https://malang.times.co.id/
Pendidikan

Bahlil Usul Pilkada Tak Langsung, Rektor Paramadina Ingatkan Bahaya Manipulasi AI

Selasa, 23 Desember 2025 - 12:16
Bahlil Usul Pilkada Tak Langsung, Rektor Paramadina Ingatkan Bahaya Manipulasi AI Prof. Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina.

TIMES MALANG, JAKARTABahlil Lahadalia, Ketua Umum Partai Golkar mengusulkan agar pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak lagi dilaksanakan secara langsung. Usulan tersebut disampaikan Bahlil dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar I Tahun 2025, Sabtu (22/12/2025), dengan alasan biaya politik yang dinilai terlalu mahal dan sarat komplikasi.

Menanggapi hal tersebut, Prof. Didik J. Rachbini, Rektor Universitas Paramadina menilai persoalan demokrasi saat ini bukan sekadar soal biaya, tetapi juga ancaman serius dari manipulasi teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI), buzzer, dan bot.

Prof. Didik menyampaikan bahwa usulan pilkada tidak langsung bukan hal baru. Bahkan, Presiden Prabowo Subianto telah lebih dulu mengemukakan gagasan serupa dalam pidatonya pada puncak perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul, 12 Desember 2024. 

Presiden menilai biaya politik pilkada langsung terlalu besar dan memicu banyak komplikasi sosial.

“Presiden mencontohkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan India yang hanya memilih anggota legislatif, lalu kepala daerah dipilih oleh DPRD,” ujar Didik dalam rilis pendapatnya, Selasa (23/12/2025).

Menurut Didik, baik pemilihan langsung maupun tidak langsung sama-sama menyimpan persoalan. Jika pilkada dikembalikan sepenuhnya ke DPRD, risiko pembajakan demokrasi oleh elite politik juga terbuka lebar, sebagaimana yang pernah terjadi pada era Orde Baru.

Ia menyoroti fenomena baru dalam dua dekade terakhir demokrasi Indonesia, yakni masuknya teknologi digital dan AI yang masif dalam proses politik. 

Didik menyebut keterlibatan buzzer, bot, dan mesin AI sebagai “alien” yang merusak substansi demokrasi.

“Pemilihan langsung memang menjunjung prinsip one man one vote, tetapi dalam praktiknya suara rakyat sering dieksploitasi oleh elite yang menguasai uang dan teknologi,” tegasnya.

Menurut Didik, kehadiran AI dan mesin manipulatif telah menggeser dialog demokrasi menjadi sekadar “blasting” informasi yang sarat provokasi. Akibatnya, pemimpin yang lahir dari proses tersebut lebih menonjolkan pencitraan ketimbang wajah dan kapasitas asli.

Ia menilai kondisi ini menjadi cacat mendasar demokrasi modern. Demokrasi yang seharusnya berakar pada kehendak bebas manusia justru didominasi oleh mesin dan narasi buatan yang tidak memiliki fondasi moral.

Didik juga mengkritik belum siapnya pemerintah dalam mengatur relasi antara kebebasan berekspresi dan masuknya AI dalam ruang publik. 

Ia menyebut Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) masih gagap menghadapi kompleksitas persoalan tersebut.

“Manusia memiliki hak berbicara yang dijamin konstitusi, tetapi AI, bot, dan buzzer tidak memiliki hak moral dalam demokrasi karena tidak berdialog, melainkan memanipulasi,” katanya.

Meski demikian, Didik menegaskan bahwa solusi atas krisis demokrasi tidak bisa dengan cara mundur sepenuhnya ke sistem pemilihan tidak langsung ala Orde Baru. 

Menurutnya, demokrasi elit tertutup justru berpotensi melahirkan otoritarianisme baru.

Sebagai jalan tengah, Didik mengusulkan model inovasi politik berbasis metode campuran (mixed method). Dalam skema ini, pilkada tidak dilakukan secara langsung oleh rakyat, tetapi kepala daerah dipilih oleh DPRD. Namun, calon kepala daerah tidak ditentukan oleh elite partai.

“Calon gubernur dan bupati/wali kota berasal dari unsur pilihan masyarakat, yakni tiga anggota DPRD dengan perolehan suara terbanyak di daerah tersebut,” jelasnya.

Ia menilai model tersebut dapat mengurangi biaya politik, menekan manipulasi AI, sekaligus mencegah dominasi elite partai dalam menentukan pemimpin daerah.

Didik menegaskan, demokrasi Indonesia membutuhkan inovasi yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa mengorbankan prinsip kedaulatan rakyat. 

“Yang dibutuhkan bukan kemunduran demokrasi, tetapi pembaruan yang lebih adil, manusiawi, dan bermoral,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.