TIMES MALANG, MALANG – Eksistensi seorang pemimpin seringkali diukur bukan hanya dari kekuatan personalitasnya, tetapi juga dari sejauh mana kebijakan yang digulirkan mampu menyentuh kepentingan publik. Prabowo Subianto yang kini menjabat sebagai Presiden Indonesia berada dalam sorotan tajam karena sejumlah programnya dinilai ambisius, kontroversial, sekaligus menjanjikan.
Publik menunggu apakah program-program ini akan membawa perubahan struktural atau justru menjadi beban jangka panjang. Dalam konteks ini, eksistensi Prabowo sebagai kepala negara tidak bisa dilepaskan dari seberapa besar kebijakan yang ia lahirkan mampu membuktikan relevansi dengan kebutuhan nyata masyarakat.
Salah satu program yang paling menonjol adalah soal keberlanjutan proyek makan bergizi gratis untuk anak sekolah. Ide ini di satu sisi menjadi simbol perhatian negara terhadap generasi muda, namun di sisi lain menuai kritik karena potensi beban anggaran negara yang membengkak.
Eksistensi Prabowo di mata masyarakat kelas bawah mungkin akan menguat bila program ini benar-benar terlaksana secara konsisten dan merata. Akan tetapi, secara fiskal, para pengamat menilai pemerintah harus berhitung cermat agar tidak menimbulkan defisit yang menjerumuskan. Dengan kata lain, program ini bisa menjadi legacy politik, tetapi juga dapat berbalik arah bila tidak ditopang manajemen keuangan yang disiplin.
Selain itu, kebijakan di bidang pertahanan juga menjadi sorotan. Prabowo dikenal lama dengan reputasi militernya, sehingga ekspektasi publik tinggi terhadap peningkatan kedaulatan pertahanan nasional.
Kontrak pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari luar negeri, modernisasi peralatan tempur, serta gagasan memperkuat industri pertahanan dalam negeri menjadi bagian dari upayanya. Namun, kritik muncul terkait transparansi proses pengadaan serta risiko ketergantungan terhadap produk luar negeri.
Eksistensi kebijakan ini bisa membawa Indonesia pada posisi strategis di kawasan Asia Tenggara, tetapi hanya bila arah kebijakan juga berpihak pada kemandirian industri nasional dan bukan sekadar proyek jangka pendek.
Di bidang ekonomi, Prabowo menghadapi tantangan besar. Eksistensi kebijakan ekonomi akan sangat ditentukan oleh bagaimana pemerintahannya mampu menjaga stabilitas harga pangan dan menciptakan lapangan kerja baru.
Selama kampanye, janji menghadirkan kedaulatan pangan begitu lantang, dengan narasi swasembada dan perkuatan sektor pertanian. Jika benar-benar dijalankan, kebijakan ini berpotensi mengangkat derajat petani sekaligus mengurangi ketergantungan impor.
Tetapi realitas di lapangan menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menghadapi persoalan klasik: distribusi yang tidak merata, lemahnya akses teknologi, dan keterbatasan modal petani kecil. Maka, pertanyaan kritisnya, sejauh mana janji kedaulatan pangan itu dapat diwujudkan di tengah struktur ekonomi global yang kompleks?
Kebijakan pembangunan infrastruktur juga tidak bisa dilepaskan dari eksistensi kepemimpinan Prabowo. Melanjutkan program pendahulunya, Prabowo tetap menempatkan infrastruktur sebagai mesin penggerak pertumbuhan.
Jalan, pelabuhan, hingga bandara menjadi target pembangunan. Namun, publik kini lebih kritis, sebab pembangunan infrastruktur tidak lagi cukup diukur dari banyaknya beton yang terbangun, tetapi sejauh mana manfaatnya dirasakan masyarakat.
Apakah infrastruktur tersebut benar-benar mendorong konektivitas desa-kota, membuka peluang usaha baru, dan menurunkan biaya logistik, atau justru menjadi monumen mahal yang hanya memperindah laporan pembangunan?
Eksistensi kebijakan Prabowo juga diuji dalam hal tata kelola pemerintahan yang bersih. Di era digital dan keterbukaan informasi, publik menuntut transparansi dan akuntabilitas.
Program digitalisasi birokrasi dan janji pemberantasan korupsi tentu menjadi catatan penting. Namun, yang menjadi persoalan adalah apakah kebijakan tersebut berjalan efektif atau hanya menjadi jargon kampanye.
Jika eksistensi kebijakan anti-korupsi tidak tampak nyata, maka legitimasi kepemimpinan akan mudah digugat. Publik ingin melihat komitmen yang tegas, terutama dalam menindak praktik korupsi yang seringkali melibatkan pejabat tinggi.
Dari sisi politik luar negeri, eksistensi Prabowo diuji pada dinamika global yang terus berubah. Kebijakan non-blok yang dikembangkan Indonesia menempatkan negara ini dalam posisi harus cerdas membaca peluang, baik dalam konteks hubungan dengan negara besar maupun kawasan.
Eksistensi Prabowo akan diukur dari keberanian dan kecerdasannya menjaga kedaulatan tanpa harus terjebak dalam pusaran kepentingan negara adidaya. Apabila langkah diplomasi berjalan cerdas, Indonesia bisa memperkuat posisinya sebagai poros maritim dunia dan mitra strategis berbagai blok ekonomi. Namun, bila salah langkah, eksistensi itu justru bisa melemah di panggung internasional.
Secara sosiologis, eksistensi kebijakan Prabowo juga menyentuh aspek moral dan keadilan sosial. Program-program populis harus benar-benar memastikan distribusi manfaat yang merata, tidak hanya menguntungkan kelompok elit atau wilayah tertentu. Kritik terhadap pemerataan hasil pembangunan masih kuat, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Jika program-program unggulan gagal menyentuh kelompok marginal, maka eksistensi kepemimpinan akan dianggap timpang dan eksklusif. Sebaliknya, bila berhasil, ini akan menjadi catatan sejarah bahwa pemerintahannya memberi ruang lebih luas bagi keadilan sosial.
Pada akhirnya, eksistensi program dan kebijakan Prabowo Subianto berada di persimpangan antara harapan besar dan risiko besar. Publik menunggu bukti, bukan sekadar narasi. Kebijakan yang tidak terukur bisa menjadi bumerang yang melemahkan legitimasi, sementara kebijakan yang terkelola dengan baik bisa mengukuhkan eksistensinya sebagai pemimpin yang visioner.
Dalam dunia politik yang serba cair, waktu tidak banyak. Kebijakan harus segera dieksekusi dengan terukur, transparan, dan berpihak pada rakyat. Sebab, eksistensi seorang pemimpin hanya akan bertahan bila program dan kebijakannya benar-benar memberi dampak nyata dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
***
*) Oleh : Burhanuddin, Kader PMII Cabang Kota Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |