TIMES MALANG, MALANG – Laskar Hizbullah menjadi salah satu pasukan penting yang ikut bertempur pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Diperkirakan, ada ribuan tentara dari Laskar Hizbullah yang ikut bertempur mempertahankan kemerdekaan melawan para penjajah, tak terkecuali tentara Laskar Hizbullah Malang.
Diketahui, pembentukan pasukan tentara Hizbullah di Malang diinisiasi pertama kali oleh KH. Masjkur dan Mayjen Imam Soedja'i.
Masjkur adalah salah satu pasukan cadangan yang dilatih oleh Pembela Tanah Air (PETA) bentukan Jepang. Sedangkan, Imam merupakan Panglima Divisi Untung Suropati TKR yang membawahi wilayah Malang.
"Salah satu pasukan Hizbullah ini adalah KH Masjkur yang ada di Singosari. KH. Masjkur inilah yang membentuk Hizbullah di Mala g bersama Mayjen Imam Soedja'i," ujar Pemerhati Budaya dan Sejarah Malang, Agung Buana, Jumat (10/11/2023).
Setelah mendapatkan latihan perang di Cibarusah yang sekarang masuk dalam wilayah Bekasi, Masjkur mulai merekrut pejuang kemerdekaan saat kembali ke Malang.
Ia memberikan pelatihan kepada para santri-santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Bungkuk, Singosari, Kabupaten Malang.
"Kemudian dia membuat pasukan Hizbullah dan laskar-laskar lebih kecil lagi di Malang dan sekitarnya. Dari laskar-laskat inilah kiai dan santri melakukan perlawanan ke tentara sekutu," ungkapnya.
Sementara, masuknya pasukan sekutu dari tentara Inggris dan Belanda ke Kota Surabaya pasca merdekanya Indonesia, mendapat reaksi keras dari penduduk Indonesia.
Penolakan pun berujung pada peperangan yang terjadi pada 10 November 1945. Dari Malang, setidaknya ada 168 pasukan tentara Hizbullah yang siap ikut bertempur di Surabaya.
"Di pertigaan Sabilillah (sekarang berada di kawasan Blimbing, Kota Malang) itu tempat berkumpulnya tentara Laskar Hizbullah untuk berangkat menuju ke Surabaya. Sehingga, dinamakan rumah ibadahnya, Masjid Sabilillah," tuturnya.
Perjalanan tentara Laskar Hizbullah Malang ke Kota Surabaya, membuat efek domino terhadap penambahan jumlah pasukan yang berasal dari sejumlah Ponpes di Pasuruan dan Sidoarjo.
"Akhirnya, lama-lama menjadi membesar pasukannya mencapai 500 hingga 1.000 orang. Itu berjalan terus berkumpul akhirnya dan titik utama di Surabaya," ucapnya. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Deasy Mayasari |