TIMES MALANG, WONOGIRI – Generasi saat ini merupakan generasi yang dekat dengan dunia internet. Bahkan setiap sendi kehidupannya tidak bisa dilepaskan ari internet. Mereka tumbuh di era digital, dengan akses informasi yang tak terbatas dan kemampuan untuk berkomunikasi secara instan di seluruh dunia. Namun, di balik keunggulan ini, muncul fenomena "brain root" yang mulai menjadi perhatian para peneliti, pendidik, dan psikolog.
Menurut Oxford Word of the Year, brain rot merujuk pada berkurangnya kemampuan otak akibat keseringan menonton konten daring berkualitas rendah. Dampaknya, seseorang akan menjadi tidak bersemangat setiap selesai berselancar di internet.
Secara umum, brain root merujuk pada kecenderungan individu untuk memiliki akar pemikiran yang terlalu dalam pada informasi atau perspektif tertentu, yang dapat menghambat fleksibilitas berpikir dan keterbukaan terhadap ide baru.
Lantas, apakah brain root ini merupakan kekuatan yang harus dimaksimalkan atau justru ancaman yang harus diwaspadai?
Internet telah memberikan kebebasan luar biasa dalam mengakses informasi. Namun, dengan kebebasan ini muncul tantangan banjir informasi yang berisiko membentuk pemikiran yang sempit.
Algoritma media sosial dirancang untuk menyajikan konten yang sesuai dengan preferensi pengguna, yang dapat menciptakan efek "echo chamber" atau ruang gema.
Dalam ruang ini, individu terus-menerus menerima informasi yang memperkuat pandangan mereka sendiri, tanpa diberikan tantangan untuk berpikir secara kritis terhadap perspektif lain.
Fenomena ini menyebabkan brain root berkembang di kalangan Gen Z. Mereka mungkin merasa memiliki wawasan yang luas, tetapi sering kali wawasan tersebut terbentuk berdasarkan paparan informasi yang terbatas dan bias. Dengan kata lain, mereka terjebak dalam akar pemikiran yang kuat tetapi tidak fleksibel.
Meskipun brain root dapat memiliki dampak negatif, bukan berarti fenomena ini sepenuhnya merugikan. Dalam beberapa kasus, individu dengan akar pemikiran yang kuat mampu menjadi pemimpin pemikiran atau spesialis di bidang tertentu.
Mereka yang mendalami isu-isu sosial, lingkungan, atau teknologi, misalnya, dapat menggunakan pemahaman mereka untuk menciptakan perubahan positif di masyarakat.
Brain root juga bisa meningkatkan rasa identitas dan kepastian diri. Di tengah dunia yang penuh ketidakpastian, memiliki prinsip yang kuat dapat membantu Gen Z dalam mengambil keputusan dan menghadapi tantangan.
Dengan kemampuan mereka dalam mengorganisir informasi dan memperjuangkan isu-isu yang dianggap penting, mereka dapat menjadi agen perubahan yang efektif.
Namun, sisi gelap dari brain root tidak bisa diabaikan. Salah satu dampak paling nyata adalah menurunnya kemampuan berpikir kritis. Ketika seseorang terlalu terikat pada satu perspektif, mereka cenderung menolak ide atau bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Hal ini bisa menyebabkan polarisasi yang semakin tajam di masyarakat, terutama dalam isu-isu politik, sosial, dan ekonomi.
Selain itu, brain root dapat menciptakan sikap resistensi terhadap perubahan. Gen Z yang terlalu nyaman dengan perspektif mereka mungkin akan kesulitan beradaptasi dengan perkembangan dunia yang dinamis. Mereka bisa terjebak dalam pola pikir yang kaku, yang pada akhirnya membatasi potensi mereka dalam belajar dan berkembang.
Brainroot adalah fenomena yang tidak dapat dihindari dalam era digital. Bagi Gen Z, memiliki akar pemikiran yang kuat bisa menjadi kekuatan jika digunakan dengan bijak, tetapi juga bisa menjadi ancaman jika tidak diimbangi dengan keterbukaan dan fleksibilitas berpikir.
Oleh karena itu, penting bagi generasi ini untuk terus belajar, mempertanyakan, dan mengeksplorasi berbagai perspektif agar dapat tumbuh menjadi individu yang lebih kritis dan adaptif dalam menghadapi dunia yang terus berubah.
***
*) Oleh : Dony Purnomo, Guru Geografi SMAN 1 Purwantoro
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |