https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Guru Dulu dan Sekarang, Refleksi Hari Guru Nasional

Sabtu, 26 November 2022 - 15:04
Guru Dulu dan Sekarang, Refleksi Hari Guru Nasional Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan KPS. Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana UNISMA.

TIMES MALANG, MALANG – Profesi guru adalah profesi mulia, karena dari jasanyalah profesi=profesi lain di dunia terlahir. Kedudukan terhormat apa di dunia ini yang lepas dari peran dan jasa seorang guru.

Maka tidak berlebihan bila jasa guru tidak pernah dapat ditukar dengan materi apapun. Kemuliaan profesi guru sampai hampir disejajarkan dengan tugas ataupun peran seorang Nabi dalam ajaran Islam. Sebuah hadits (atau seperti yang disandarkan pada pernyataan Nabi SAW), menegaskan bahwa “Profesi seorang pengajar hampir seperti seorang Utusan/Rasul”. 

Aktivitas keseharian yang selalu mentransfer pengetahuan, mengembangkan kemampuan, dan menananmkan nilai-nilai pada diri peserta didik merupakan bagian dari apa yang dilakukan oleh seorang Rasul (utusan Allah) dalam mendidik umatnya, agar mendapat petunjuk Allah SWT. kebenaran yang disampaikan oleh seorang guru sama juga dengan kebenaran-kebenaran yang disampaikan oleh Rasul kepada umatnya. Dengan demikian, pekerjaan seorang guru memiliki kedudukan mulia semulia tugas dan amanah yang diemban para utusan Allah SWT.

Kemuliaan tugas guru semacam itu tentu masih dipercayai dan tetap terjaga jika kita menengok keikhlasan dan daya juang para pahlawan tanpa tanda jasa pada periode-periode dulu, sebelum dunia Pendidikan mengenal Teknologi Informasi, Internet, Jabatan Fungsional, atau Sertifikasi Profesi. Dulu, guru bekerja dengan segla keterbatasannya, tanpa memperdulikan ia mendapat imbalan apa. Ia bekerja tulus dari dalam hati yang suci, tujuannya Cuma ingin anak-anak pintar, cerdas, tidak ketinggalan dalam segala hal, memacu prsetasi, meningkatkan kapasitas diri. 

Perjuangan guru dahulu banyak menginspirasi, sehingga hasil jerih payahnya membuktikan pada dunia generasi-generasi penuh prestasi, punya karakter, dan dedikasi yang tidak diragukan lagi. Dengan dan tanpa iming-iming gajipun mereka tetap terus berjuang mencerdaskan anak-anak bangsa yang akan mengisi dan mewarnai kehidupan selanjutnya.

Komitmen dan semangat juang mengalahkan semua bayangan yang bersifat material dalam menjalankan tugas suci nan mulia, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan itu tidak perlu dibarengi dengan simbol-simbol pangkat jabatan dan selembar sertifikat profesi yang ujung-ujungnya nominal gaji. Bukan itu tujuan mereka (guru dahulu), namun yang terpatri di benak mereka adalah kehidupan bangsa yang dipenuhi oleh generasi-generasi yang berkarakter positif dan memiliki kontribusi nyata dalam kehidupan masyarakat. 

Lalu, bagaimana kira-kira motivasi guru sekarang? Masihkah ada deskripsi kondisi mental guru zaman sekarang sebagaimana guru masa lalu. Dalam lubuk hati yang dalam penulis meyakini pasti masih ada di negeri ini profil-profil guru mulia tersebut, walaupun mungkin secara kuantitas tidak sebanyak masa lalu. Memang perlu disayangkan, zaman sekarang seorang guru untuk bisa mengabdi saja sudah dihadapkan pada persyaratan yang bersifat administratif belaka.

Bayangkan untuk menjadi seorang guru yang diakui Undang-Undang Guru dan Dosen, maka seseorang harus berijazah strata satu (sarjana), padahal banyak orang bertalenta tidak berijazah yang seharusnya punya hak mendidik dan mengajar anak-anak bangsa. Ijazah S1 pun belum cukup bila seseorang ingin diakui sebagai guru profesional, ia harus menempuh Pendidikan Profesi Guru (PPG) paling tidak selama satu tahun, itupun antrinya tidak singkat, perlu beberapa bulan bahkan tahun untuk dapat mengikitu PPG.

Persyaratan administratif yang begitu super ketat terkadang menjadikan guru hanya bekerja sebagai pemenuhan kewajiban, buka menjadikan pekerjaan/profesi guru sebagai kebutuhan dalam mengaktualisasikan diri di dunia Pendidikan. Konsekuensinya, guru menjalankan tugasnya hanya jika bisa dianggap memenuhi dan menutupi kewajiban sertifikasi, bukan lagi sebagai panggilan Nurani untuk mencerdaskan anak bangsa.

Guru saat ini dikooptasi oleh aturan yang disadari atau tidak membuat mereka kurang merdeka dalam mengekspresikan kompetensinya karena yang ada di pikiran mereka adalah pemenuhan kewajiban sertifikasi saja. Hitungan jam mengajar menjadi prioritas bekerja, sebagai syarat ‘pencairan’ tunjangan profesionalitas. Padahal keringat mereka akan lebih berharga jika dikeluarkan tanpa sekat-sekat profesionalitas semu dalam bingkai ‘sertifikasi guru’.

Guru saat ini perlu merekonstruksi kembali mindset mereka dalam menjalankan tugas-tugas suci dan mulia tanpa dihantui oleh ‘ketidakcairan’ tunjangan sergur. Namun, bila para guru sekarang mengerahkan segenap kapasitasnya dalam mengajar dan mendidik anak serta didorong oleh spriritualitas yang sangat tinggi, niscaya penghargaan itu akan menghampiri dengan sendirinya kepada para pejuang-pejuang Pendidikan.

Semoga guru tetap menjadi pahlawan tanpa tanda jasa selamanya. Terima kasih para pejuang Pendidikan. waallahu a’lam bisshowab 

***

*) Penulis: Mohammad Afifulloh, Dosen Fakultas Agama Islam dan KPS. Magister Pendidikan Agama Islam Pascasarjana UNISMA.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.