TIMES MALANG, PONTIANAK – Ramadan, bulan penuh berkah dan ampunan, kembali menyapa umat Islam dengan segala keutamaannya. Di bulan suci ini, umat muslim berlomba-lomba meningkatkan ibadah dan menebar kebaikan sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT.
Di era digital seperti sekarang, muncul tantangan baru: bagaimana menjaga kesucian Ramadan di tengah derasnya arus informasi dan interaksi di media sosial yang tak jarang diisi dengan ujaran kebencian maupun hal negatif lainnya?
Padahal, media sosial sejatinya dapat dimanfaatkan sebagai wadah untuk menjalin silaturahmi dan menyebarkan kebaikan. Namun, tak jarang media sosial justru menjadi gelanggang ajang perdebatan yang bahkan menjurus pada konflik.
Sebagai contoh, belum lama ini, kesalahpahaman antara salah seorang penyanyi dangdut dan komedian di media sosial memicu gelombang komentar pedas serta hujatan dari warganet. Bahkan, konon ada netizen mendoakan keburukan bagi keluarga salah satu publik figur tersebut. Ironis!
Ujaran kebencian yang disebarkan tanpa pikir panjang sudah barang tentu dapat merusak keharmonisan dan mencederai nilai-nilai Islam yang sarat dengan kasih sayang (rahmatan lil ‘alamin). Karenanya, Islam dengan tegas melarang segala bentuk ucapan yang dapat menyakiti orang lain.
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, sikap bijak dalam bermedia sosial menjadi hal penting penting, terutama di bulan suci ini.
Tantangan dan Solusi Bermedia Sosial di Bulan Ramadan
Ramadan, yang seharusnya menjadi waktu ibadah dan refleksi diri, tak jarang masih dikotori dengan adanya perselisihan di media sosial. Ujaran kebencian, hoaks, dan informasi yang tidak terverifikasi menyebar begitu cepat kian memperkeruh suasana.
Hujatan dan komentar negatif turut memperbesar masalah, sehingga menjadikan media sosial sebagai medan konflik yang mengganggu ketenangan batin.
Selain itu, perdebatan mengenai tata cara ibadah dan praktik keagamaan pun kerap muncul di media sosial, memicu gesekan antar sesama muslim. Alih-alih memberikan pemahaman yang konstruktif, perdebatan ini sering diwarnai dengan saling menyalahkan dan klaim kebenaran sepihak.
Padahal, Islam mengajarkan sikap saling menghormati dalam perbedaan serta mengedepankan dialog yang baik. Oleh sebab itu, menjaga keharmonisan dengan menghindari perdebatan yang tidak membawa manfaat menjadi suatu keharusan.
Agar media sosial tetap menjadi ruang yang membawa manfaat selama Ramadan, diperlukan sikap lebih bijak dalam menggunakannya. Salah satu langkah utama adalah menyaring informasi sebelum membagikannya. Memastikan informasi yang diterima benar dan tidak mengandung unsur hoaks atau provokasi agar tidak memperkeruh suasana.
Tidak kalah penting, menjaga sikap serta penggunaan bahasa yang santun dan penuh toleransi menjadi suatu keharusan dalam rangka menghidarkan diri dari komentar kasar, menyakitkan, bahkan mengandung fitnah.
Berkenaan dengan hal tersebut, meningkatkan literasi digital menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan media sosial, sebagaimana sering disuarakan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Kemampuan membedakan antara informasi yang valid dan hoaks sangat penting agar tidak mudah terprovokasi atau ikut menyebarkan ujaran kebencian.
Literasi digital bukan hanya soal mengoperasikan teknologi, tetapi juga mencakup berpikir kritis, mengevaluasi informasi, dan bertanggung jawab atas apa yang dibagikan. Dengan demikian, pemanfaatan media sosial dapat dimaksimalkan sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan, khususnya di bulan Ramadan.
Akhirnya, Ramadan adalah waktu yang tepat untuk merefleksikan diri dan meningkatkan kualitas hidup. Dengan bersikap bijak dalam bermedia sosial, kesucian bulan Ramadan akan dapat tetap terjaga, sekaligus berkontribusi dalam menciptakan dunia virtual yang lebih harmonis.
Sebagaimana firman Allah SWT: “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Isra’: 53).
Semoga Allah SWT menerima amal ibadah dan memberikan ampunan atas segala dosa. Amin.
***
*) Oleh : M. Agus Muhtadi Bilhaq, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Pontianak.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |