https://malang.times.co.id/
Berita

Topeng Menak: Jejak Panjang dari Persia Hingga Menjadi Warisan Budaya Malang

Minggu, 10 Agustus 2025 - 14:10
Topeng Menak: Jejak Panjang dari Persia Hingga Menjadi Warisan Budaya Malang Ketua Lesbumi PBNU, KH M Jadul Maula saat menceritakan kisah menak dalam acara Burak Bawana Menak di Kota Malang, Sabtu (9/8/2025). (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Malam di Pesantren Budaya Karanggenting, Kota Malang, Sabtu (9/8/2025), menjadi saksi digelarnya acara Burak Bawana Menak oleh Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Kota Malang. Acara tersebut dihadiri langsung oleh Ketua Lesbumi PBNU, KH. M. Jadul Maula, yang mengupas panjang lebar sejarah Topeng Menak, seni pertunjukan yang kini kembali dihidupkan.

KH Jadul membuka penjelasannya dengan memaknai nama acara tersebut. “Burak Bawana Menak ini artinya, Burak itu menggugah lagi ya membangkitkan lagi, menggugah. Bawana ini artinya dunia, dan menak itu kisah menak ya cerita menak dalam konteks ini adalah topeng menak,” ujarnya di hadapan para hadirin.

KH Jadul menceritakan, kisah Menak berasal dari legenda Amir Hamzah, paman Nabi Muhammad SAW, yang terkenal pada masa pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasid. Cerita ini tidak hanya berisi kisah kepahlawanan, tetapi juga sarat nilai moral dan strategi perjuangan.

Dari Timur Tengah, kisah tersebut masuk ke wilayah Melayu dan diterjemahkan menjadi Hikayat Amir Hamzah. Proses ini terjadi pada masa jatuhnya Kesultanan Malaka ke tangan Portugis sekitar tahun 1511, sebuah periode penuh kegoncangan di Nusantara yang menandai awal kolonialisme Barat.

Ketua-Lesbumi-PBNU-b.jpg

"Jadi ada kegoncangan di wilayah Nusantara karena itu menandai satu era ketika nanti kolonialisme mulai masuk ke wilayah Nusantara," jelasnya.

Hikayat Amir Hamzah kemudian diadaptasi oleh para Wali Songo, terutama Sunan Giri, menjadi Serat Menak. Sunan Giri, tokoh penting penyebaran Islam di Jawa, memadukan dakwah dengan seni pertunjukan.

Selain menggarap kisah Menak, Sunan Giri juga dikenal sebagai penggagas pementasan kisah Panji melalui Wayang Gedog. Dalam konteks ini, tiga kisah besar. Yakni Mahabharata, Panji, dan Menak, digabungkan menjadi satu paket narasi yang memadukan cerita kepahlawanan, romansa, politik, dan strategi peradaban.

Perubahan besar itu mendorong para ulama untuk mengambil langkah strategis. “Para ulama, para awliya kemudian membangun strategi kebudayaan membangun narasi peradaban. Memberi semangat untuk mempertahankan kedaulatan. Salah satunya dengan mengadaptasi kisah-kisah menjadi hikayat Amir Hamzah,” ungkapnya.

Sunan Giri tidak hanya memodifikasi kisah menak, tetapi juga berperan memperluas jangkauan dakwah Islam lewat seni. “Sunan Giri merancang bagaimana dakwah Islam itu berkaitan dengan satu wawasan peradaban yang luas. Juga dikenal yang menampilkan mempopulerkan kisah Panji ke dalam wayang gedok,” kata Jadul.

Kisah-kisah ini, Mahabharata, Panji, dan Menak, membentuk satu kesatuan narasi yang saling menguatkan. “Kalau disusun di sebuah pohon, jadi kalau akarnya itu kisah Panji, lalu batang cabang itu lalu antara kisah menak dan kisah Mahabharata. Jadi bisa gabung nanti,” tambahnya.

Kisah Menak awalnya dipentaskan dalam bentuk wayang golek di beberapa daerah. Seperti di Mataram dan Yogyakarta, pada masa HB IX, muncul pertunjukan Joget Golek Menak, tarian Menak tanpa boneka wayang, dimainkan langsung oleh penari.

Namun di Malang, adaptasinya berkembang unik. Masyarakat menggabungkan topeng Panji dengan kisah Menak, melahirkan bentuk seni baru yang dikenal sebagai Topeng Menak.

“Di Malang ini muncul Topeng menak. Ini satu kreativitas ya, hibriditas ya, campur. Nah topeng sendiri dulunya itu dipopulerkan untuk menarikan Panji kemudian jadi menak,” katanya

Istilah “Menak” sendiri di Nusantara adalah gelar kebangsawanan, dikenal di berbagai daerah seperti Sunda, Palembang, hingga Banyuwangi. Misalnya tokoh legendaris Prabu Menak Jinggo. Proses adaptasi kisah Amir Hamzah menjadi kisah Menak di Jawa disebut Jadul sebagai perbumisasian. Yaitu penyesuaian cerita asing agar sesuai dengan konteks budaya lokal.

Melalui proses ini, kisah Menak tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi alat pendidikan budaya dan agama. Nilai-nilai kepahlawanan, kesetiaan, kebijaksanaan, dan keberanian yang terkandung di dalamnya terus diwariskan kepada masyarakat.

Bagi Jadul, Topeng Menak bukan sekadar peninggalan masa lalu. Ia adalah bukti kecerdasan para ulama Nusantara dalam meramu dakwah, seni, dan strategi peradaban.

“Intinya ini bagian dari strategi dakwah membangun peradaban supaya bangsa Indonesia itu punya wawasan yang luas tapi punya akar sejarah, akar tradisi,” tegasnya.

Dengan program Burak Bawana Menak yang diinisiasi Lesbumi Kota Malang, diharapkan kesenian ini bisa kembali populer, tidak hanya di kalangan budayawan, tetapi juga generasi muda. Upaya ini juga menjadi langkah awal untuk mengusulkan Topeng Menak sebagai Warisan Budaya Takbenda Nasional. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.