TIMES MALANG, MALANG – Matahari baru saja naik setinggi pucuk pohon, namun suasana di titik kumpul Footish Malang pada Minggu, (10/8/2025) yaitu Kozi Coffee Malang, sudah ramai dipenuhi oleh gelak tawa, obrolan ringan, dan derap langkah yang tak sabar menapaki rute 10.000 langkah pagi itu.
Dari pelajar, pekerja, hingga para orang tua, semua tampak siap dengan atribut olahraga lengkapnya serta tali sepatu yang terikat kencang. Semangat mereka membara meski hari itu adalah akhir pekan. Ada yang datang bersama keluarga, ada pula yang menggandeng temannya.
Sementara itu, beberapa peserta pemilih datang sendirian, bukan karena enggan mengajak teman, tetapi justru karena yakin akan bertemu dengan teman-teman baru selama perjalanan nantinya.
Peserta Footish tampak memadati area titik kumpul di Kozi Coffee Malang, Jl. Bandung. (FOTO: Tasya Luthfiany Widyadhana/TIMES Indonesia)
Kegiatan pagi itu dimulai dengan pembagian peserta menjadi dua kelompok karena jumlah yang hadir cukup banyak, sekitar 200 orang. Satu kelompok diarahkan berjalan ke arah barat, sementara satu kelompok lainnya menuju ke arah timur.
Sebelum berangkat, para operator Footish juga turut memberikan arahan singkat mengenai etika yang perlu diterapkan selama perjalanan, mulai dari saling menjaga keamanan diri sendiri dan rekan sekitarnya, bersikap sopan terhadap warga sekitar, hingga menyesuaikan kecepatan langkah dengan orang di depan agar tidak terpisah. Aturan sederhana ini diterapkan demi menjaga keselamatan peserta sekaligus menghormati lingkungan sekitar.
Acha, salah satu peserta yang sudah empat kali mengikuti kegiatan ini, tampak semangat dalam melangkah. “Aku terkadang malas untuk keluar jalan kaki sendirian, apalagi kalau tujuannya belum jelasnya,” ujarnya sambil tersenyum.
“Tapi kalau di Footish, rasanya menyenangkan. Jalan ramai-ramai dan merasa lebih aman karena ada yg mendampingi. terlebih bisa kenal orang-orang baru,” imbuhnya.
Bagi Acha, target 10.000 langkah yang menjadi ciri khas Footish bukanlah beban. Kuncinya adalah jangan terlalu sering melihat jam atau aplikasi pelacak aktivitas selama perjalanan. “Badan jadi terasa lebih ringan, apalagi kalau sambil ngobrol. Tahu-tahu sudah sampai finish,” tambahnya.
Selain mengikuti Footish, ia pun membiasakan diri untuk berjalan 5.000-10.000 langkah setidaknya seminggu sekali.
Senada dengan Acha, Saqila, peserta pendatang yang baru pindah dari Kalimantan, merasakan manfaat sosial yang begitu kental di Footish. Baru tiga kali bergabung, ia sudah merasakan hangatnya kebersamaan di tengah keramaian. “Awalnya saya tahu adanya Footish dari beranda media sosial, dan ternyata seramai itu pesertanya. Sebagai pendatang baru, saya senang sekali bisa bertemu banyak teman baru,” ungkapnya dengan penuh semangat.
Bagi Saqila, Footish bukan sekadar jalan kaki, melainkan ruang untuk membangun jaringan pertemanan dan solidaritas. Ia berharap manajemen komunitas ini semakin lebih baik mengingat jumlah pesertanya yang terus bertambah. “Komunitas Footish ini cukup besar dan banyak pesertanya, saya yakin kegiatan ini bisa terus berlanjut,” tuturnya.
Peserta lainnya, Hisam, mengaku kegiatan Footish terasa sangat seru karena selain berjalan kaki, ia juga bisa bercengkrama dengan teman-teman baru. Bagian paling berkesan baginya adalah saat menyusuri jalur tak terduga, seperti melewati bawah jembatan, tepi sungai, pasar, hingga area perkebunan. Ia pun menyadari bahwa berjalan di jalan raya bisa berisiko, namun bersama komunitas Footish, rasanya jauh lebih aman.
Keseruan menyusuri jalan di perkampungan bersama komunitas Footish. (FOTO: Tasya Luthfiany Widyadhana/TIMES Indonesia)
Sementara itu, Ninta juga menambahkan bahwa menjelajahi tempat-tempat yang jarang dilewati kendaraan memberi sensasi tersendiri, layaknya sedang berwisata berjalan kaki. “Satu langkah, dua manfaat: badan sehat, hati bahagia,” ujarnya sambil tersenyum lebar.
Bagi banyak orang, kegiatan ini bukan hanya tentang angka langkah di aplikasi pelacakan aktivitas, tetapi juga tentang cerita, tawa, pengalaman, dan rasa kebersamaan yang sulit didapat dari sekadar berolahraga sendirian. (*)
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |