TIMES MALANG, MALANG – Politik Indonesia kembali memasuki babak baru ketika Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Pernyataan itu jelas bukan sekadar retorika biasa.
Di tengah masyarakat yang kerap apatis terhadap janji elite politik, ucapan tersebut menjadi ujian serius: apakah Prabowo benar-benar mampu menegakkan hukum, ataukah ia hanya mengulang pola lama, di mana korupsi selalu dijadikan slogan politik tetapi sulit diwujudkan dalam tindakan nyata.
Korupsi di Indonesia bukan sekadar tindak pidana biasa, melainkan penyakit kronis yang melekat pada sistem kekuasaan. Era Jokowi yang telah berakhir menyisakan banyak pekerjaan rumah.
Publik masih mengingat kasus-kasus besar yang menyeret pejabat negara, mulai dari skandal bansos, mafia migas, mafia tanah, hingga problematika dalam pengelolaan sumber daya alam. Banyak di antaranya yang belum tuntas, seakan menumpuk sebagai “utang politik” yang diwariskan kepada pemerintahan Prabowo.
Prabowo tentu sadar, keberhasilan kepemimpinannya tak hanya diukur dari program-program pembangunan atau keberlanjutan proyek infrastruktur, melainkan juga dari seberapa serius ia menepati janji melawan korupsi.
Apalagi, pernyataannya yang tegas untuk “memberantas tanpa pilih kasus” telah membangkitkan harapan baru. Namun, di sinilah letak tantangan sesungguhnya.
Pertama, Prabowo harus membuktikan bahwa ia tidak terikat pada “warisan politik” Jokowi. Banyak figur dari lingkaran Jokowi yang masih bercokol di posisi strategis. Sebagian besar memiliki pengaruh kuat, baik di birokrasi maupun bisnis.
Jika Prabowo benar-benar ingin menunjukkan keseriusannya, ia harus berani menindak siapa saja yang terlibat dalam praktik korupsi, meskipun itu menyentuh nama-nama yang dulu dekat dengan kekuasaan. Inilah titik krusial yang akan menentukan apakah pernyataan Prabowo hanya sekadar retorika atau sebuah langkah politik yang revolusioner.
Kedua, independensi penegak hukum harus dipastikan. KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri adalah tiga institusi kunci. Sayangnya, dalam beberapa tahun terakhir, independensi KPK sering dipertanyakan. Publik melihat pelemahan melalui revisi UU, intervensi politik, hingga praktik-praktik yang menggerus kewibawaan lembaga tersebut.
Jika Prabowo benar-benar ingin menjadikan pemberantasan korupsi sebagai prioritas, maka ia perlu melakukan langkah besar dalam mereformasi penegakan hukum. Bukan hanya dengan pernyataan tegas, melainkan juga dengan kebijakan konkret.
Ketiga, keberanian politik Prabowo akan diuji ketika harus berhadapan dengan kepentingan partai koalisi. Semua orang tahu, politik Indonesia berjalan dengan kompromi. Partai-partai yang mendukung tentu berharap ada “imbalan” kekuasaan.
Sering kali, kompromi inilah yang menjadi pintu masuk praktik korupsi mulai dari bagi-bagi jabatan hingga permainan anggaran. Apabila Prabowo ingin dikenang sebagai presiden yang serius melawan korupsi, ia harus berani menolak segala bentuk kompromi yang mengarah pada praktik kotor tersebut.
Namun, publik juga tak boleh menutup mata terhadap peluang. Prabowo memiliki posisi unik: ia bukan figur yang lahir dari kekuasaan birokrasi selama 10 tahun terakhir. Ia datang dengan citra sebagai mantan oposisi yang kemudian bertransformasi menjadi penguasa.
Modal ini sebenarnya bisa menjadi kekuatan moral untuk memutus mata rantai warisan korupsi dari rezim sebelumnya. Pertanyaannya, apakah ia berani menggunakan modal itu dengan maksimal?
Di sisi lain, dukungan publik menjadi faktor penting. Rakyat Indonesia selama ini sering dikecewakan oleh janji-janji politik. Namun, jika Prabowo benar-benar menjalankan komitmennya, rakyat akan memberikan legitimasi yang kuat. Dukungan itu bisa menjadi tameng ketika ia berhadapan dengan kelompok oligarki atau elite lama yang merasa terancam oleh pemberantasan korupsi.
Tentu, kita tidak bisa menutup mata bahwa pemberantasan korupsi bukan pekerjaan semalam. Sistem yang sudah mengakar dalam birokrasi, politik, dan ekonomi membutuhkan waktu panjang untuk dibenahi. Tetapi, arah kebijakan presiden sangat menentukan.
Jika Prabowo konsisten, maka ia bisa meninggalkan legacy yang lebih besar daripada sekadar pembangunan infrastruktur. Ia bisa dikenang sebagai presiden yang membuka jalan bagi Indonesia yang lebih bersih dan berintegritas.
Sebaliknya, jika komitmen ini hanya berakhir sebagai jargon, publik akan menilai Prabowo tidak lebih baik dari pendahulunya. Bahkan, bisa jadi lebih buruk, karena telah memberi harapan palsu. Sejarah politik Indonesia mencatat, penguasa yang gagal menepati janji dalam isu fundamental seperti korupsi, akan kehilangan kepercayaan rakyat dengan cepat.
Maka, inilah momentum emas bagi Prabowo. Ia memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa politik bukan hanya arena bagi-bagi kekuasaan, melainkan sarana memperbaiki bangsa. Pernyataan “memberantas tanpa pilih kasus” bukan sekadar kalimat, tetapi kontrak moral dengan rakyat.
Ujian itu kini di depan mata. Apakah Prabowo akan benar-benar menindak sisa-sisa kekuasaan Jokowi yang terlibat dalam praktik korupsi? Apakah ia berani melawan arus besar oligarki yang sering menjadi “raja” di balik layar? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan wajah demokrasi Indonesia lima tahun ke depan.
Publik hanya menunggu bukti. Kata-kata tegas Prabowo telah terdengar di telinga rakyat. Kini saatnya membuktikan, apakah kata-kata itu mampu menjelma menjadi tindakan nyata, atau hanya menambah daftar panjang retorika politik yang menguap bersama waktu.
***
*) Oleh : Moh. Farhan Aziz, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DPD LIRA Kota Malang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |