https://malang.times.co.id/
Opini

Kemerdekaan Rakyat yang Menuntut

Selasa, 02 September 2025 - 09:21
Kemerdekaan Rakyat yang Menuntut Sigit Pramono, S.Pd., M.A.P., Guru di SMK PGRI 3 Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Dinamika stabilitas bangsa Indonesia diwarnai pasang surut. Tingkat kesadaran nasioanal yang tumbuh serta suasana yang semakin menyusahkan dan menyengsarakan rakyat, ikut andil sebagai pemantik dinamika stabilitas negeri ini.

Harus kita terima, bahwa dinamika ini adalah konsekuensi logis dari sebuah negara yang mengikrarkan diri sebagai negara demokrasi dalam menjalankan kekuasaannya.  

Ada perbedaan suasana perayaan kelahiran negara ini dibanding tahun-tahun sebelumnya. Suasana yang biasanya diwarnai dengan riuh riangnya karnaval yang menggambarkan kegembiraan masyarakat.

Pada perayaan hari kemerdekaan tahun ini selain suasana kegembiraan dan kebahagiaan, juga diwarnai suasana yang memanas dengan digelarnya gelombang protes dan demontrasi dari masyarakat. 

Hal ini seolah-olah menyampaikan pesan, bahwa seluruh kekecewaan dan kemarahan rakyat telah mendapatkan momentumnya untuk diluapkan dan ditumpahkan. Kemarahan ini sejatinya adalah akumulasi kekecewaan rakyat.

Selain dari kebijakan-kebijakan yang dirasa tidak pernah pro tetapi justru menyengsarakan, juga pernyataan-pernyatan yang dilontarkan para pejabat negara sering menyakitkan hati sang pemilik sah negeri ini. 

Jika dikatakan gelombang demontrasi ini telah membuat kerusakan, sejatinyalah kerusakan sistem di negeri ini jauh lebih dulu terjadi dan parah. Jika dilihat dari sisi hukum kausalitas, jika ada akibat pasti ada sebab, tentu lebih dahulu sebab dari akibat. 

Di sisi lain, jika dilihat dari hukum kesetimbangan dalam ilmu fisika, setiap ada aksi pasti akan ada reaksi, sampai terjadinya kesetimbangan. Lebih dahulu manakah terjadinya reaksi gelombang protes rakyat yang diwujudkan dalam demonstrasi dengan aksi perusakan sistem secara terstrutur, sistematik dan masif oleh pengelola negara ini? 

Dari dua hukum tadi, kita akan menemukan jawabannya bahwa rakyat Indonesia terbukti adalah masyarakat yang sangat sabar. 

Walaupun seakan semua kanal penyaluran aspirasi telah tertup, akhirnya akumulasi kekecewaan dan penderitaan itu telah menemukan jalannya. Dan kemarahan sebagai reaksi atas aksi perusakan sistem ini diwujudkan dalam gelombang demonstrasi. 

Mari kita ingat kembali peristiwa-peristiwa yang telah meresahkan masyarakat. Adanya kenaikan PPN menjadi 12%, walaupun secara normatif kenaikan ini hanya untuk barang mewah, kenyataanya masyarakat menanggung pajak ini dalam transaksi belanjanya. Daya beli masyarakatpun sempat menurun karena kenaikan PPN ini berimbas terhadap kenaikan harga barang dan jasa. 

Diinformasikan kebijakan penyitaan kendaraan bermotor jika tidak membayar pajak selama dua tahun, di saat DPR tidak segera memenuhi tuntutan rakyat untuk mengesahkan UU Perampasan aset bagi koruptor. Seolah-olah pengelola negara selalu menjawab dengan ancaman terhadap setiap tuntutan pemilik sah negeri ini. 

Penyelesaian kasus ijazah mantan presiden Joko Widodo yang tidak pernah selesai. Pencabutan pagar laut yang tidak berjalan secara optimal. Kenaikan PBB lebih dari 100% di hampir semua wilayah Indonesia. Kebijakan pemblokiran uang rakyat di rekening BANK oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) hanya karena tidak ada aktivitas di rekening tersebut selama tiga bulan. 

Kebijakan pengambil alihan lahan yang terlantar selama dua tahun kepada negara. Kebijakan pembayaran royalti atas musik yang dilantunkan dalam ruang publik. Kebijakan kenaikan gaji anggota DPR yang fantastik. 

Semua kebijakan yang di informasikan dan dikeluarkan pengelola negeri ini sangat tidak sesuai dengan kondisi masyarakat yang sedang di posisi titik nadir. Sungguh kebijakan-kebijakan yang sangat menyakitkan.

Disisi lain, sikap atau attitude dan ucapan pejabat negara yang sangat tidak pantas, semakin menyempurnakan kesengsaraan rakyat Indonesia. Sangat tidak pantas seorang menteri mengatakan “memang mbahmu bisa bikin tanah,” seorang wakil rakyat mengatakan tolol kepada masyarakat yang melakukan demonstrasi karena kecewa dengan kinerja DPR, sikap hedonisme yang dipertontonkan ke media publik di saat rakyat sedang dirundung kemiskinan dan lain-lain. 

Mari kita ulas salah satu tuntutan rakyat yang disuarakan dalam demonstrasi akhir-akhir ini, yaitu bubarkan DPR. Ulasan kita mulai dari peran DRP (parleman) pada sebuah negara. Syarat berdirinya negara secara internasional menurut konvensi Montevideo (1933) ada 4, yaitu;  a. Adanya penduduk tetap, b. Wilayah yang ditentukan, c. Adanya pemerintah dan d. Mendapat dukungan dari  negara merdeka lainnya. 

Dari semua syarat berdirinya sebuah negara secara internasional tersebut, tidak mensyaratkan adanya parlemen. Sehingga disimpulkan negara tetap utuh dan eksis secara internasional walaupun tidak memiliki parlemen.

Secara internal negara ini memiliki sejarah yang berhubungan dengan keberadaan parlemen. Pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam rapatnya, PPKI menghasilkan tiga keputusan yang salah satunya adalah pembentukan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) sebagai pembatu presiden sebelum terbentuknya parlemen. 

Secara internal kedudukan KNIP yang kemudian menjelama menjadi DPR adalah membantu tugas presiden dan lembaga yang mewakili dan menyatakan kemauan rakyat yang merdeka. Dari sini dapat disimpulkan, walaupun tanpa DPR eksistensi NKRI tetap diakui secara internasional, tetapi keberadaannya sangat diperlukan bagi negara Indonesia secara internal.

Yang menjadi permasalah berikutnya, apakah fungsi internal DPR itu berjalan optimal? Sesuai dengan kedudukannya dalam trias politika DPR memegang kekuasaan legeslatif, dan sesuai fungsinya DPR adalah sebagai wakil rakyat yang harus mampu mengemban amanat penderiataan rakyat.  

Dalam ke dua fungsi tersebut wakil rakyat yang duduk di DPR dituntut untuk mampu mengambil keputusan yang bisa dijadikan solusi bagi seluruh problematika kehidupan dan tuntutan rakyat. Tidak lepas dari situ, mereka juga dituntut memiliki attitude yang bisa menggambarkan kondisi rakyat yang diwakilinya.  

Dalam sejarahnya, Indonesia pernah mengalami proses pembubaran terhadap lembaga negara, khususnya demi menjaga keutuhan dan kesatuan Negara. Presiden Sukarno dalam dekritnya pada 5 Juli 1959 telah membubarkan konstituante, badan yang dibentuk melalui Pemilu 1955 dan bertugas menyusun undang-undang dasar menggantikan UUDS 1950. 

Karena badan ini gagal dalam menunaikan tugasnya dan perselisihan di badan tersebut akan membahayakan keutuhan dan kesatuan negara, maka Presiden membubarkannya. Presiden Gus Dur pada 23 Juli 2001 juga mengeluarkan dekrit yang membubarkan DPR, walaupun secara politik dekrit presiden Gus Dur ini mengalami kekalahan. 

Dari sisi sejarah, sebuah keputusan memang harus dikeluarkan untuk menjamin keutuhan negara dan kehidupan masyarakat yang makmur dalam keadilan. Sehingga tuntutan mahasiswa tersebut patut direnungkan dan dipertimbangkan sebagai masukan atas carut marutnya sistem pemerintahan yang selama ini berjalan. 

Sebenarnyalah, semua kejadian ini sangat tidak kita harapkan. Mahasiswa, buruh, masyarakat adalah warga negara. Begitu pula aparat kepolisian juga merupakan warga negara yang mengemban tugas untuk menjaga keamanan negara. Sebagai pimpinan di negeri ini jangan mengeluarkan kebijakan yang justru mengadu domba semua anak bangsa. 

Dalam cerita, sang Aji Saka telah salah memberikan instruksi tugas kepada dua muridnya yaitu Dora dan sembada. Dalam menunaikan tugas tersebut, ke dua murid Aji Saka meninggal karena sama-sama memegang dan menjalankan tugas yang diembankan dari guru mereka. 

Di satu sisi, mahasiswa, buruh dan masyarakat menyuarakan tuntutannya atas semua ketidak adilan yang terjadi, di sisi lain aparat keamanan mengemban tugas untuk menjaga keamanan dan stabilitas negeri ini. 

Solusinya, pemerintah dan DPR selain harus membuat kebijakan yang mampu mengakomodir kepentingan rakyat, juga harus bersikap simpatik dan empatik terhadap rakyat sebagai majikannya. Sehingga tidak terjadi gelombang protes yang akan mengadu sama-sama anak bangsa.  

 

***

*) Oleh : Sigit Pramono, S.Pd., M.A.P., Guru di SMK PGRI 3 Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.