https://malang.times.co.id/
Berita

Tiga Tahun Tragedi Kanjuruhan, Pak Midun: Saatnya Ungkap Kesalahan Besar

Rabu, 01 Oktober 2025 - 16:10
Tiga Tahun Tragedi Kanjuruhan, Pak Midun: Saatnya Ungkap Kesalahan Besar Tangis Pak Midun pecah, saat tiba di Jakarta demi mencari keadilan Tragedi Kanjuruhan. (Foto: Dok. TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Tiga tahun sudah Tragedi Kanjuruhan berlalu, namun suara tuntutan keadilan tidak pernah benar-benar padam. Salah satu yang terus menyuarakan ingatan publik adalah Miftahudin Ramli (55), atau akrab disapa Pak Midun.

Midun bukan korban langsung tragedi yang merenggut 135 lebih nyawa pada 1 Oktober 2022. Ia juga bukan keluarga korban. Namun, bagi Aremania, namanya identik dengan perjuangan moral pasca tragedi.

Dikenal sebagai Aremania senior, Midun memilih jalan sunyi, bersepeda dari Malang ke Jakarta dalam ekspedisi Ladub Berkendara Menolak Lupa. Dalam perjalanan itu, ia menyusuri stadion-stadion di jalur Pantura, menyapa komunitas suporter dan mengingatkan publik bahwa tragedi Kanjuruhan belum selesai.

Keadilan Bias

Bagi Midun, tiga tahun berlalu tidak cukup untuk menutup luka. Ia menilai keadilan yang dijanjikan sejak awal masih belum sepenuhnya terwujud atau bias.

“Untuk keadilan belum didapat. Malang secara umum masih ada yang memperjuangkan, karena tiga tahun belum dapat keadilan. Satu orang pun belum berani mengatakan bahwa kasus ini tuntas. Perjuangan tidak boleh berhenti,” ujar Midun, Rabu (1/10/2025).

Midun menilai, semangat masyarakat di awal pasca tragedi, terutama hingga 40 hari pertama, sebenarnya kuat untuk menuntut proses hukum yang adil. Namun, seiring waktu, ia melihat semangat itu perlahan memudar.

Sebab, kata Midun, kecurigaan satu sama lain, mudah dibenturkan. Sehingga, sebuah kesalahan besar yang harusnya terungkap, hilang secara perlahan.

“Akhirnya kecurigaan itu menutupi kesalahan besar, jadi melupakannya. Semua orang tidak lepas dari kesalahan, tapi ada kesalahan besar yang sejak awal memang sudah berupaya ditenggelamkan,” ungkapnya.

Doa dan Refleksi Sunyi

Di tengah berbagai agenda doa bersama dan peringatan resmi, Midun memilih berdoa secara pribadi. Ia menyebut perbedaan sikap di kalangan suporter dan klub seringkali melahirkan bias dan saling tuduh.

“Ada doa bersama, tapi akhirnya saling tuduh. Saya berdoa sendiri di lingkungan saya. InsyaAllah ada momen, persiapan harus matang, apapun harus siap,” tuturnya.

Meski kondisi fisiknya kini belum seratus persen fit, ia tidak menutup kemungkinan kembali melakukan perjalanan dengan sepeda sebagai bentuk pengingat. Baginya, menjaga ingatan atas Kanjuruhan lebih penting daripada sekadar memperingati tanggal.

“Sekarang kalau orang mengetik ‘Kanjuruhan’, yang keluar pasti tragedi. Saya ingin sejarah Kanjuruhan dipulihkan. Tidak harus tanggal 1 Oktober, setiap saat bisa, agar orang tidak lupa dan semangat itu tidak padam,” tegasnya.

Menolak Lupa

Tragedi Kanjuruhan tidak hanya menjadi duka bagi keluarga korban, tetapi juga menjadi sejarah kelam sepak bola Indonesia. Bagi Midun, tanggung jawab moral Aremania adalah memastikan ingatan itu tidak pudar dan perjuangan menuntut keadilan tidak berhenti di tengah jalan.

“Kalau saya, perjuangan harus terus. Keberhasilan kan Allah yang menentukan,” ujarnya. (*)

Pewarta : Rizky Kurniawan Pratama
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.