https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Yang Tersisa dari Resepsi Satu Abad NU

Senin, 13 Februari 2023 - 14:00
Yang Tersisa dari Resepsi Satu Abad NU Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA)

TIMES MALANG, MALANG – Harlah Satu Abad NU telah selesai, saat ini tinggal memasuki era baru, Abad kedua NU.

Sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan, NU menjadi bagian penting dari sejarah peradaban bangsa Indonesia. Embrio lahirnya NU tidak lepas dari pembentukan Komite Hijaz, di mana paham Wahabi menjadi basis utama dalam kepemimpinan Dinasti Saud di Arab Saudi waktu itu. Dari sanalah problem keagamaan global menggoyahkan komunitas ulama dunia, salah satunya Indonesia.

Tak mudah sebuah organisasi bisa berusia satu abad, jika hal itu tidak mempunyai basis sosial keagamaan dan kemasyarakat kuat. Saya kira NU mempunyai modal tersebut. Sebagai organisasi terbesar dunia, NU bukan hanya boleh berbangga diri apalagi pongah terhadap kiprah merawat bangsa. Perlu ada upaya-upaya melihat secara cermat yang sudah dilakukan dengan kritis. Tentu kerja demikian bukan untuk mengkerdilkan proses panjang menjaga nilai-nilai keagamaan dan kemasyarakatan, tetapi bentuk kepedulian dan memperluas jangkauan kiprah NU di dunia.

Sebagaimana kita ketahui bahwa NU dalam kepemimpinan Gus Yahya Cholil Staquf, NU bukan hanya sebagai identitas. Jauh dari itu organisasi yang mempunyai mandat peradaban. Penulis buku Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama (2020) memiliki gagasan NU mulai berkiprah di dunia internasional. Ide-ide inilah yang kemudian dijadikan sebagai tema besar dalam menyambut satu abad NU “Mandigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkit Baru”.

Poin penting dari usia seratus tahun NU adalah bagaimana NU memaknai resepsi satu abad ini? Apakah sebatas temu kangen para pengurus dengan jamaahnya? Atau ada sesuatu yang ingin dicapai di abad kedua?

Untuk itu kita perlu dengan cermat menyaksikan hiruk-pikuk rangkaian Harlah Satu Abad NU, puncaknya di Stadion Delta Sidoarjo pada 07 Februari 2023. Gus Yahya dalam beberapa wawancara yang dihimpun Jawa Pos menegaskan bahwa acara Satu Abad NU bukan ajang hura-hura, tetapi ingin mengambil berkah. Di sisi lain, dalam mengaplikasikan gagasan merawat jagat dan membangun peradaban dibuktikan dengan perjuangan pendiri, ulama dan kiai-kiai pesantren dalam menjaga keutuhan bangsa.

Sumbangan NU terhadap peradaban cukup besar. Gus Mus, sapaan KH. Ahmad Mustofa Bisri mengajak warga NU memantapkan tekad untuk terus berjuang dalam menegakkan bendera kemasyarakatan dan kemanusiaan. Gus Dur telah mengajarkan warga NU tentang kemanusiaan, saatnya generasi sekarang melanjutkan. Ada dua poin penting pasca resepsi satu abad NU yang patut dilirik kembali.

Pertama, Pendidikan. NU sebagai basis masyarakat pedesaan dan identik dengan orang-orang pesantren sudah jauh-jauh hari menanamkan nilai-nilai Islam Rahmatan Lil ‘Alamin. Pesantren menjadi bagian tak terpisahkan dari NU. Untuk itulah NU di abad kedua mulai merumuskan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Tapi, tidak boleh kehilangan roh atau nilai-nilai pesantren yang sejak lama dipertahankan.

Ahmad Ainun Najib dalam penelitian Konsep Dasar Pendidikan Nahdlatul Ulama KH. Hasyim Asy’ari (2020) mengatakan bahwa  pembaharuan pendidikan ialah sebuah cerminan kemoderenan pesantren dalam upaya membawa warga nahdliyin terhadap cara pandang baru mengenai pendidikan. Lembaga pendidikan Islam ini tidak sekadar berkutat pada tafaqquh fi al-din, tetapi menyentuh ilmu pengetahuan umum seperti keterampilan teknologi misalnya.

Rangkaian Satu Abad NU cukup memuaskan. NU dengan program NU Tech menandakan bahwa ikut merespon perubahan zaman. Hal ini seperti yang dikatakan Erick Thohir, Ketua Steering Committee Harlah Satu Abad NU dan Menteri BUMN di  Jawa Pos (7/2/2023) bahwa digitalisasi mengakibatkan perubahan lanskap lapangan kerja dan pembukaan jenis usaha. Ada beragam lapangan pekerjaan yang hilang dan banyak lapangan kerja baru yang tumbuh. Santri di pondok pesantren perlu dibekali kecakapan digital atau teknologi. Begitu juga warga NU di pedesaan ataupun di perkotaan.

Kedua, Kemandirian Ekonomi. Sebagai ormas yang lahir dengan basis masyarakat pedesaan, NU memiliki jamaah yang masyarakatnya berada di akar rumput, dekat dan bersinggungan langsung dengan kerja-kerja informal, dari pedagang sampai petani. KH. Sahal Mahfudh pernah berkata, pemberdayaan dan dakwah adalah sesuatu yang tidak bisa dibedakan, apalagi dibenturkan satu dengan lainnya. Dua hal ini satu kesatuan, saling berkaitan dalam meningkatkan taraf kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, NU mempunyai modal tersebut.

Kemandirian atau self reliance di mana sering disandingkan dengan pembangunan. Narasi mengenai kemandirian NU berlandaskan pada tiga pilar basis berdirinya NU, yaitu Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Ekonomi), Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Kebangsaan) dan Tashwirul Afkar (Pengembangan Pemikiran). Salah satu kemandirian ekonomi NU bisa dilihat dari gerakan “Koin NU” yang dijadikan program dalam membiayai Muktamar NU. Laziznu misalnya, juga berperan penting dalam mendorong kemandirian dari akar rumput.

Tapi sampai kapan gerakan seperti ini akan bertahan?

Jawabannya adalah abad kedua NU perlu kembali merumuskan kemandirian ekonomi yang tidak hanya fokus pada koin NU dan Laziznu.

***

*)Penulis: Muhammad Nafis S.H,. M.H, Dosen Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA)

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.