TIMES MALANG, BLITAR – Di balik gemuruh air yang mengalir dari Dam Kali Bentak, terdapat cerita sunyi tentang bagaimana kekuasaan lokal bisa tergelincir dalam jebakan korupsi. Proyek bernilai hampir Rp 5 miliar itu kini menjadi saksi bisu dari skandal yang mengguncang lingkar dalam Pemerintahan Kabupaten Blitar.
Pada Senin sore, 2 Juni 2025, publik dikejutkan dengan penetapan Muhammad Muchlison sebagai tersangka. Sosok yang dikenal luas sebagai “Gus Ison” ini bukan orang biasa.
Sosok ini adalah kakak kandung dari Rini Syarifah, Bupati Blitar periode 2020–2025. Penetapan ini menjadi titik balik dari investigasi panjang Kejaksaan Negeri Blitar atas proyek pembangunan Dam Kali Bentak, yang terindikasi kuat telah dikondisikan sedari awal.
Dari Lingkar Kekuasaan ke Balik Jeruji
Muchlison menjalani pemeriksaan selama lebih dari sembilan jam sebelum akhirnya digelandang ke Lapas Kelas IIB Blitar. Ia bukan ASN, bukan kontraktor, namun memiliki peran vital: anggota Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID)—tim bentukan sang adik ketika menjabat bupati.
Tim ini disebut-sebut memiliki kuasa informal besar dalam menentukan arah proyek strategis, termasuk pengkondisian vendor dan pelaksana kegiatan.
“Kami mendapati adanya aliran dana yang masuk ke rekening pribadi tersangka sebesar Rp 1,1 miliar yang berasal dari pihak pelaksana proyek,” ungkap Kepala Kejaksaan Negeri Blitar, Agung Tri Radityo. Dana tersebut diduga sebagai imbal balik atas pengondisian proyek.
Menurut penyidik, proyek Dam Kali Bentak yang dibiayai dengan dana APBD 2023 senilai Rp4,9 miliar itu ternyata mengalami penyimpangan serius. Hasil audit menyebutkan adanya kerugian negara hingga Rp5,1 miliar, yang sebagian besar berasal dari penurunan kualitas material serta pekerjaan fiktif di beberapa titik.
Bukan Satu Orang Saja
Muchlison tidak sendirian. Kejaksaan juga menetapkan empat tersangka lain. Mulai dari BS, Kabid Sumber Daya Air sekaligus PPTK proyek. HS, Sekretaris Dinas PUPR. MB, Direktur CV Cipta Graha Pratama, pelaksana proyek, dan MID, staf administrasi CV tersebut.
Mereka diduga bekerja secara sistematis dalam memanipulasi spesifikasi proyek, mulai dari dokumen perencanaan hingga laporan progres fisik. BS disebut sebagai perantara utama yang menghubungkan keinginan Muchlison dengan pihak kontraktor.
“Penunjukan CV Cipta Graha Pratama sebagai pelaksana proyek diduga bukan berdasarkan kompetensi, tapi berdasarkan kedekatan dan komitmen setoran,” ujar sumber internal kejaksaan yang enggan disebutkan namanya.
Jejak Kekuasaan Keluarga
Penetapan tersangka terhadap Muchlison semakin menegaskan pola lama yang terus berulang dalam politik daerah: nepotisme dan abuse of power. Meski bukan pejabat struktural, kedekatannya dengan kepala daerah memberinya pengaruh tak tertulis yang kuat.
Dalam banyak kesempatan, pejabat di lingkungan Pemkab Blitar menyebut nama Muchlison sebagai “orang penting” yang harus diajak bicara sebelum proyek besar dilaksanakan.
Ini diamini oleh pengakuan seorang kontraktor lokal, yang juga diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.
“Kalau tidak lewat Gus Ison, susah masuk proyek besar. Bahkan untuk konsultasi teknis pun kadang kami diarahkan langsung oleh dia,” ujar kontraktor itu.
Diamnya Sang Adik
Nama Rini Syarifah, mantan Bupati Blitar, turut menjadi sorotan. Ia telah diperiksa sebagai saksi oleh Kejari Blitar pada 16 April 2025. Namun hingga artikel ini ditulis, Rini belum memberikan pernyataan terbuka kepada media.
Banyak pihak mendesaknya untuk menjelaskan secara transparan sejauh mana ia mengetahui, atau bahkan menyetujui, peran sang kakak dalam proyek strategis pemerintahannya.
Aktivis antikorupsi dan pengamat tata kelola pemerintahan daerah, Eko Prasetyo dari ICW Jawa Timur, menyebut kasus ini sebagai contoh kegagalan dalam membatasi konflik kepentingan di ranah publik.
“Adik jadi bupati, kakak jadi operator. Ini bukan hanya persoalan hukum, tapi juga etika pemerintahan yang rusak sejak dalam pikiran,” ujarnya.
Batu Loncatan atau Bencana Politik?
Dinamika ini datang di tengah persiapan menuju Pilkada 2025. Rini Syarifah sebelumnya digadang-gadang akan maju kembali, atau setidaknya mendukung calon penggantinya. Namun dengan terseretnya nama kakak kandungnya dalam kasus besar ini, peta kekuatan politik Blitar bisa berubah drastis.
Publik mulai mempertanyakan apa sebenarnya warisan dari kepemimpinan Rini. Apakah inovasi pembangunan dan program-program sosialnya akan diingat, ataukah kasus Dam Kali Bentak akan menjadi noda abadi?
Mencari Jalan Pulang untuk Kepercayaan di Bliar
Kasus Dam Kali Bentak adalah peringatan keras bahwa pembangunan fisik tanpa integritas adalah omong kosong. Air dari bendungan itu mungkin mengalir untuk pertanian, tapi air mata rakyat pun tak kalah deras mengalir ketika kepercayaan mereka dikhianati oleh elite sendiri.
Penegakan hukum di Kabupaten Blitar harus dilanjutkan dengan penguatan sistem pengawasan, terutama dalam relasi antara kepala daerah dan orang-orang terdekatnya. Karena sering kali, pengkhianatan terhadap amanah publik tidak datang dari lawan, tetapi dari orang yang dipercaya paling dalam. (*)
Pewarta | : Zaenal Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |