TIMES MALANG, MALANG – Kota Malang, dengan segala kemajuan infrastrukturnya, kini tengah mengalami transformasi dalam hal penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Seiring dengan berkembangnya kesadaran masyarakat dan dukungan dari pemerintah daerah, layanan kesehatan jiwa di kota ini telah mengalami perbaikan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini dapat dilihat dari penurunan angka ODGJ di Kota Malang, dari 1.133 menjadi 1.998 orang di tahun 2024. Angka ini sangat mendukung, bagaimana pemerintah Kota Malang melalui Dinkes terus melakukan pemantauan dan penanganan yang signifikan terhadap Isu ODGJ yang berkembang.
Rumah sakit, pusat rehabilitasi, serta organisasi non-pemerintah kini semakin terbuka untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap kebutuhan ODGJ. Bukan hanya dalam aspek medis, tetapi juga aspek sosial dan psikologis.
Meski demikian, ada tantangan besar yang harus dihadapi untuk mengembangkan layanan ini lebih jauh dan menciptakan ekosistem yang benar-benar inklusif bagi ODGJ di Kota Malang.
Salah satu aspek penting yang perlu dikembangkan adalah pendekatan layanan yang lebih terintegrasi antara sektor kesehatan, sosial, dan pendidikan. Meskipun layanan medis untuk ODGJ di Malang telah membaik, sering kali masih ada kesenjangan antara penanganan medis dan dukungan sosial pasca-perawatan.
Banyak ODGJ yang sudah mendapatkan perawatan di rumah sakit atau panti rehabilitasi, namun mereka sering kali kembali ke masyarakat tanpa dukungan yang memadai untuk reintegrasi sosial. Di sinilah pentingnya kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, lembaga sosial, dan sektor swasta untuk menciptakan program-program yang memfasilitasi transisi ODGJ kembali ke masyarakat, seperti pelatihan keterampilan, dukungan psikososial, dan pemberdayaan ekonomi.
Pengembangan selanjutnya yang sangat dibutuhkan adalah pendekatan berbasis komunitas. Kota Malang memiliki banyak potensi untuk mengembangkan program-program pemberdayaan masyarakat yang tidak hanya menargetkan ODGJ sebagai penerima bantuan, tetapi juga melibatkan masyarakat umum dalam menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan suportif.
Misalnya, dengan melibatkan sekolah, tempat kerja, dan lingkungan sekitar dalam memberikan edukasi mengenai gangguan jiwa, masyarakat dapat mengurangi stigma negatif dan lebih mudah menerima ODGJ dalam kehidupan sehari-hari.
Program penyuluhan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari pelajar hingga tokoh masyarakat, dapat menjadi langkah awal yang penting dalam menciptakan perubahan mentalitas kolektif terhadap ODGJ.
Selain itu, pengembangan layanan kesehatan jiwa di Kota Malang harus mencakup perluasan aksesibilitas ke layanan kesehatan mental di tingkat kelurahan dan desa. Banyak ODGJ yang tinggal di daerah pinggiran kota atau di wilayah dengan akses terbatas ke fasilitas kesehatan yang memadai.
Membangun pusat-pusat kesehatan jiwa berbasis komunitas di berbagai wilayah ini akan memudahkan masyarakat yang membutuhkan perawatan atau konsultasi psikologis tanpa harus pergi jauh ke pusat kota.
Pusat-pusat ini juga dapat berfungsi sebagai tempat untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan mental dan memberikan ruang bagi ODGJ untuk berinteraksi dengan lingkungan mereka dalam konteks yang lebih positif.
Selain perluasan layanan, teknologi juga dapat menjadi alat yang sangat berharga dalam pengembangan layanan ODGJ ke depan. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi digital, layanan kesehatan mental berbasis aplikasi, telemedicine, atau platform online dapat menjadi alternatif yang efektif untuk menjangkau ODGJ, terutama bagi mereka yang kesulitan mengakses layanan tatap muka.
Aplikasi kesehatan mental yang menawarkan konseling jarak jauh, informasi mengenai gangguan jiwa, serta jaringan dukungan dapat membantu mengurangi hambatan geografis, sosial, dan ekonomi yang sering menghalangi akses ODGJ terhadap perawatan yang mereka butuhkan.
Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta dan lembaga pendidikan untuk menciptakan model-model pelatihan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan mental yang lebih spesifik untuk menangani ODGJ juga sangat penting. Ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas layanan yang ada, tetapi juga memastikan bahwa para profesional di lapangan memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai dinamika sosial dan psikologis ODGJ.
Pelatihan-pelatihan ini dapat mencakup teknik-teknik terbaru dalam terapi psikososial, serta keterampilan dalam menghadapi dan mengurangi stigma yang sering kali dihadapi oleh ODGJ dalam proses perawatan mereka.
Di sisi lain, penting juga untuk mengembangkan sistem pelaporan dan evaluasi yang efektif agar pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat memantau perkembangan penanganan ODGJ di Kota Malang. Dengan adanya sistem evaluasi yang baik, kita dapat mengetahui apakah upaya yang dilakukan sudah memberikan dampak yang positif terhadap kualitas hidup ODGJ, serta mengidentifikasi area yang masih membutuhkan perbaikan.
Pengumpulan data yang lebih komprehensif tentang ODGJ di Malang, baik dari segi jumlah, kondisi kesehatan, maupun faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi mereka, juga sangat penting dalam merumuskan kebijakan dan program yang lebih tepat sasaran.
Ke depan, Kota Malang bisa menjadi contoh bagi kota-kota lainnya di Indonesia dalam mengelola isu ODGJ secara lebih holistik dan inklusif. Dengan mengembangkan pendekatan yang lebih terintegrasi, berbasis komunitas, dan memanfaatkan teknologi, Malang dapat menjadi pionir dalam menciptakan sistem perawatan yang tidak hanya fokus pada aspek medis, tetapi juga pada pemulihan sosial dan pemberdayaan ODGJ.
Pengembangan ini tentu akan membawa manfaat jangka panjang, baik bagi ODGJ itu sendiri maupun bagi masyarakat secara keseluruhan. Menciptakan kota yang lebih peduli atas sesama dan menjadi satu untuk kebaikan.
***
*) Oleh : dr. Rully Suwartiningsih, S.Ked., MM., Pelaksana Pengelola Program Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |