https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Happening Haul Gus Dur

Rabu, 04 Desember 2024 - 17:08
Happening Haul Gus Dur Wasid Mansyur, Wakil Ketua LTN NU Jatim, Dosen FAHUM UIN Sunan Ampel Surabaya.

TIMES MALANG, SURABAYA – Membaca pikiran almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memang kaya akan gagasan dan selalu memantik inspirasi ketika dihadirkan dalam konteks kekinian. Ini tidak lepas dari bacaannya yang sangat kompleks, walau ia berasal dari tradisi pesantren yang sangat kuat. 

Di satu sisi, ia gemar menggunakan kaidah fiqhiyah untuk menjawab problematika keumatan dan kebangsaan, dan di sisi yang berbeda ia juga menggunakan logika berpikir orang Barat untuk memperkuat cara pandang agar dapat dicerna dengan baik, khusus kalangan akademisi. 

Misal, ketika datang di kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA, sekarang) tahun 2004 menghadiri undangan pertemuan aktivis BEM se-Jatim. Ada pertanyaan cukup lantang dari salah satu aktivis kaitannya dengan demokrasi. Buat apa kita memperjuangkan sistem demokrasi? Padahal kita juga dalam konteks tertentu menjadi korban dari sistem demokrasi?.  

Ini sebagai ekspresi kekecewaan para aktivis atas kondisi politik kekinian diwaktu itu pasca dilengserkannya Gus Dur dimana sistem demokrasi belum memberikan perubahan yang berarti bagi kondisi bangsa, melainkan antar sesama anak bangsa masih saling “sikut-sikutan” atas nama demokrasi, alih-alih kurang memikirkan kepentingan rakyat. 

Gus Dur pun menjawab bahwa sistem demokrasi adalah masih pilihan terbaik dari pada sistem politik yang lain, walau di sana sini masih banyak kekurangan. Ia mengutip kaidah fiqih (legal maxim) yang masyhur di kalangan pesantren: ma ya yudraku kulluhu la yutraku kulluhu (apa yang tidak mungkin terwujud seluruhnya, tidak boleh ditinggalkan yang terpenting di dalamnya).

Sementara, logika berpikir Barat yang dikutip Gus Dur di antaranya tentang “happening” untuk memotret praktik keislaman di Indonesia dengan segala keunikannya yang tidak ditemukan secara utuh di negeri lain, misalnya tradisi burdahan, manaqiban dan lain-lain. Pikiran Gus Dur ini dapat dibaca secara lengkap dalam opininya berjudul “Islam dan Marshall McLuhan di Surabaya” yang ada pada buku “Islamku, Islam Anda, Islam Kita” (2006).

Teori “Happening” sengaja penulis angkat menjadi bahasan pokok tulisan ini bersamaan dengan haul ke-15 Gus Dur, mengingat pesan yang disampaikan dari teori ini cukup menarik dalam membaca praktik keagamaan yang berkembang di tengah masyarakat. Menariknya, tidak sedikit praktik keagamaan dilaksanakan sangat ramai dengan melibatkan ribuan peserta yang hadir, tanpa dikoordinasi apalagi dimobilisasi secara massif. 

Bahkan, jarak pun tidak menjadi halaman untuk hadir. Yang hadir, hanya berharap keberkahan dan kebahagiaan secara rohani sebagaimana ditemukan dalam berbagai acara haul Kiai tertentu di berbagai daerah di Nusantara.

Makna “Happening” 

Secara bahasa “happening” diartikan dengan kejadian; tepatnya kejadian atau acara yang dilakukan secara spontan dengan tidak ada perencanaan yang detail. Tapi dalam pengertian Marshall McLuhan, sebagaimana di kutip Gus Dur, “happening” diartikan sebuah peristiwa tertentu atau kejadian tertentu yang melibatkan orang banyak. 

Terlibatnya banyak orang ini tidak ada proses mobilisasi, melainkan keinginan diri sendiri karena kesukarelaan untuk datang dengan berbagai alasan yang melatarbelakangi sesuai dengan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan kata ini. Misalnya, “happening” dalam acara haul kiai yang melibatkan ribuan orang berbeda dengan “happening” yang berkaitan dengan politik, walau sama-sama sangat mungkin lahir dari kesukarelaan untuk terlibat.

Sekedar untuk diketahui, Marshall McLuhan atau Herbert Marshall McLuhan adalah seorang kritikus Kanada yang lahir pada tanggal 21 Juni 1911 dan Meninggal pada 31 Desember 1980. Ia juga dikenal ilmuwan Komunikasi yang pikirannya juga banyak mempengaruhi kalangan media dan penikmatnya hingga kini. Salah satu pikiran McLuhan, misalnya Any understanding of social and cultural change is impossible without a knowledge of the way media work as environments. 

Berpijak pada pikiran ini, maka apapun kajian kita hari ini tentang perubahan sosial dan kultural tidak akan mengalami proses analisis penyelesaian yang tajam dan akurat, tanpa juga mengetahui secara detail bagaimana media itu bekerja ikut mempengaruhi. Pasalnya, hari ini, misalnya, anak-anak kita hampir pasti tidak bisa lepas dari media sosial dengan segala resikonya.

Maka proses perubahan moral pun harus dilihat dalam konteks bagaimana konten-konten di medsos itu juga turut mempengaruhi sehingga orang tua pun tidak bisa memberikan kebebasan sepenuhnya pada anak untuk bermedsos, tanpa ada pengawasan dan pendampingan. Begitu juga pada kasus perubahan yang lain, termasuk dalam pilihan dalam setiap kontestasi politik.  

Jadi, kembali kepada “happening”nya McLuhan yang menjadi rujukan Gus Dur sebagai media untuk menggambarkan fenomena praktik keagamaan yang melibatkan ribuan atau bahkan jutaan orang yang hadir dengan suka rela, tanpa dimobilisasi. 

“Happening” dalam konteks haul KH. Abdul Hamid Pasuruan, misalnya, yang diadakan setiap tahun memantik peserta yang hadir dari berbagai daerah, walau undangan resmi sebenarnya juga terbatas. Tapi, keinginan orang untuk hadir sulit dibendung dan tak mungkin untuk ditolak sehingga haul ini menjadikan semacam ajang silaturrahim umat Islam, khususnya kalangan nahdliyin dari berbagai daerah. 

Begitu juga haul tahunan Guru Sekumpul di Martapura Banjar Kalimantan Selatan, dimana yang hadir juga tidak sedikit berbondong-bondong naik kapal dan pesawat dari tanah Jawa, padahal mereka juga mengeluarkan uang sendiri dan tidak sedikit merencanakan kehadirannya selama satu tahun. 

Itulah “happening” dalam praktik keagamaan yang memuat tentang nilai kesukarelaan, kecintaan, sekaligus berharap keberkahan hidup. Semangat ini yang menghadirkan apa yang disebut dengan spiritual well-being, yakni kondisi harmoni dengan diri sendiri, masyarakat dan lingkungan. Akibatnya, pelakunya melakukan segala cara terbaik untuk menghadiri haul, termasuk mengeluarkan uang dan persiapan tenaga serta pikiran. 

Oleh karenanya, perenungan atas segala kejadian (happening) menjadi penting dengan tujuan agar setiap individu terus menangkap, sekaligus memberikan makna kebaikan bagi kehidupan, termasuk politisi sukses, mengutip Gus Dur. 

Politisi sukses yang berkuasa tidak boleh melupakan para konstituennya yang suka rela mendukung dalam setiap momentum kampanye dan pemilihan sebab dengan cara itu mereka akan terus setia mendukung. McLuhan mengatakan: There is absolutely no inevitability, so long as there is a willingness to contemplate what is happening (Sama sekali tidak ada keniscayaan, selama ada kemauan untuk merenungkan apa yang sedang terjadi).

Kondisi ini juga terjadi dalam perayaan tahunan haul Gus Dur yang menjadi semacam rutinitas “happening” di tengah masyarakat. Pasalnya, setiap kali bulan Desember sejak meninggalnya Gus Dur 30 Desember 2009 haul Gus Dur selalu dilakukan. 

Memang ada yang diadakan oleh pihak keluarga di Ciganjur atau Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Tapi yang diadakan para pecinta Gus Dur juga cukup banyak, walau tanpa ada instruksi dan tanpa mobilisasi apalagi sokongan dana. Para pecinta Gus Dur yang beragam mengadakan acara haul dengan sukarela dengan beragam pula bentuk kegiatan; mulai diskusi pemikiran Gus Dur, pentas budaya mengenang Gus Dur hingga doa lintas agama untuk Gus Dur dan lain-lain. 

“Happening“ haul Gus Dur adalah soal mengenang perjuangan Gus Dur, sekaligus mendoakannya. Ia adalah pejuang kemanusiaan yang tidak pernah berhenti hingga akhir hayatnya; untuk melakukan teorisasi hingga aksi di lapangan kaitan mengawal kelompok marjinal yang tertindas, kelompok minoritas dan memperjuangkan hak kemanusiaan bagi siapapun agar berlaku adil di mata hukum. 

Semangat ini yang kemudian haul ini menjadi “happening” di tengah masyarakat, apalagi ketika kondisi bangsa tidak baik-baik saja semua merindukannya, khususnya berkaitan dengan isu-isu yang pernah diperjuangkan Gus Dur semasa hayatnya. Semoga selalu dapat rahmatNya (al-Fatihah).    

***

*) Oleh : Wasid Mansyur, Wakil Ketua LTN NU Jatim, Dosen FAHUM UIN Sunan Ampel Surabaya.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.