengan terbatasnya slot penerbangan dari Jeddah, banyak kloter awal yang kepulangannya tertunda, menyebabkan ketidaknyamanan tambahan bagi para jemaah yang sudah lelah dan rindu tanah air. 

Bahkan Timwas menemukan adanya keluarga jemaah yang terpisah antara Madinah dan Mekkah, membuat lansia harus bepergian tanpa pendamping. Ini bukan hanya soal teknis, tetapi menyentuh aspek kemanusiaan yang seharusnya menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan ibadah haji.

Hal yang paling menyedihkan adalah kenyataan bahwa semua permasalahan ini terjadi nyaris setiap tahun. Evaluasi dilakukan, kritik diberikan, namun pelaksanaannya tetap sama. 

Seolah-olah ada budaya salah kelola yang sudah dianggap biasa. Ini menjadi ironi besar, mengingat antusiasme umat Islam Indonesia untuk berhaji sangat tinggi. 

Daftar tunggu yang mencapai puluhan tahun di beberapa daerah menunjukkan betapa rindu masyarakat untuk menunaikan rukun Islam kelima ini. Namun, ketika kesempatan itu datang, yang mereka hadapi justru kelelahan fisik, pelayanan buruk, dan ketidakpastian yang seharusnya tidak terjadi.

Indonesia sebagai negara besar dengan jutaan calon jemaah setiap tahun seharusnya punya daya tawar dan kapasitas manajerial yang kuat. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. 

Bahkan peran negara dalam memastikan keselamatan dan kenyamanan jemaah seolah tumpul di hadapan kesalahan yang sama dari tahun ke tahun. Pertanyaannya kini bukan lagi bagaimana memperbaiki, tapi mengapa terus dibiarkan?

Pemerintah dan lembaga terkait harus sadar bahwa ibadah haji bukan hanya urusan spiritual, tapi juga soal pengelolaan negara yang berkeadaban. Negara tidak boleh abai terhadap hak warga negara dalam menjalankan ibadahnya dengan tenang dan aman. Apalagi dalam konteks global, citra Indonesia dipertaruhkan setiap kali jemaah kita menuai sorotan karena salah kelola.

Sudah saatnya perubahan dilakukan bukan sebatas wacana dan rapat evaluasi tahunan. Harus ada revolusi manajemen haji secara menyeluruh: dari perekrutan petugas, logistik, transportasi, konsumsi, kesehatan, hingga pemulangan. 

Jika tidak, maka kritik akan terus mengalir, jemaah akan terus jadi korban, dan haji akan terus menjadi ritual tahunan yang dibumbui derita sistemik. Sungguh, ini bukan lagi soal ibadah, tapi soal keadilan bagi rakyat yang ingin menunaikan rukun Islam terakhir dengan layak. (*)

***

*) Oleh : Muhammad Nafis, S.H, M.H., Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.