TIMES MALANG, MALANG – Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS terapung di Bendungan Karangkates, Malang, menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk akademisi. Irwan Heryanto Eryk, MT. Kepala Program Studi Sistem Kelistrikan Politeknik Negeri Malang (Polinema) itu memberikan pandangannya mengenai teknologi ini, manfaat, serta dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Menurut Irwan, PLTS terapung menawarkan sejumlah keunggulan dari segi efisiensi energi. Panel surya yang ditempatkan di atas air memiliki kemampuan lebih baik dalam menyerap energi matahari karena suhu lingkungan yang lebih rendah dibandingkan daratan. Hal ini berdampak positif pada peningkatan efisiensi panel surya, karena suhu yang lebih tinggi justru dapat menurunkan daya serap energi matahari.
"PLTS apung ini dapat meningkatkan efisiensi penyerapan energi dan mereduksi suhu. Panel surya yang ditempatkan di atas air memiliki lingkungan yang lebih basah, sehingga lebih optimal dalam menyerap cahaya matahari," ujar Irwan.
Teknologi PLTS terapung sudah mulai diterapkan di beberapa daerah di Indonesia. Namun, sebelum proyek ini direalisasikan, diperlukan kajian lingkungan yang mendalam untuk memastikan ekosistem perairan tetap terlindungi.
Salah satu kekhawatiran utama masyarakat terkait proyek ini adalah dampaknya terhadap usaha budidaya ikan di Bendungan Karangkates. Sejak 2008, ratusan petani ikan dari berbagai desa telah mengandalkan keramba jaring apung (KJA) sebagai sumber mata pencaharian utama mereka.
Irwan menegaskan bahwa regulasi pemerintah biasanya membatasi luasan PLTS terapung agar tidak menutup seluruh area bendungan. "Biasanya, maksimum hanya sepertiga bagian bendungan yang boleh ditutupi panel surya. Dengan demikian, masih ada dua per tiga area yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan," jelasnya.
Selain itu, pemasangan panel surya terapung tetap memperhitungkan ruang bagi biota air. Panel-panel tersebut dipasang dengan jarak tertentu agar sinar matahari masih bisa menembus air, sehingga ekosistem bawah air tetap terjaga.
Meskipun memiliki banyak manfaat, Irwan menilai bahwa PLTS belum bisa sepenuhnya menggantikan sumber energi fosil seperti batu bara. Salah satu kendalanya adalah ketergantungan pada sinar matahari, yang hanya optimal selama 4-5 jam dalam sehari.
"Yang paling bijak adalah kombinasi antara PLTS dengan sumber energi lain, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) skala kecil atau mikro hidro. Dengan begitu, masyarakat bisa lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan energi," kata Irwan.
Beberapa masyarakat masih ragu terhadap keamanan PLTS terapung, terutama kekhawatiran akan kebocoran listrik yang dapat membahayakan ikan dan ekosistem air. Namun, Irwan memastikan bahwa teknologi ini sudah memiliki sistem proteksi yang ketat.
"PLTS ini menggunakan tegangan searah (DC) dan memiliki isolator yang tahan air. Bahkan jika terjadi kebocoran listrik dalam skala mikro, dampaknya terhadap biota air sangat kecil dan tidak akan membunuh ikan yang ada di bawahnya," tegasnya.
PLTS terapung di Bendungan Karangkates berpotensi menjadi solusi energi hijau yang efisien dan ramah lingkungan. Namun, penerapannya harus mempertimbangkan keberlangsungan ekosistem air serta tidak mengganggu perekonomian masyarakat sekitar, khususnya petani ikan. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |