TIMES MALANG, BOGOR – Seratus hari pemerintahan selalu menjadi sorotan. Publik menanti realisasi janji kampanye bagi pasangan presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Beberapa lembaga survei seperti Litbang Kompas telah mengeluarkan hasil surveinya terkait kepuasan publik pada 100 hari kerja pemerintahan Prabowo-Gibran sebesar 80,9 persen, dan Lembaga Survei Nasional mencatat 87,5 persen publik puas.
Hasil survei tersebut kita harus baca dalam sebuah konteks bahwa adanya respon aktif terhadap stimulus, baik berupa peristiwa, informasi, atau situasi tertentu yang dikontruksi melalui interpretasi pribadi. Dalam hal ini, stimulus utama adalah adanya kebijakan populis yang diluncurkan oleh pemerintah yaitu pemeriksaan kesehatan gratis dan makanan bergizi gratis.
Stimulus ini kemudian dinterpretasikan secara subjektif oleh masyarakat melalui pengalaman dan harapan mereka terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Interpretasi pribadi ini membentuk opini kolektif yang tercermin dalam hasil survei yang menunjukkan puas terhadap kinerja awal pemerintahan.
Populisme politik ini harus diwaspadai terkait aspek keberlanjutan program jangka panjang. Dampak negative program populisme politik sering kali muncul dalam bentuk beban anggaran yang tidak berkelanjutan, karena membutuhkan alokasi dana yang sangat besar.
Populisme politik juga akan mengorbankan fungsi tatakelola pemerintahan yang sebenarnya sangat diperlukan untuk memberbaiki fondasi ekonomi atau birokrasi negara.
Pemerintah yang terlalu fokus pada kebijakan populis justru lebih memilih Langkah instan yang berpotensi merusak keberlanjutan pembangunan. Hal ini dapat menciptakan distorsi dalam prioritas pembangunan, di mana pemerintah lebih memprioritaskan kebijakan yang menarik secara politis tetapi kurang relevan untuk jangka Panjang.
Populisme politik juga dapat memanipulasi emosi publik. Akibatnya menciptakan ilusi keberhasilan yang tidak berlandaskan pada hasil nyata. Dalam jangka Panjang bisa melemahkan kepercayaan publik, serta dapat menghambat pembangunan nasional secara keseluruhan.
Peta Jalan Kebijakan
Seratus hari pertama memang terlalu singkat untuk menilai keberhasilan sebuah pemerintahan secara utuh. Namun, Langkah awal ini penting untuk memberikan gambaran tentang arah kebijakan yang akan diambil. Masyarakat tentu berharap setiap kementrian mengeluarkan peta jalan kebijakan lima tahun kedepan, bukan hanya sekadar kebijakan populis.
Tanpa peta jalan yang jelas, kebijakan yang diluncurkan oleh setiap kementrian bisa jadi tidak terarah dan terjebak dalam program-program yang populis semata. Di sinilah pentingnya peta jalan kebijakan dalam memastikan bahwa setiap langkap yang diambil kementrian mendukung tujuan jangka Panjang yang telah dirumuskan bersama.
Dengan adanya roadmap, kementrian dapat memastikan bahwa sumber daya yang terbatas dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Hal ini menjadi cara untuk memastikan bahwa anggaran negara digunakan secara efisien dan tidak ada pemborosan dalam implementasinya.
Selain itu, banyaknya pembentukakan dan pemisahan kementrian dan lembaga negara menjadi pekerjaan rumah pengelolaan tata Kelola pemerinatah. Perlu adanya manajemen data, birokrasi dan komunikasi yang harus segera diselesaikan.
Salah satu masalah yang sering muncul dalam pemerintahan adalah koordinasi antara kementrian atau lembaga terkait. Saat kementerian atau lembaga dipisah, penting untuk memastikan bahwa alur komunikasi antar lembaga tersebut tetap terjaga.
Pemisahan kementrian negara tidak boleh hanya sebagai Langkah pembagian kekuasaan semata, tetapi harus menghasilkan tata Kelola pemerintahan yang semakin efektif.
Kedepan, tantangan terbesar bagi pemerintahan Prabowo adalah membuktikan bahwa tingkat kepuasan public ini bukan hanya hasil dari program populis atau ekspektasi awal masyarakat, tetapi cerminan dari kebijakan yang benar-benar strategis dan berdampak jangka Panjang.
***
*) Oleh : Fajar Nugraha, M.I.Kom., Dosen Komunikasi Politik Institut Tazkia Bogor dan Mahasiswa Doktoral Ilmu Komunikasi UNPAD.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |