https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Menimbang UU Batas Perkawinan dalam Maraknya Dispensasi Pernikahan Dini

Jumat, 20 Januari 2023 - 10:07
Menimbang UU Batas Perkawinan dalam Maraknya Dispensasi Pernikahan Dini Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).

TIMES MALANG, MALANG – Perkawinan adalah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang wanita atau yang mewakili mereka. Sebagai salah satu perwujudan ibadah berkualitas dan sesuai dengan syariat maka pernikahan tentunya harus dilaksanakan bagi pihak yang telah mampu secara batin dan rohaniah.

Allah SWT telah mensyariatkan perkawinan dengan tujuan agar tercipta hubungan yang harmonis antara pria dan wanita serta dua keluarga. Adanya perintah ini bahkan dikategorikan sebagai ibadah seumur hidup, inilah yang membuat kualitas dan pertimbangan pernikahan harus detail tidak hanya persoalan mahar saja, akan tetapi juga kualitas mental kedua mempelai.

Akan tetapi dengan segala nilai penting terkait ibadah akan tetapi pernikahan tentu tidak bisa dipungkiri banyak memiliki sumber permasalahan, khususnya bagi beberapa pihak yang menganggap sepele hal ini. Salah satunya adalah masalah pernikahan dini, yang secara akumulasi memang memiliki mudharot lebih banyak.

Fenomena Pernikahan Dini dan Maraknya Dispensasi Yang Terjadi

Fenomena pernikahan dini saat ini semakin marak terjadi lagi. Bahkan ada banyak sekali remaja yang masih mengenyam pendidikan tergiur untuk segera melakukan hubungan lebih serius ke jenjang pernikahan. 

Banyak yang mengangap bahwa dengan melakukan pernikahan dini maka kemungkinan besar akan mengurangi risiko kemiskinan rumah tangga. Akan tetapi hal tersebut berbanding terbalik dengan bukti di lapangan.

Studi dari Kajian Gender Universitas Indonesia yang dilakukan pada tahun 2016 menunjukkan, perkawinan anak bahkan akan menambah beban tanggungan bagi orang tua karena secara umum anak tentu tidak siap dalam membina rumah tangga atau menjadi orang tua.

Isu ini adalah kendala serius dan tentunya menambah masalah pada aspek pemberantasan angka kemiskinan. Oleh karena itu, setelah adanya dukungan masyarakat sipil dalam mengadvokasi perubahan batas usia minimum perkawinan menjadi 19 tahun, dan amanat Mahkamah Konstitusi, akhirnya pemerintah Indonesia menetapkan Undang-undang (UU) No. 16 tahun 2019 sebagai revisi atas UU Perkawinan tahun 1974.

Dalam undang undang sebelumnya batasan tersebut tentu berdasar pada angka 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. Adanya perubahan ini tentu diharapkan mampu menjadi angina segar kepada akses menyelesaikan masalah dalam bidang pernikahan dini.

Hanya saja, implementasi kebijakan tersebut nampaknya tidak membuahkan hasil yang baik. Ada banyak sekali praktik dilapangan yang nyatanya masih tidak memenuhi syarat. Khususnya di dalam desa, sebagai aspek paling dasar membuat kebijakan ini masih seringkali harus dikesampingkan.

Keterbatasan informasi mengenai batas usia nikah pada wanita yang kini diubah ke 19 tahun di Kantor Urusan Agama serta kondisi wanita yang akan menikah tersebut masih di bawah umur, maka hal ini adalah awal mula adanya dispensasi perkawinan ke Pengadilan Agama.

Beberapa studi menunjukkan adanya toleransi bagi hakim untuk menyetujui pengajuan dispensasi tersebut bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, perkawinan dianggap cara untuk memperbaiki stigma sosial bagi keluarga perempuan karena ada kendala permasalahan yang tidak bisa dibiarkan, misalnya kehamilan di luar nikah. Apabila tidak disegerakan maka khawatir akan menimbulkan fitnah lebih besar.

Alasan disetujuinya proses permohonan dispensasi ini adalah pemberian perlindungan hukum bagi anak dengan memiliki hubungan hukum kepada status perkawinan orang tua yang jelas. Dengan adanya dua faktor ini, majelis hakim tentu bisa memiliki asas asas keagamaan untuk dipertanggung jawabkan mengenai dikabulkannya dispensasi tersebut. 

Faktor 'situasi mendesak' juga selanjutnya merupakan landasan sosiologis bagi hakim untuk tidak bisa memilih jalan lain selain mengabulkan permohonan dispensasi. Dan praktik ini tentu bisa ditemukan secara mudah dalam semua data yang tersedia di dalam laporan kantor urusan agama di beberapa daerah.

Efektivitas Undang-undang (UU) No. 16 tahun 2019

Dengan adanya pertimbangan utama terkait semua permasalahan di atas maka perlu ada penyesuaian lebih lanjut kepada semua pihak yang bertanggung jawab mengatasi masalah pernikahan dini ini. Apalagi dengan adanya fakta lapangan terkait dispensasi yang seringkali menjadi problem dasar dalam merealisasikan program penekanan nikah mudah.

Pada akhirnya dengan semua kondisi yang ada maka kualitas Undang-undang (UU) No. 16 tahun 2019 ini belum bisa bekerja secara maksimal. Akan tetapi sebagai mediasi penting untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu ada pembenahan lebih detail terkait faktor yang bisa lebih dipertimbangkan untuk urgensi penetapan undang-undang pernikahan lebih akurat.

***

*)Penulis: Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA)

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.