https://malang.times.co.id/
Opini

Perdagangan Keadilan

Kamis, 01 Mei 2025 - 10:06
Perdagangan Keadilan Nicholas Martua Siagian, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia dan Alumni Kebangsaan Lemhannas RI

TIMES MALANG, JAKARTA – “Hukum itu tidak selalu tegak. Sekali tegak, sekali runtuh. Karena, ia tergantung pada tingkah laku manusia. Tugas kita adalah: tegakkan ketika runtuh, berdirikan ketika rubuh.” Kalau kita merefleksikan kembali pernyataan Prof. Erman Rajagukguk, terkadang ada rasa pesimisme yang timbul melihat kenyataan yang terjadi sekarang. 

Baru kemarin, kita mendengar soal bekas pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, didakwa menerima gratifikasi mencapai Rp 915 miliar dan emas 51 kilogram dari para pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan (Kompas, 10/2/2025).

Sekarang kita mendengar lagi di berbagai media kasus Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang diduga menerima suap vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO) sebesar Rp 60 miliar. Suap diberikan agar hakim memberikan vonis ontslag/putusan lepas terhadap tiga perusahaan yang terlibat yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Dari kasus Zarof Ricar saja, publik tentu masih menyisakan pertanyaan: “Apa memang hanya Zarof Ricar yang jadi pelaku utama korupsi tersebut? Bagaimana mungkin dia bisa mengendalikan sistem di dalam Mahkamah Agung seorang diri saja? Mengapa Kepolisian dan Kejaksaan Agung mengerucutkan pelaku hanya pada Zarof Ricar?” 

Akhirnya, setelah berbagai kasus menampar wajah lembaga penegakan hukum kita, muncul pertanyaan retoris: Apa memang tidak ada lagi yang bisa dipercaya di Republik ini?

Dalam sistem hukum, hakim kerap dijuluki sebagai ‘wakil Tuhan’ di muka bumi. Julukan ini bukan hiperbola, melainkan cerminan betapa sakral posisi dan tanggung jawab seorang hakim dalam menegakkan keadilan. Namun, ketika hakim justru menjadi pelaku utama korupsi, maka ia berubah menjadi ironi hidup, “wakil Tuhan yang menggadaikan moralitas demi kepentingan duniawi.”

Korupsi di tubuh peradilan bukan lagi sekadar soal korupsi biasa, ini adalah penyakit kronis sistem kita yang ‘diorkestrasi’ penjahat kerah putih. Apalagi jika pelakunya adalah  pejabat lembaga peradilan tingkat strategis seperti PN Jakarta Selatan, salah satu pengadilan yang kerap menangani kasus-kasus kelas kakap. 

Dari berbagai kasus yang terjadi, akhirnya semakin memperjelas bahwa tidak hanya hakim yang korup, tetapi perlu ditelisik potensi mafia peradilan yang menyokong praktik ini dari balik layar.

Sudah saatnya dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap institusi peradilan, dari Mahkamah Agung hingga peradilan tingkat pertama. Bukan sekadar rotasi jabatan atau audit administratif, tetapi evaluasi yang menyentuh akar persoalan: rekrutmen, pembinaan integritas, sistem pengawasan, hingga kesejahteraan hakim.

Salah satu instrumen penting dalam mencegah korupsi di lembaga peradilan adalah melalui pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Sayangnya, masih banyak hakim yang menganggap pelaporan ini sebagai formalitas belaka. 

Padahal, pelaporan kekayaan secara berkala dan transparan adalah bentuk pertanggungjawaban moral dan publik. Artinya, ini menjadi alat pendeteksi awal terhadap gaya hidup atau istilah ‘flexing’ yang tidak sesuai profil gaji atau potensi gratifikasi terselubung.

Tidak kalah penting adalah evaluasi terhadap mekanisme pengawasan internal di Mahkamah Agung. Selama ini, Badan Pengawasan MA kerap dinilai tidak efektif, tertutup, dan cenderung permisif terhadap pelanggaran etik maupun pidana oleh aparat peradilan. Padahal, pengawasan yang kuat dan independen merupakan syarat mutlak bagi pemulihan integritas lembaga peradilan.

Rekrutmen hakim juga harus mengedepankan integritas dan kapasitas, bukan sekadar kelulusan administratif. Pengawasan internal tak boleh sekadar formalitas, tapi harus menjadi instrumen pencegah dan penindak yang efektif. Di sisi lain, negara juga bertanggung jawab memberi jaminan kesejahteraan agar hakim tak mudah tergoda oleh suap atau tekanan dari luar.

Campur tangan kekuasaan eksekutif terhadap lembaga yudisial harus dihentikan. Salah satu bentuk intervensi adalah dalam proses pengangkatan dan promosi hakim yang sering kali disusupi kepentingan politik. Jika hakim dipilih karena loyalitas politik, bukan karena profesionalitas, maka keadilan akan selalu menjadi korban kompromi. 

Independensi peradilan bukan hanya soal jaminan hukum, tetapi juga soal keberanian struktural untuk menjaga jarak dari kekuasaan. Perlu ada pembenahan dalam struktur baik di Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, hingga Komisi Yudisial agar tidak tunduk pada kekuasaan manapun, melainkan pada hukum, keadilan, dan kebenaran.

Kita membutuhkan peradilan yang bersih, berani, dan berpihak pada kebenaran. Bukan pada kekuasaan. Bukan pada uang. Bukan pada pesanan. Maka, membersihkan pengadilan dari hakim korup adalah langkah pertama untuk mengembalikan kepercayaan rakyat, dan untuk membangun peradaban hukum yang sehat.

Akhirnya, kita bertanya: Kalau sudah begini, siapa yang menghakimi hakim? Jika hakim yang disebut sebagai wakil Tuhan saja bisa memperdagangkan keadilan, maka tidak ada lagi yang suci dalam penegakan hukum. Ketika hakim korup, maka keadilan mati. Dan ketika keadilan mati, yang tersisa adalah mungkin waktunya mengamandemen pasal 1 ayat 3 Konstitusi Indonesia. (*)

***

*) Oleh : Nicholas Martua Siagian, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia dan Alumni Kebangsaan Lemhannas RI.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.