https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Pendidikan, Komunikasi Empati di Tengah Perkembangan Teknologi

Senin, 06 Januari 2025 - 03:36
Pendidikan, Komunikasi Empati di Tengah Perkembangan Teknologi Ziya Ibrizah, S.ikom., M.Ikom, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman

TIMES MALANG, KALIMANTAN TIMUR – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara kemajuan digital dan nilai-nilai kemanusiaan yang mendalam. Teknologi telah mengubah wajah pendidikan, dari penggunaan platform e-learning hingga integrasi sistem berbasis data dalam pengelolaan pendidikan. 

Meski teknologi memberikan berbagai kemudahan, tidak dapat dipungkiri bahwa peran komunikasi empati tetap krusial dalam menciptakan suasana belajar yang efektif. Teknologi harus dilihat sebagai alat yang mendukung, bukan menggantikan interaksi manusia yang berlandaskan empati.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, dalam beberapa kesempatan menyatakan bahwa transformasi pendidikan tidak hanya berkisar pada digitalisasi, tetapi juga bagaimana kita tetap menjaga hubungan manusiawi dalam proses belajar-mengajar. 

“Teknologi hanya alat. Pada akhirnya, pendidikan adalah tentang membangun karakter, dan itu memerlukan komunikasi yang penuh empati,” ujarnya dalam sebuah wawancara pada 2024. Pernyataan ini menegaskan pentingnya komunikasi yang penuh perhatian dan empati dalam menciptakan suasana belajar yang lebih bermakna di tengah berkembangnya era digital.

Komunikasi empati memiliki peran penting dalam mendukung pembelajaran yang efektif. Sebab, pendidikan bukan hanya mengenai transfer pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter, kemampuan berempati, dan perkembangan sosial emosional siswa. Dalam konteks ini, komunikasi yang penuh perhatian menjadi faktor yang memperkuat hubungan antara pendidik dan siswa. 

Misalnya, selama pandemi Covid-19, banyak siswa yang merasa kesulitan dalam beradaptasi dengan pembelajaran jarak jauh. Tanpa interaksi langsung dengan guru, banyak siswa yang merasa terisolasi, baik dalam aspek akademik maupun emosional. 

Guru yang dapat berkomunikasi dengan empati, yang mendengarkan keluhan siswa, memberikan dorongan semangat, dan memahami kebutuhan mereka, berhasil menjaga semangat dan keterlibatan siswa meskipun dalam kondisi terbatas.

Meskipun teknologi dapat mempermudah proses pembelajaran, teknologi tanpa disertai komunikasi empati justru dapat menciptakan jurang emosional antara siswa dan guru. Di satu sisi, teknologi memfasilitasi proses belajar dengan menyediakan berbagai platform untuk belajar mandiri, mengakses materi, dan berkomunikasi. 

Pada sisi lain, jika penggunaan teknologi tidak didukung dengan komunikasi yang empatik, siswa bisa merasa terasing dan tidak terhubung dengan proses pembelajaran tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pendidik untuk memanfaatkan teknologi dengan cara yang mendekatkan, bukan menjauhkan, antara mereka dengan siswa.

Nadiem Anwar Makarim dalam berbagai kesempatan menekankan bahwa teknologi dalam pendidikan tidak boleh mengorbankan aspek kemanusiaan. “Transformasi digital dalam pendidikan tidak boleh mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Guru harus tetap menjadi role model dalam membangun hubungan emosional dengan siswa,” katanya. 

Pernyataan ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi digitalisasi pendidikan, pendidik harus tetap mengedepankan komunikasi yang memperhatikan kondisi emosional siswa. Dengan cara ini, teknologi bukan hanya menjadi alat transfer ilmu, tetapi juga menjadi sarana untuk mendukung perkembangan sosial dan emosional siswa.

Untuk menguatkan komunikasi empati dalam dunia pendidikan, ada beberapa langkah yang perlu diambil. Pertama, pelatihan bagi guru menjadi hal yang krusial. Guru perlu dilatih untuk mengembangkan keterampilan komunikasi empati, baik dalam bentuk interaksi langsung maupun menggunakan media digital. Pelatihan ini harus mencakup bagaimana membaca emosi siswa melalui komunikasi nonverbal dan memberikan respons yang mendukung. 

Kedua, keterlibatan orang tua dalam pendidikan juga tidak kalah penting. Komunikasi yang terbuka dan empatik antara orang tua dan guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi siswa. 

Ketiga, teknologi harus digunakan secara bijak. Penggunaan aplikasi yang memungkinkan interaksi dua arah lebih dianjurkan dibandingkan hanya memberikan materi pembelajaran satu arah yang tidak melibatkan siswa secara aktif. 

Keempat, menciptakan ruang aman bagi siswa untuk berbicara tentang masalah pribadi atau akademik juga akan memberikan rasa dihargai dan didukung, yang sangat penting dalam perkembangan mereka.

Di dunia yang semakin mengutamakan kemampuan teknis, pendidikan yang mengedepankan komunikasi empati adalah investasi jangka panjang yang jauh lebih bernilai. Menteri Nadiem mengingatkan bahwa kita harus mampu menanamkan nilai empati dalam pendidikan kita saat ini. 

“Jika kita gagal menanamkan nilai empati hari ini, kita akan melihat generasi masa depan yang mungkin pandai teknologi tetapi miskin kemanusiaan,” jelasnya. Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya tentang mengajarkan pengetahuan, tetapi juga tentang mengajarkan siswa untuk berhubungan dengan sesama, bekerja dalam tim, dan berkomunikasi dengan baik.

Menguatkan pendidikan di era digital membutuhkan keseimbangan yang harmonis antara teknologi dan komunikasi empati. Pendidik, siswa, dan orang tua harus bersama-sama menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak hanya kaya akan teknologi tetapi juga penuh dengan empati. 

Dengan demikian, kita tidak hanya mencetak generasi yang pintar, tetapi juga generasi yang peduli terhadap sesama. Pendidikan berbasis empati adalah fondasi yang kuat untuk masa depan yang lebih baik, di mana kecerdasan intelektual dan emosional berjalan beriringan. (*)

***

*) Oleh : Ziya Ibrizah, S.ikom., M.Ikom, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia 99di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

 

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.