TIMES MALANG, WONOGIRI – Tahun 2025 adalah tonggak awal kelahiran generasi baru dalam sejarah perkembangan generasi manusia. Pada 1 Januari 2025 adalah awal kemunculan generasi beta sekaligus sebagai akhir dari generasi alpha. Generasi beta adalah anak yang lahir pada kurun waktu tahun 2025 hingga tahun 2039 mendatang.
Generasi ini merupakan generasi yang lahir ditengah gempuran teknologi yang begitu masif, berbagai kegiatan manusia didukung oleh teknologi, utamanya teknologi AI yang kian berkembang pesat. Dibalik perkembangan teknologi kian pesat sebenarnya terdapat tantangan serius yang perlu dihadapi oleh generasi beta yaitu kesehatan mental.
Generasi beta tumbuh ditengah masifnya informasi, media sosial, serta perangkat gawai yang terus menyala menyertai kehidupan mereka. Kemudahan akses informasi dan akses media sosial tak dipungkiri memberikan dampak kesehatan mental yang nyata bagi generasi beta.
Dalam perkembangannya, generasi beta akan menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga kesehatan mental, diantaranya:
Pertama, pemanfaatan media sosial berlebihan. Generasi beta tumbuh beriringan dengan teknologi media sosial yang kian pesat sehingga memungkinkan pada pemanfaatan media sosial yang berlebihan.
Berdasarkan penelitian National Institute Of Mental Health menunjukkan bahwa penggunaan media sosial meningkatkan risiko gangguan mental pada remaja usia 18-25 tahun.
Penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal JAMA Psyciatry yang menyatakan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam perhari beresiko tinggi terhadap kesehatan mental terutama masalah internalisasi diri.
Kedua, Tekanan akademik yang tinggi. Seiring dengan perkembangan teknologi yang kian pesat akan menuntut penguasaan teknologi yang baik. Tuntutan mengenai penguasaan teknologi akan masuk ke berbagai kegiatan akademik terutama sekolah.
Orangtua dan lingkungan menuntut untuk menjadi generasi yang berprestasi dengan penguasaan teknologi tinggi. Dengan adanya tuntutan ini akan menimbulkan ketidakseimbangan antara kebutuhan emosional dan tuntutan hidup.
Ketiga, Ketidakseimbangan hidup. Generasi beta memiliki kecenderungan pada pemanfaatan teknologi dalam menunjang hidupnya sehingga tidak seimbang antara aktivitas fisik, sosial, dan digital. Ketergantungan teknologi akan memberikan dampak negatif dalam perkembangan mentalnya.
Tantangan ini tentunya memerlukan upaya serius, agar generasi beta memiliki kesehatan mental yang baik. Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai alternatif dalam menjaga kesehatan mental generasi beta, diantaranya:
Pertama, Memberikan akses layanan kesehatan mental. Layanan kesehatan mental perlu dibuka selebar-lebarnya sehingga mempermudah para generasi beta untuk dapat mengaksesnya.
Layanan yang diberikan juga harus mengikuti karakteristik mereka yaitu melalui teknologi yang mudah diakses, solutif, serta memberikan pemahaman yang memadai.
Kedua, Meningkatkan literasi digital. Literasi digital akan memberikan pemahaman yang baik mengenai dampak yang dihadapi di dunia maya. Setelah mereka memahami dampaknya maka mereka memiliki kontrol diri yang baik terhadap pemanfaatan teknologi di dunia maya.
Ketiga, Mengoptimalkan peran sekolah. Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah perlu adanya integrasi pendidikan kesehatan mental. Para guru perlu dibekali untuk mengenali tanda-tanda kesehatan mental para peserta didik serta mampu untuk memberikan dukungan kepada peserta didik yang mengalami gangguan mental.
Keempat, Perlunya dukungan pemerintah. Pemerintah harus menyediakan layanan kesehatan mental yang terjangkau sehingga para generasi beta dapat dengan mudah mengakses dan menyelesaikan permasalahan yang menyebabkan gangguan kesehatan mentalnya.
Kesehatan generasi beta adalah investasi jangka panjang untuk kelangsungan generasi mendatang. Untuk mewujudkan kesehatan mental generasi beta diperlukan kolaborasi antara orangtua, sekolah, dan pemerintah dalam menciptakan generasi yang sehat mentalnya serta tangguh dalam menghadapi tantangan zaman.
Jangan biarkan teknologi menggerogoti kesehatan mental generasi mendatang. Mari bersama-sama ciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga kuat secara mental dan emosional.
***
*) Oleh : Dony Purnomo, Guru Geografi SMAN 1 Purwantoro.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |