TIMES MALANG, PADANG – Pada tanggal 6 Januari 2025, Indonesia digemparkan dengan peluncuran program makan bergizi gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Setahun yang lalu, penulis mendengar Prabowo menyampaikan dalam debat calon presiden bahwa untuk mencegah stunting dan meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, pemerintah perlu menyediakan makanan bergizi.
Setelah terpilih, Prabowo mulai menunaikan janji-janji politiknya, dan di awal tahun ini, ia langsung mempercepat realisasi program MBG ini bersama Wakil Presiden, Gibran Rakabuming.
Sebelum pelaksanaan serentak, Wakil Presiden Gibran telah memantau uji coba program MBG di beberapa sekolah, seperti di Semarang, Tangerang, dan Jakarta. Pemantauan tersebut membawa dampak positif, seperti peningkatan kualitas dan kuantitas makanan yang disajikan, terutama ketika Gibran hadir langsung.
Hal ini tentu wajar, karena banyak pelaku usaha UMKM yang ingin memberikan yang terbaik saat pemimpin negara terlibat langsung.
Penulis mendukung penuh program MBG ini, terutama untuk anak-anak sekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA di Indonesia. Pengalaman penulis saat masih sekolah menunjukkan banyaknya siswa yang terkendala biaya untuk membeli makanan.
Dengan uang jajan yang terbatas, misalnya Rp 10.000, sudah sulit untuk mencukupi kebutuhan sarapan, ongkos pulang, dan biaya buku. Program ini sangat berdampak besar bagi siswa yang membutuhkan dukungan pangan.
Pemerintah memang bahu-membahu untuk mensukseskan program MBG ini. Pada tanggal 5 Januari 2025, sehari sebelum pelaksanaan program, penulis diundang oleh RRI Programa 3 untuk berbicara dalam program "Kopi" (Komentar dan Opini) yang juga dihadiri oleh Juru Bicara Staf Kepresidenan Ibu Adita Irawati dan Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kementerian Kelautan dan Perikanan Bapak Budi Sulistyo.
Dalam kesempatan tersebut, mereka menyatakan kesiapan pemerintah untuk melaksanakan program MBG ini secara serentak. Namun, penulis mengingatkan bahwa pemerintah harus berhati-hati dalam melaksanakan program ini, mengingat potensi adanya mafia yang bisa memanfaatkan situasi untuk kepentingan pribadi.
Kenapa harus berhati-hati? Program MBG ini memiliki potensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan. Memang benar bahwa dengan adanya program ini, pelaku UMKM, penjual nasi kotak, dan lainnya di desa maupun kota akan merasakan manfaat finansial.
Pengawasan yang ketat sangat diperlukan, karena dalam praktiknya, sudah ada kasus harga makanan yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Presiden Prabowo awalnya menginstruksikan harga makanan sebesar Rp 15.000 per porsi, yang kemudian diturunkan menjadi Rp 10.000. Hal ini berpotensi mengurangi kualitas makanan yang diberikan.
Program ini bisa menjadi "buah simalakama" jika tidak diawasi dengan baik. Banyak pihak bisa melakukan kongkalikong, fenomena "struck" atau bon kosong, serta praktik-praktik curang lainnya yang merugikan.
Tentu saja, hal ini akan berdampak pada kualitas makanan yang diberikan kepada anak-anak, yang seharusnya mendapatkan asupan gizi yang seimbang dan berkualitas. Oleh karena itu, pengawasan terhadap program ini sangat penting. Pertanyaannya, apakah gizi dari makanan tersebut benar-benar sesuai dengan standar yang ditetapkan?
Penulis juga khawatir bahwa kebijakan harga makanan ini tidak akan berlaku merata di seluruh wilayah Indonesia. Di beberapa daerah, harga bahan pokok tentu berbeda, terutama di wilayah luar Jawa.
Di daerah timur, misalnya, uang sebesar Rp 10.000 mungkin tidak cukup untuk membeli makanan bergizi dengan lauk pauk yang layak, berbeda dengan daerah seperti Sumatera yang masih memungkinkan harga tersebut untuk mencakup ayam. Pemerintah perlu memastikan bahwa harga yang ditetapkan dapat mencakup kebutuhan gizi di seluruh wilayah Indonesia tanpa menurunkan kualitas makanan.
Karena itu, pengawasan terhadap mafia yang mencoba memanfaatkan program MBG ini untuk kepentingan pribadi sangat penting. Fenomena bon kosong, makanan yang tidak sesuai dengan porsi, atau lauk pauk yang tidak layak konsumsi harus segera ditindaklanjuti.
Penulis menyarankan agar pemerintah membentuk tim khusus yang ditugaskan untuk memantau jalannya program ini. Tim ini harus mengawasi setiap aspek program MBG, karena program ini dijalankan setiap hari, bukan hanya sesekali.
Selain itu, penulis juga mengimbau agar pihak-pihak yang terlibat-baik sekolah, UMKM, maupun penjual nasi kotak-memiliki hati nurani dalam menjalankan program ini. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga kebutuhan gizi anak-anak kita demi masa depan bangsa.
Kejujuran dan integritas sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan program ini agar anak-anak Indonesia mendapatkan makanan yang bergizi, sesuai dengan harapan dan tujuan pemerintah.
***
*) Oleh : Abdul Jamil Al Rasyid, Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |