https://malang.times.co.id/
Opini

Globalisasi dan Budaya Lokal

Senin, 27 Januari 2025 - 16:42
Globalisasi dan Budaya Lokal Yusrina Dinar Prihatika, Dosen Sastra Inggris FSBK Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

TIMES MALANG, YOGYAKARTA – Globalisasi telah membawa dunia menjadi semakin terhubung, terutama melalui budaya yang disebarluaskan oleh media massa. Salah satu yang paling dominan adalah media Amerika Serikat. 

Hollywood, musik pop, hingga platform streaming seperti Netflix telah merajai perhatian global. Namun, di balik daya tarik dan dampak positifnya, dominasi ini juga menimbulkan kekhawatiran terhadap hilangnya identitas budaya lokal.  

Media Amerika dan Imperialisme Budaya

Dominasi media Amerika bukanlah fenomena baru. Dari era film Hollywood seperti Gone with the Wind hingga kehadiran Netflix yang kini tersedia di lebih dari 190 negara, media Amerika telah menjadi simbol pengaruh global. 

Dengan teknologi mutakhir dan narasi yang menarik, media ini secara tidak langsung menyebarkan nilai-nilai seperti individualisme, kapitalisme, dan modernitas.  

Konsep "imperialisme budaya," yang pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Schiller, menggambarkan bagaimana nilai-nilai budaya dominan dapat menggantikan budaya lokal. 

Tidak hanya melalui paksaan, tetapi secara halus, media Amerika menarik penonton dengan produksi berkualitas tinggi dan cerita universal, seperti yang dijelaskan oleh John Tomlinson.  

Dampaknya? Penonton global kerap mengadopsi nilai-nilai Amerika secara tidak sadar. Lagu-lagu Beyoncé atau Taylor Swift, misalnya, membawa pesan kebebasan berekspresi dan gaya hidup mewah yang memengaruhi gaya hidup generasi muda.  

Pengaruh Positif dan Negatif

Media Amerika tidak hanya membawa pengaruh negatif. Film dan serial seperti Stranger Things atau Orange Is The New Black memperkenalkan isu-isu penting seperti kesetaraan gender dan hak asasi manusia ke panggung global. Narasi ini dapat memicu diskusi dan perubahan sosial.  

Namun, di sisi lain, kehadiran media Amerika sering kali memarjinalkan budaya lokal. Generasi muda lebih mengenal budaya Amerika dibandingkan tradisi mereka sendiri. 

Selain itu, media Amerika kerap mempertahankan stereotip negatif tentang budaya lain, menggambarkan negara berkembang sebagai eksotis atau tertinggal.  

Respons dan Adaptasi Negara-Negara Lain

Berbagai negara telah mengambil langkah strategis untuk melindungi dan mempromosikan budaya lokal mereka di tengah gempuran budaya global, khususnya dari media Amerika.

Di Prancis, pemerintah menetapkan kuota siaran yang mewajibkan televisi menayangkan sejumlah konten berbahasa Prancis. Kebijakan ini memastikan budaya Prancis tetap menjadi bagian dari konsumsi masyarakat sehari-hari, sekaligus menjaga industri kreatif lokal tetap relevan.

China memiliki pendekatan berbeda dengan membatasi jumlah film asing yang diizinkan masuk setiap tahun. Langkah ini memberi ruang bagi produksi lokal seperti Wolf Warrior, sebuah film aksi yang sukses besar di pasar domestik sekaligus memperkuat identitas budaya China di layar lebar.

India menunjukkan bahwa budaya lokal dapat berdampingan bahkan bersaing dengan pengaruh luar. Bollywood, dengan produksi film yang melibatkan tradisi, musik, dan cerita khas India, telah menjadi salah satu industri film terbesar di dunia. Film-film Bollywood tak hanya sukses di dalam negeri, tetapi juga memiliki penggemar di banyak negara, termasuk di kawasan Timur Tengah, Afrika, dan Amerika.

Sementara itu, Korea Selatan menawarkan contoh bagaimana budaya lokal dapat mendunia melalui fenomena Hallyu atau Korean Wave. K-drama seperti Crash Landing on You, musik K-pop dengan bintang global seperti BTS, dan film pemenang Oscar seperti Parasite membuktikan bahwa produk budaya lokal dapat meraih perhatian internasional tanpa harus mengorbankan identitas aslinya.

Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa melalui kebijakan dan inovasi kreatif, negara-negara tersebut berhasil menjaga keseimbangan antara melestarikan budaya lokal dan merespons arus globalisasi.

Keseimbangan Budaya di Era Globalisasi  
Kehadiran media Amerika di panggung global tidak bisa dihindari, tetapi bukan berarti budaya lokal harus tergerus. 

Negara-negara yang berhasil, seperti Korea Selatan dan India, menunjukkan bahwa perlindungan dan promosi budaya lokal dapat menciptakan keseimbangan antara budaya global dan lokal.  

Penting bagi masyarakat global untuk menjadi konsumen media yang kritis. Menikmati hiburan dari Hollywood atau Netflix sah-sah saja, tetapi jangan lupa untuk mendukung dan merayakan budaya lokal. Karena pada akhirnya, keberagaman budaya adalah kekayaan yang harus kita jaga bersama.  

***

*) Oleh : Yusrina Dinar Prihatika, Dosen Sastra Inggris FSBK Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.