TIMES MALANG, MALANG – Aspirasi petani penggarap lahan tanah eks perkebunan Kalibakar, Dampit, menjadi atensi serius Komisi I DPRD Kabupaten Malang.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Malang, Amarta Faza menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk memediasi konflik masyarakat desa penggarap eks perkebunan Kalibakar dan PTPN XII, selaku pihak pemegang Hak Guna Usaha (HGU) tanah negara eks perkebunan Kalibakar tersebut.
"Kami siap mendampingi terkait konflik lahan eks perkebunan Kalibakar. Langkah yang dapat dilakukan, memfasilitasi dialog antara masyarakat, PTPN XII, dan pemerintah daerah. Termasuk mengadakan rapat dengar pendapat, melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait," jelas Amarta Faza, usai mengikuti pertemuan dengan perwakilan Serikat Petani Kalibakar, Senin (30/12/2024) petang.
Seperti diketahui, ribuan perwakilan petani penggarap eks perkebunan Kalibakar melakukan aksi demo, menolak segala proses pemberlakuan Hak Pengelolaan (HPL) atau bentuk lain. Sebaliknya, mereka menuntut realisasi redistribusi tanah kepada petani penggarap untuk kepemilikian individu ataupun kolektif atas tanah di lahan tersebut.
Terkait penghapusan sistem Hak Pengelolaan Lahan ini, kata Faza, telah diatur oleh undang-undang nasional, termasuk UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dan PP Nomor 18 Tahun 2021, yang mengatur tentang Hak pengelolaan, Hak atas tanah, Satuan rumah susun, dan Pendaftaran tanah.
"Keputusan penghapusan HPL berada pada kewenangan pemerintah pusat atau badan hukum yang memegang hak tersebut. Atas tuntutan penghapusan atau penolakan HPL tersebut, dan redistribusi kepemilikan hak atas tanah (SHM), DPRD tidak punya kewenangan yudisial ataupun administratif," jelasnya.
Faza menandaskan, kebijakan soal HPL ataupun kepemilikan SHM ini memerlukan Keputusan Pemerintah Pusat.
"Penghapusan HPL harus diusulkan oleh pemegang HPL atau pemerintah daerah kepada kementerian terkait, biasanya Kementerian ATR/BPN). Proses redistribusi tanah harus dilakukan sesuai prosedur reforma agraria yang diatur dalam perundang-undangan," terang anggota dewan yang juga Ketua Fraksi NasDem ini.
Meski DPRD Kabupaten Malang tidak dapat langsung memutuskan penghapusan HPL atau pu redistribusi SHM, kata Faza, tetap dapat berperan signifikan melalui advokasi, mediasi dan fasilitasi lain atas penyaluran aspirasi dan langkah masayarakat petani Kalibakar tersebut.
Dalam pertemuan mediasi dengan perwakilan petani penggarap lahan Kalibakar ini, juga dihadiri Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Malang, Rachmat Supriady bersama jajaran.
Perwakilan Serikat Petani Kalibakar, Dwi Putranda menerangkan, penolakan HPL oleh petani Kalibakar sendiri, bermuka ada pihak yang mengklaim dan melakukan upaya, bahwa penyelesaian konflik agraria di tanah negara eks Perkebunan Kalibakar tersebut melalui skema HPL.
Jika skema ini diberlakukan, maka kemudian petani menjadi penerima izin dari pemegang HPL tersebut, yakni PTPN XII.
Pada tiap tahapannya, petani penggarap lahan eks perkebunan Kalibakar telah berulang kali melakukan penolakan, baik penolakan langsung di lapangan maupun secara administratif, melalui surat-menyurat kepada Pemerintah di tingkat Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, sampai Pemerintah Pusat.
Petani menganggap, upaya-upaya tersebut merupakan klaimyang mengatasnamakan petani penggarap dan dilakukan secara sepihak. Terlebih, dalam prosesnya, Pemerintah mengabaikan reaksi penolakan petani penggarap di lokasi lahan eks perkebunan seluas 2.040 hektar tersebut. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Imadudin Muhammad |