TIMES MALANG, MALANG – Pakar Komunikasi UB (Universitas Brawijaya) Rachmat Kriyantono S.Sos MSi PhD menekankan konsep Lita’arofu pada momentum perayaan Imlek 2021 ini.
Lita’arofu merupakan konsep ajaran Islam yang bermakna saling mengenal. Lita'arofu adalah penggalan ayat 13 surat al-Hujurat Al Qur'an.
Menurutnya, perbedaan adalah Sunnatullah. Termasuk berbeda budaya, agama, bahasa, etnis, dan golongan. Sebab itu umat diminta untuk saling mengerti dan mengenal satu sama lain.
"Lita'arofu bermakna manusia adalah makhluk sosial, yang baru bisa hidup sebagai manusia jika berinteraksi sosial dengan manusia lainnya. Lita'arofu adalah perekat interaksi sosial," ujar Rachmat.
Lita'arofu merupakan konsep dasar komunikasi multikultural yang ditawarkan Islam baik terhadap sesama umat Islam dengan tradisi beragama berbeda-beda maupun dengan pemeluk agama lain.
"Konsep ini (konsep dasar komunikasi multikultural Islam) yang menjadi dasar Presiden Gus Dur membolehkan perayaan Imlek sebagai hari libur, yakni lita'aruf terhadap hak asasi manusia untuk berbeda dalam keyakinan agama dan budaya," katanya.
Soal perbedaan budaya sebagai manusia tidak bisa dilepas dari interaksi sosial. Interaksi sosial ini akan menghasilkan budaya atau kebiasaan berperilaku.
"Maka dalam beribadah dalam berbagai agama budaya juga hadir karena beribadah juga bagian dari interaksi sosial (hablumminannas). Nabi SAW bersabda addin al mu'amalah dan oleh Prof Qurays Shihab diartikan agama adalah interaksi," bebernya.
Ia menjelaskan manusia hidup tanpa budaya adalah kemustahilan. Budaya ini yang mengasah sifat kemanusiaan yang pada akhirnya budaya adalah instrumen beragama, bukan agama itu sendiri.
"Bagaikan musik, instrumen ini harus dipilih yang selaras agar menghasilkan lagu yang harmoni. Dalam konteks menjalankan ibadah Islam, budaya pun harus selaras dengan syariat tuntunan Islam agar tidak menyesatkan," tegasnya.
Pria yang memperoleh gelar PhD dari School of Communication ECU Australia itu menambahkan, Islam mempunyai misi Rahmatan Lil 'alamin. Islam mempunyai penghargaan yang tinggi terhadap tradisi masyarakat. Selama tradisi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
"Karena Islam sebagai agama universal yang dakwahnya menyentuh masyarakat dunia tanpa kecuali, sehingga akulturasi secara bertahap merupakan kelogisan. Seperti sudah dibuktikan para Walisongo," ungkapnya.
Pakar Komunikasi UB itu berharap semua pihak tetap menjunjung tinggi spirit gotong royong dalam perbedaan. Momentum Imlek 2021 ini dapat dijadikan ajang introspeksi vertikal. "Alhamdulillah Bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam cukup toleran dan mampu menerima keberagaman untuk saling kenal-mengenal sebagaimana konsep lita'arofu dalam ajaran Islam," pungkasnya. (*)
Pewarta | : Mohammad Naufal Ardiansyah |
Editor | : Irfan Anshori |