TIMES MALANG, MALANG – Universitas Brawijaya (UB) kembali menerima rombongan mahasiswa dari Swinburne University of Technology, Australia, dalam program business immersion yang kini memasuki tahun kedua. Program kolaboratif tersebut menjadi bagian dari mata kuliah khusus di Swinburne yang mengharuskan mahasiswa terjun langsung menganalisis studi kasus bisnis di berbagai negara.
Direktur Direktorat Inovasi dan Kawasan Sains & Teknologi (DIKST) UB, Mohammad Iqbal, S.Sos., MIB., DBA., menjelaskan bahwa program ini berlangsung melalui kerja sama UB dan Swinburne yang telah berjalan secara konsisten.
“Ini adalah program kerja sama antara Universitas Brawijaya dengan Swinburne University of Technology yang menginjak tahun kedua tentang business immersion atau business consulting project,” ujarnya dalam kegiatan UB Innovation Case di lantai 6 Gedung Rektorat UB, Jumat (5/12/2025).
Menurut Iqbal, Indonesia, khususnya UB Malang, dipilih sebagai lokasi pelaksanaan karena kedua institusi telah memiliki hubungan kemitraan yang kuat. Program tersebut juga mendapat dukungan pendanaan dari pemerintah Australia melalui New Colombo Plan.
“Mahasiswa Swinburne mendapatkan pengalaman secara langsung untuk menyelesaikan permasalahan atau studi kasus bisnis,” jelasnya.
Iqbal menerangkan bahwa DIKST UB menyiapkan sejumlah persoalan bisnis yang kemudian dijadikan bahan analisis oleh mahasiswa Swinburne. Mereka diminta berperan sebagai konsultan yang menilai potensi produk inovasi UB memasuki pasar Australia.
“Orientasinya adalah bagaimana caranya supaya produk-produk hasil inovasi kita itu bisa mereka analisis untuk kesesuaian di pasar Australia,” jelasnya.
Salah satu studi kasus yang digunakan tahun ini adalah produk madu inovasi para dosen dan peneliti UB. Mahasiswa diminta mengkaji peluang penetrasi produk tersebut di pasar Australia serta memberikan rekomendasi strategis.
Program business immersion ini, kata Iqbal, menjadi instrumen penting dalam memberikan perspektif global kepada mahasiswa Swinburne.
“Ini adalah mata kuliah yang didesain agar mahasiswanya punya perspektif global. Jadi tidak hanya dalam perspektif domestik di Australia, tetapi setidaknya mengenal negara lain,” ujarnya.
Tahun ini, sebanyak 13 mahasiswa Swinburne datang ke UB, didampingi dua dosen, termasuk satu profesor. Mereka dibagi dalam dua kelompok dan tinggal di Malang selama satu minggu untuk menyelesaikan rangkaian tugas studi kasus.
Iqbal menyampaikan bahwa keberhasilan penyelenggaraan di dua tahun pertama mendorong Swinburne untuk memperpanjang durasi program.
“Karena ini sudah menginjak kepada successful completion sampai tahun kedua, mereka minta supaya waktunya ditambah. Tahun depan kemungkinan akan kita tambah menjadi satu bulan,” tuturnya.
Menurutnya, mahasiswa Swinburne memberikan kesan yang baik terhadap Kota Malang dan UB. Hal tersebut membuka peluang UB menarik lebih banyak mahasiswa asing yang ingin mempelajari bisnis dan ilmu pengetahuan di konteks negara tropis serta negara berkembang.
“Mereka berniat menambah programnya jadi satu bulan nanti di tahun 2026 dan 2027,” ungkapnya.
Iqbal menambahkan bahwa UB juga tengah menginisiasi peluang kolaborasi serupa dengan universitas internasional lainnya. Namun hingga saat ini, Swinburne tetap menjadi mitra reguler yang telah menunjukkan komitmen jangka panjang terhadap program tersebut. (*)
| Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
| Editor | : Imadudin Muhammad |