TIMES MALANG, MALANG – Guru Besar Ilmu Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah UIN Maliki Malang, Prof. Dr. Fakhruddin, S.Ag., M.HI., menegaskan pentingnya rekonstruksi regulasi hukum ekonomi syariah sebagai bagian strategis dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Hal itu disampaikan dalam orasi ilmiah bertajuk “Rekonstruksi Regulasi Hukum Ekonomi Syariah Menuju Indonesia Emas 2045.”
Visi besar Indonesia Emas 2045 merupakan cita-cita nasional untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju, adil, dan makmur tepat 100 tahun setelah kemerdekaan. Visi ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, serta menjadi bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang mencakup delapan misi besar, 17 program prioritas, dan delapan program hasil cepat terbaik.
Salah satu misi penting yang digarisbawahi Prof. Fakhruddin adalah Asta Cita Kedua, yang menargetkan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia. Cita-cita ini beriringan dengan penguatan sistem pertahanan negara, serta dorongan untuk mencapai kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi syariah, ekonomi digital, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
“Dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pemain utama dalam ekonomi syariah global. Namun, potensi ini harus diiringi dengan regulasi yang kuat dan harmonis,” jelas Prof. Fakhruddin.
Ia juga menyoroti potensi besar dana sosial syariah di Indonesia. Potensi zakat, menurutnya, mencapai lebih dari Rp327 triliun per tahun, bahkan menurut Prof. Dr. Kamaruddin Amin, jumlahnya bisa menembus Rp400 triliun per tahun. Selain itu, potensi wakaf juga dinilai sangat besar dan bisa menjadi kekuatan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional berbasis nilai-nilai syariah.
Indonesia sendiri selama tujuh tahun berturut-turut dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia berdasarkan laporan World Giving Index.
Namun demikian, Prof. Fakhruddin mencermati bahwa masih ada berbagai kendala dalam regulasi hukum ekonomi syariah yang dapat menghambat realisasi visi Indonesia Emas.
“Ada regulasi yang masih bersifat formalistik, parsialistik, dan disharmoni. Kondisi ini bisa menjadi penghambat serius terhadap pengembangan ekonomi syariah di Indonesia,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia mendorong agar dilakukan perbaikan menyeluruh terhadap regulasi yang ada. Dengan regulasi hukum ekonomi syariah yang lebih terintegrasi, sinkron, dan progresif, diharapkan pertumbuhan ekonomi nasional berbasis syariah dapat meningkat pesat.
“Kalau regulasi dalam bidang hukum ekonomi syariah ini sudah diperbaiki, maka ekonomi akan terus berkembang. Dan pada akhirnya, terwujudlah cita-cita Republik Indonesia menjadi Indonesia Emas 2045,” pungkas Prof. Fakhruddin. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |