https://malang.times.co.id/
Opini

Kecerdasan Manusia Vs Kecerdasan Buatan

Jumat, 24 Oktober 2025 - 08:27
Kecerdasan Manusia Vs Kecerdasan Buatan Azizah Zamzam, Bendahara Umum DPD KNPI Kab Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Hari ini kita hidup di tengah kemajuan teknologi yang begitu cepat, terutama di bidang digital. Inovasi datang silih berganti, kadang bahkan lebih cepat dari kemampuan kita memahaminya.

Zona nyaman manusia semakin terfasilitasi, salah satunya dengan hadirnya kecerdasan buatan, atau yang kita kenal dengan istilah Artificial Intelligence (AI). 

Kecanggihan ini mengubah cara kita hidup, bekerja, belajar, bahkan berpikir. Secara teknis, AI bekerja dengan mempelajari data yang telah ada, menemukan pola-pola dari informasi tersebut, lalu menyusunnya kembali menjadi jawaban atau solusi atas permintaan pengguna. 

AI sebenarnya bukan menciptakan ide baru, tapi lebih seperti menyusun ulang informasi yang sudah tersebar di berbagai tempat. Kehadirannya membawa dampak ganda, positif sekaligus negatif. Apa sebab?

Secara positif, AI mampu membantu proses belajar, menyederhanakan pekerjaan, dan bahkan menjadi “partner” diskusi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pelajar yang ingin memahami konsep matematika atau sejarah kini cukup membuka platform AI untuk mendapat penjelasan yang mudah dipahami. 

Namun, meskipun menyerupai manusia dalam penyampaian, AI tidak memiliki pengalaman, kesadaran, ataupun intuisi. Ia hanya mengolah data menjadi respons yang terlihat cerdas.

Sebaliknya, secara negatif, banyak pengguna mulai menunjukkan ketergantungan berlebihan. Kita cenderung mempercayai semua jawaban dari AI tanpa melakukan cek and recheck, bahkan dalam hal-hal yang memerlukan ketepatan tinggi. 

Jika seseorang tidak memiliki kerangka berpikir yang utuh, maka kesalahan data sekalipun bisa langsung dipercaya tanpa klarifikasi. Ini berbahaya, karena bukan hanya merusak kualitas informasi, tapi juga menumpulkan daya pikir kritis.

AI memang tampak seperti asisten, namun dalam praktiknya mulai berperan seperti “guru baru” yang bisa menjawab apa saja, kapan saja, tanpa dibatasi ruang dan waktu. 

Kini, banyak orang dapat menyerap pengetahuan tanpa perlu ke sekolah, cukup dari layar ponsel di tempat tidur.Bahkan, merancang proposal kegiatan, membuat puisi, hingga menyusun rencana bisnis bisa dilakukan dalam hitungan detik dengan bantuan AI.

Fenomena ini bukan hanya mengubah cara kita mendapatkan informasi, tetapi juga menyentuh esensi dari proses belajar itu sendiri. 

Proses belajar yang sejati bukan sekadar menerima jawaban, tetapi bertanya, menganalisis, meragukan, dan memahami secara mendalam. AI tidak menawarkan semua itu secara utuh. Kita berisiko menjadi konsumen informasi pasif tanpa upaya mencari dan memahami secara kritis. Ini adalah gejala yang harus kita waspadai bersama.

Para filsuf seperti Aristoteles dan Immanuel Kant sudah lama mengingatkan bahwa manusia bukan hanya makhluk hidup biasa, tapi punya akal dan kesadaran moral. 

Sementara AI, meskipun terlihat pintar, tetap saja hanyalah alat. Ia tidak tahu baik dan buruk, apalagi bertanggung jawab atas dampak dari jawabannya.

Kita juga bisa menarik pemikiran David Hume tentang kausalitas, bahwa segala sesuatu memiliki sebab-akibat, namun tidak selalu bisa dipastikan hanya berdasarkan kebiasaan.

Jika manusia terbiasa menerima jawaban dari AI tanpa menyadari sebab-akibat dari informasi itu, maka ia kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis. Ketika kebiasaan mengambil alih kesadaran, manusia bukan lagi makhluk yang berpikir, tapi sekadar pengguna pasif.

Dalam praktik sehari-hari, kita melihat contoh nyata dari dampak ini. Banyak siswa kini menyalin jawaban tugas dari AI tanpa memahami isi materi. Banyak orang membuat keputusan bisnis, bahkan menyusun opini publik hanya dari hasil ketikan digadget kita. 

Ini memperlihatkan bahwa teknologi telah masuk terlalu dalam, dalam proses berpikir manusia, bukan sebagai alat bantu, melainkan sebagai pengganti.

Padahal, teknologi, termasuk AI, seharusnya tetap menjadi alat. Manusialah yang seharusnya memegang kendali penuh. Seperti yang diingatkan Martin Heidegger, teknologi bukanlah netral, ia membentuk cara kita memandang dunia. 

Kalau kita mulai terlalu nyaman mengandalkan AI, lama kelamaan cara kita berpikir bisa berubah. Kita bisa kehilangan kedalaman berpikir yang menjadi ciri khas manusia.

Bahaya ketergantungan ini tidak datang secara tiba-tiba, tapi perlahan membentuk kebiasaan baru: serba cepat, instan, tanpa refleksi. Maka penting untuk mengembalikan peran guru sejati, proses belajar yang otentik, dan budaya literasi yang mendalam. 

AI boleh menjadi asisten, tapi bukan pengganti. Karena nilai manusia tidak terletak pada seberapa cepat ia mendapatkan informasi, tetapi seberapa dalam ia memahaminya.

Kecerdasan buatan memang canggih, tapi kecanggihan itu terletak pada sistem, bukan pada kesadaran. Manusia punya hal yang tak tergantikan, yakni kehendak bebas, tanggung jawab moral, dan kemampuan untuk meragukan. 

Maka tugas kita adalah menjadikan AI sebagai alat bantu untuk memperkuat kapasitas berpikir, bukan untuk menggantikannya.

Di era yang semakin maju ini, tantangan kita bukan hanya bagaimana mengakses informasi, tapi bagaimana memilah, mengolah, dan menggunakannya secara etis dan kritis. 

Teknologi akan terus berkembang, tapi manusia harus tetap menjadi subjek yang sadar. Karena kalau bukan kita yang mengendalikan teknologi, maka teknologilah yang perlahan mengendalikan cara kita yg sejatinya adalah manusia. (*)

***

*) Oleh : Azizah Zamzam, Bendahara Umum DPD KNPI Kab Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.