https://malang.times.co.id/
Berita

Sekilas Kopi Malang, dari Afdeling Sampai Kopi Dampit

Rabu, 23 Oktober 2024 - 12:47
Sekilas Kopi Malang, dari Afdeling Sampai Kopi Dampit Ilustrasi. Kopi Dampit (Foto: Istimewa via Liputan6.com)

TIMES MALANG, MALANG – Malang merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Pulau Jawa sejak masa lampau. Tanaman ini mengisi sebagian wilayah hingga kaki gunung yang ada di sekitar Malang. Sebut saja Kawi, Semeru, Panderman, dan Arjuno. Kopi Dampit adalah salah satunya. Kopi ini tak bisa lepas kaitannya dengan Afdeling Malang.

Dulu pasca Perang Diponegoro pada 1830 – 1870, Pemerintah Hindia-Belanda rugi besar. Sebagai upaya Belanda dalam menutup kerugian tersebut, Gubernur Jenderal Johannes van Den Bosch menerapkan tanam paksa (cultuurstelsel). Kebijakan tanam paksa ini mewajibkan para petani di Jawa untuk menanam komoditas ekspor seperti kopi, gula, tebu, dan kina.

Nah, saat itu wilayah Malang Raya dijadikan sebagai Afdeling. Sebuah wilayah administratif pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang setingkat dengan Kabupaten. Afdeling Malang ini menjadi bagian dari Karesidenan Pasuruan. Berbagai wilayah pun kemudian harus ditanami kopi, termasuk Afdeling Malang. Wilayah Penanggungan menjadi distrik tertua dengan penghasil kopi terbesar saat itu. 

Catatan perjalanan JI Van Sevenhoven pada 1812 memuat bahwa wilayah Malang telah ditanami kopi, mulai dari Dinoyo, Desa Ngelo (dekat Karuman), Sengkaling, Dau, Pujon, Gunung Ndorowati, hingga Ngantang. Pada era tersebut, Malang Raya dipilih menjadi tempat penanaman kopi karena sangat menguntungkan dari kondisi geografisnya.

Dulu kopi lebih banyak ditanam di daerah sebelah barat Malang. Namun karena kejadian banjir akibat penggundulan lahan, perkebunan kopi dipindah ke bagian selatan Malang seperti Ampelgading, Sumbermanjing Wetan, Tirtoyudo, dan Dampit. 

Kopi Dampit Bagian dari Kopi Afdeling

Awalnya memang kopi Dampit adalah bagian dari kopi Afdeling yang sudah ditanam sejak 1800-an. Sebuah catatan menunjukkan pada 1887-1889, Dampit mampu menghasilkan kopi sebanyak 143.173 pikul. Namun tidak dijelaskan detail satu pikul itu setara dengan berapa kilogram. Coba bandingkan dengan tahun 2016, Kecamatan Dampit mampu menghasilkan biji kopi sebanyak 2.280 ton dengan luas area perkebunan mencapai 3.373 hektare.

Produksi kopi Dampit sempat mengalami kemunduran saat itu, petani kopi yang kurang memperhatikan tata cara pengolahannya. Biji kopi yang dipetik harusnya yang berwarna merah saja, sedangkan saat itu pada musim panen, petani mengambil semua biji kopi, baik yang berwarna merah, kuning, dan yang masih hijau. 

Dari sisi cara pengeringan kopi juga kurang diperhatikan. Petani menjemurnya di pinggir jalan, sehingga kopi-kopi tersebut terkontaminasi dengan debu jalanan, yang mengakibatkan berkurangnya cita rasa kopi Dampit. 

Kemunduran Kopi Afdeling

Pada 1874, kopi Afdeling mengalami kemunduran, karena berlakunya Undang-Undang Agraria. Politik monopoli (politik konservatif) digantikan dengan politik liberal, pemerintah tidak lagi ikut campur di bidang usaha. Selain itu, adanya daya saing dan pergantian kepemilikan yang sebagian dimiliki oleh pihak swasta atau perorangan.

Akibatnya, skala pengelolaan perkebunan kopi Dampit tak lagi bersifat besar dan masif. Tapi bergeser ke skala yang lebih kecil dibandingkan perkebunan kopi Afdeling. Pengelolaan perkebunan kopi Dampit mulai dilakukan petani lokal, bukan perusahaan besar lagi. 

“Kopi itu sifatnya menyerap. Artinya tanaman kopi akan menyesuaikan dengan makro ekologi di kawasan tersebut. Misalnya kopi di Kintamani Bali pasti rasanya sedikit ada rasa-rasa jeruk, karena naungannya ada jeruk Bali di sana. Begitupun yang lainnya, semua tergantung faktor indikasi geografisnya,” ungkap Arief Priyono, pengarsip Kopi Kertosastro saat berbicara pada Festival Sastra Kota Malang di Kafe Critasena, Kamis (26/9/2024) lalu.

Nah, faktor indikasi geografisnya ini yang menyebabkan cita rasa Kopi Dampit tidak sama dengan cita rasa kopi Afdeling atau dengan kopi lainnya. Kondisi geologi, tanahnya, proses pemetikan, pengeringan, dan lain-lain juga mempengaruhi cita rasa kopi. 

Karena cita rasanya sangat khas, kopi Dampit sampai saat ini masih banyak diburu pecinta kopi. Baik itu dari dalam negeri atau luar negeri. (*)

 

Penulis: Fatma Fa’iqoh (Mahasiswa S-1 Ilmu Sejarah UM)

Pewarta :
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.