TIMES MALANG, MALANG – Universitas Negeri Malang (UM Malang) membuat sebuah inovasi dengan mengubah air hujan menjadi air minum layak konsumsi. Inovasi ini berangkat dari rasa keprihatinan, dimana setiap tahun, jutaan liter air hujan terbuang begitu saja di berbagai sudut kota. Menggenang, mengalir ke selokan, atau sekadar menghilang tanpa dimanfaatkan.
Padahal, di sisi lain, kebutuhan masyarakat akan air bersih terus meningkat seiring tekanan terhadap sumber daya air tanah dan pasokan dari PDAM. Hal inilah yang mendorong UM menghadirkan terobosan baru bernama AirUM, sebuah produk air minum dalam kemasan yang berasal dari air hujan hasil olahan.
Inovasi ini berhasil menjawab tantangan lingkungan sekaligus menjadi bentuk nyata kontribusi UM terhadap target Sustainable Development Goals (SDGs), terutama poin ke-6 yang berfokus pada akses air bersih dan sanitasi.
Berbasis teknologi filtrasi dan sterilisasi canggih, UM mengolah air hujan melalui dua tahap utama: penyaringan dan pengemasan. Proses awal melibatkan penyaringan berlapis untuk menghilangkan partikel fisik, kemudian dilanjutkan dengan sterilisasi menggunakan sinar ultraviolet (UV) untuk memastikan air aman dikonsumsi tanpa mengubah kandungan kimianya.
“AIR UM bukan air mineral, tetapi air murni dengan kandungan mineral sangat rendah. Ini cocok bagi konsumen yang sensitif terhadap unsur mineral tertentu,” ujar Kepala Subdirektorat Sarana Prasarana UM, Faul Hidayatunnafiq, S.Kom.
Keunggulan AirUM terletak pada rendahnya kadar Total Dissolved Solids (TDS) dan kestabilan pH yang dijaga menggunakan teknologi pH booster. Karakteristik ini menjadikan AirUM sebagai pilihan air minum yang lebih sehat, khususnya bagi mereka yang membutuhkan konsumsi air rendah mineral.
Tak hanya fokus pada konsumsi, UM juga menerapkan pendekatan holistik terhadap pengelolaan air hujan. Sebagian air yang ditampung digunakan untuk kebutuhan sanitasi seperti pembilasan toilet. Langkah ini efektif mengurangi ketergantungan pada air tanah sekaligus menekan biaya operasional kampus.
“Dengan teknologi ini, UM mampu memproduksi air minum secara mandiri. Dulu kami bergantung pada pihak ketiga, kini semua dikelola sendiri,” jelas Faul.
Dia optimistis bahwa dalam beberapa tahun mendatang, investasi alat produksi AirUM akan mencapai Break Even Point (BEP). Ke depan, UM tak hanya menargetkan AirUM untuk kebutuhan internal kampus. Produk ini juga disiapkan untuk distribusi yang lebih luas ke masyarakat.
Harapannya, AirUM dapat menjadi bagian dari gaya hidup sehat sekaligus simbol komitmen terhadap kampus hijau dan berkelanjutan.
“Kami ingin AirUM menjadi bagian dari gaya hidup sehat dan berkelanjutan, serta bukti nyata kontribusi UM dalam membangun kampus berdampak,” pungkas Faul. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |