https://malang.times.co.id/
Opini

Membangun Model Teknologi Laut Indonesia

Sabtu, 01 November 2025 - 19:57
Membangun Model Teknologi Laut Indonesia Andriyady, SP., Penulis dan Pengamat Sosial Politik.

TIMES MALANG, MALANG – Di depan cakrawala biru itu, Indonesia seharusnya bercermin. Negeri yang tubuhnya dikelilingi laut, tapi pikirannya masih bertumpu di darat. Di bawah gelombang Nusantara yang tak pernah tidur, tersimpan potensi energi, pangan, dan pengetahuan yang tak terhitung nilainya. 

Namun hingga kini, kita lebih sering menjadi penonton di halaman rumah sendiri. Laut menjadi lanskap romantik dalam puisi, tapi jarang menjadi strategi besar dalam pembangunan bangsa.

Sejarah kita lahir dari laut. Dari pelayaran Sriwijaya hingga armada Majapahit, dari pelabuhan Makassar hingga Malaka, dari nelayan kecil di selatan Jawa hingga saudagar Bugis yang menembus Samudra Hindia semua jejak kita adalah jejak air. 

Maka, mengembangkan teknologi laut sejatinya bukan hanya urusan sains dan industri, melainkan upaya mengembalikan memori bangsa pada hakikat maritimnya.

Indonesia bukan negara kepulauan biasa. Kita adalah archipelagic civilization peradaban kepulauan yang menuntut cara berpikir baru: bahwa laut bukan pemisah, melainkan penghubung. Namun untuk menjadikan laut sebagai masa depan, kita harus berani melangkah lebih jauh dari sekadar jargon “poros maritim dunia”. 

Kita memerlukan model pengembangan teknologi laut yang bukan hanya modern secara teknis, tapi juga berakar pada kearifan lokal, lestari secara ekologis, dan adil secara sosial.

Model itu harus berdiri di atas tiga pilar utama: inovasi berbasis riset, teknologi adaptif, dan ekonomi biru berkeadilan.

Pertama, inovasi berbasis riset. Laut Indonesia adalah laboratorium hidup yang belum sepenuhnya kita pahami. Dari bioteknologi kelautan hingga energi gelombang, dari sistem sensor laut dalam hingga teknologi budidaya laut lepas semuanya menunggu disentuh oleh kecerdasan anak bangsa. Tapi riset laut kita masih dangkal, baik dari sisi pendanaan maupun prioritas. 

Lembaga-lembaga penelitian kerap bekerja terpisah, kampus sibuk dengan administrasi, dan hasil riset berhenti di rak laporan. Dunia maritim butuh keberanian: keberanian untuk menautkan pengetahuan dengan kebijakan, laboratorium dengan kapal nelayan, universitas dengan dermaga rakyat.

Kedua, teknologi adaptif yakni teknologi yang tidak hanya canggih, tapi cocok dengan karakter masyarakat pesisir. Kita tidak butuh kapal supermahal yang akhirnya berkarat di pelabuhan, melainkan teknologi sederhana yang mampu mengubah nasib nelayan. 

Inovasi seperti sistem peringatan dini berbasis AI, drone pengawasan laut, teknologi pengering ikan bertenaga surya, atau kapal otonom kecil untuk riset biota laut bisa menjadi langkah nyata. Teknologi harus menjadi alat pemberdayaan, bukan sekadar simbol modernitas.

Ketiga, ekonomi biru berkeadilan. Konsep ini bukan sekadar jargon pembangunan berkelanjutan, tetapi visi tentang bagaimana laut dijaga sambil dimanfaatkan. Setiap inovasi kelautan harus memperhatikan keseimbangan ekologi dan kesejahteraan sosial. Jangan sampai teknologi justru menyingkirkan nelayan tradisional. 

Model ekonomi laut Indonesia masa depan harus menempatkan manusia sebagai pusatnya bukan hanya mesin. Data laut, hasil tangkapan, dan teknologi pengolahan harus dibuka aksesnya bagi komunitas pesisir. Di sinilah pentingnya digital ocean platform basis data dan jejaring inovasi yang dikelola secara kolaboratif antara pemerintah, universitas, dan masyarakat.

Lebih jauh, model pengembangan teknologi laut juga harus mengintegrasikan pendidikan maritim sejak dini. Anak-anak di negeri ini harus tumbuh dengan kesadaran bahwa laut adalah ruang hidup, bukan sekadar pemandangan. 

Kurikulum sekolah perlu menghadirkan laut dalam pelajaran sains, seni, dan sejarah. Kita membutuhkan generasi pelaut digital: anak muda yang mencintai laut, paham teknologi, dan berpikir global.

Bayangkan bila suatu hari, di kampung nelayan di Sumenep atau Tual, anak muda merancang smart buoy untuk memantau suhu air, atau membuat aplikasi prediksi cuaca laut lokal. 

Bayangkan jika mahasiswa teknik perkapalan di Surabaya berkolaborasi dengan nelayan di Nusa Tenggara untuk mendesain kapal hemat energi. Di situlah laut menemukan kembali nadinya bukan sekadar wilayah eksploitasi, tetapi ruang kreasi dan kolaborasi.

Namun tentu, semua visi itu akan kandas bila birokrasi tetap lamban dan mental pejabat masih darat-sentris. Negara perlu menyiapkan National Ocean Technology Roadmap yang jelas, yang menghubungkan riset, industri, dan pendidikan dalam satu ekosistem kebijakan. Anggaran riset kelautan harus ditingkatkan, dan kemitraan publik-swasta perlu diarahkan untuk inovasi, bukan monopoli. 

Jika Jepang memimpin dunia dalam teknologi perikanan, Norwegia dalam budidaya laut, dan Korea Selatan dalam kapal pintar, maka Indonesia punya modal unik: laut yang luas, budaya bahari yang tua, dan semangat muda yang tak pernah padam.

Teknologi laut bukan sekadar soal alat, tapi cara pandang. Selama kita masih melihat laut hanya sebagai batas, kita tak akan pernah menjadi bangsa besar. Laut bukan tempat menenggelamkan kapal, tapi tempat membangun masa depan.

Dalam setiap buih ombak Nusantara, sebetulnya Tuhan sedang berbisik: bahwa kekayaan kita bukan pada daratan, tapi pada keberanian untuk menyelami kedalaman. Dan hanya bangsa yang mampu mengelola lautnya dengan ilmu, teknologi, dan cinta yang akan menjadi pemimpin peradaban baru dunia.

Maka, tugas kita hari ini adalah menjemput samudra, bukan menunggunya datang. Membawa laboratorium ke dermaga, membawa sains ke jala nelayan, membawa nurani ke dalam teknologi. Karena laut Indonesia bukan sekadar ruang air, melainkan kitab kebangsaan yang menunggu untuk dibaca dengan pikiran yang jernih dan hati yang berani. (*)

***

*) Oleh : Andriyady, SP., Penulis dan Pengamat Sosial Politik.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.