https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Influencer dalam Strategi Kebijakan Publik

Rabu, 15 Januari 2025 - 07:38
Influencer dalam Strategi Kebijakan Publik Tundung Memolo, S.Pd.Si., M.Sc., CEO Litbang Indomatika, Jawa Tengah.

TIMES MALANG, MAGELANG – Di era digital yang berkembang pesat ini, influencer telah menjadi tokoh kunci dalam strategi pemasaran, bukan hanya di dunia bisnis, tetapi juga dalam sektor publik.

Fenomena ini tercermin dengan jelas dalam kebijakan pemerintah Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang mengajukan anggaran sebesar Rp 100 miliar untuk tahun 2025, dengan hampir setengah dari jumlah tersebut, yakni Rp 45,5 miliar, dialokasikan untuk sosialisasi Pancasila melalui influencer dan content creator. 

Anggaran yang besar ini mencerminkan betapa pentingnya influencer dalam menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam, serta memengaruhi opini publik.
Penggunaan influencer dalam mempromosikan produk atau kebijakan publik menawarkan keunggulan yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Dengan pengikut yang tersebar di berbagai lapisan masyarakat-mulai dari segi politik, agama, suku, hingga tingkat pendidikan-pengaruh influencer terhadap opini publik sangat besar. 

Namun, efektivitasnya tidak datang begitu saja. Ia sangat bergantung pada kredibilitas dan keterlibatan aktif influencer dalam menyampaikan pesan yang ingin dipromosikan. Inilah tantangan pertama: memastikan bahwa influencer yang dipilih memiliki pengikut yang asli dan bukan akun palsu. Dalam dunia digital yang serba canggih ini, verifikasi keaslian pengikut menjadi sangat penting untuk menjaga transparansi dan mencegah manipulasi data.

Selain kredibilitas, keterlibatan aktif influencer juga menjadi faktor penting. Pengikut tidak hanya tertarik pada konten yang dibuat sekali saja; mereka lebih suka melihat keberlanjutan dalam pembuatan konten yang konsisten dan relevan. 

Dengan adanya keterlibatan yang berkelanjutan, influencer dapat menjaga interaksi yang tinggi dengan audiens mereka, yang pada gilirannya memperkuat pesan yang ingin disampaikan. Pihak ketiga yang bertugas mengawasi proses ini pun perlu memastikan bahwa influencer benar-benar aktif dalam menyebarkan konten secara kontinu, bukan hanya di momen-momen tertentu saja.

Namun, penggunaan influencer dalam mempromosikan kebijakan publik tentu saja tidak tanpa kontroversi. Beberapa pihak mengkritik metode ini, mempertanyakan apakah pendekatan yang melibatkan influencer bisa benar-benar efektif atau malah terkesan mengabaikan akal sehat masyarakat. 

Tentu saja, kritik ini sah dan perlu dipertimbangkan dengan serius. Beberapa kasus di masa lalu menunjukkan bahwa influencer terlibat dalam praktik merugikan, seperti penipuan atau penyebaran informasi yang menyesatkan. 

Oleh karena itu, regulasi yang ketat dan pengawasan yang efektif sangat diperlukan agar influencer tidak hanya beroperasi sesuai standar etika dan hukum, tetapi juga dapat mempertahankan integritasnya.

Salah satu contoh penggunaan influencer dalam promosi kebijakan publik adalah program makan siang gratis yang digagas oleh pemerintah. Dengan anggaran sebesar Rp 10 miliar, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menekankan bahwa sosialisasi program ini melalui influencer adalah langkah strategis untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan gizi anak-anak di daerah-daerah tertinggal dan terluar, serta untuk mencegah kesenjangan sumber daya manusia di Indonesia. Meski begitu, banyak yang mempertanyakan etika penggunaan influencer dalam hal ini. Beberapa berpendapat bahwa masyarakat tidak bodoh dan mampu menilai informasi yang mereka terima.

Walaupun ada kritik, pemerintah tetap melanjutkan strategi ini dengan harapan bahwa influencer yang dipilih akan dapat menyampaikan pesan kepada audiens yang lebih luas dan meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya program tersebut. 

Keberhasilan dari strategi ini tentu sangat bergantung pada dua hal: pertama, pemilihan influencer yang kredibel dan relevan dengan target audiens, serta kedua, transparansi dalam penggunaan anggaran untuk sosialisasi yang tidak hanya besar, tetapi juga efektif.

Secara keseluruhan, penggunaan influencer dalam strategi pemasaran digital dan promosi kebijakan publik memiliki potensi besar untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pemilihan influencer yang tepat, keterlibatan yang aktif, serta pengawasan dan alokasi anggaran yang bijak. 

Tanpa mempertimbangkan faktor-faktor ini, strategi penggunaan influencer bisa saja berbalik merugikan dan menurunkan kepercayaan publik terhadap kebijakan yang disosialisasikan.

***

*) Oleh: Tundung Memolo, S.Pd.Si., M.Sc., CEO Litbang Indomatika, Jawa Tengah.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.