TIMES MALANG, JAKARTA – Fenomena anjloknya harga saham di Indonesia akhir-akhir ini menjadi sorotan publik, baik dari kalangan akademisi, pelaku pasar, maupun masyarakat luas. Ketika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan dan ditutup melemah dalam beberapa hari perdagangan, kekhawatiran pun merebak.
Situasi ini memperlihatkan betapa dinamis dan sensitifnya pasar modal terhadap berbagai sentimen, baik dari dalam negeri maupun global. Di tengah harapan akan kebangkitan ekonomi pasca pandemi, penurunan harga saham menjadi sinyal bahwa kepercayaan investor sedang mengalami guncangan.
Ada beberapa faktor utama yang memicu anjloknya saham Indonesia. Pertama, tekanan dari eksternal, seperti kebijakan moneter The Fed yang menaikkan suku bunga acuan, mendorong investor asing menarik dananya dari pasar negara berkembang untuk kembali ke aset dolar AS yang dianggap lebih aman.
Kedua, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menambah beban bagi perusahaan yang memiliki utang dalam mata uang asing, serta memperkecil nilai investasi asing jika dikonversi ke dolar.
Ketiga, ketidakpastian politik dan kebijakan domestik, khususnya menjelang pergantian pemerintahan, sering kali memunculkan kecemasan mengenai arah kebijakan ekonomi yang akan diambil.
Selain itu, laporan keuangan emiten yang mengecewakan juga turut memperburuk sentimen pasar. Ketika laba menurun dan prospek bisnis tampak suram, investor cenderung melepas sahamnya. Di sisi lain, aksi jual besar-besaran oleh investor asing (capital outflow) memperparah tekanan jual di pasar, menyebabkan harga saham semakin tertekan.
Kepercayaan investor adalah komoditas langka dan sangat berharga. Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, mendadak, atau tidak pro-pasar bisa membuat investor ragu dan menarik investasinya.
Misalnya, perubahan aturan ekspor komoditas secara tiba-tiba, kenaikan pajak yang tidak disosialisasikan dengan baik, atau intervensi berlebihan terhadap mekanisme pasar menciptakan ketidakpastian. Investor tidak hanya melihat potensi keuntungan, tetapi juga mengukur risiko regulasi yang dapat menggerus nilai investasinya.
Ketidakpastian hukum, lemahnya perlindungan terhadap hak investor, serta potensi korupsi dalam proyek-proyek besar seperti Ibu Kota Negara (IKN) juga menjadi perhatian serius. Ketika hukum tidak ditegakkan secara adil dan transparansi rendah, investor akan mencari pasar yang lebih stabil dan aman.
Oleh karena itu, pemerintah harus menyadari bahwa setiap kebijakan, terutama yang berdampak langsung ke sektor keuangan, harus dirancang dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap iklim investasi.
Membangun kepercayaan investor membutuhkan strategi jangka panjang yang berkelanjutan. Pertama, pemerintah harus menjaga stabilitas makroekonomi, termasuk inflasi, nilai tukar, dan defisit anggaran. Stabilitas ini memberi sinyal bahwa ekonomi dikelola secara baik dan bertanggung jawab.
Kedua, reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi investasi harus terus dilakukan untuk mengurangi hambatan dan biaya investasi.
Ketiga, memperkuat good governance dan penegakan hukum, khususnya terkait dengan perlindungan investor dan transparansi emiten.
Pemerintah juga harus aktif membangun komunikasi yang baik dengan investor, baik domestik maupun asing. Sosialisasi kebijakan dan keterbukaan informasi sangat penting dalam menghindari kesalahpahaman dan spekulasi negatif. Edukasi pasar, peningkatan literasi keuangan, dan pengembangan teknologi pasar modal juga akan membantu menciptakan ekosistem investasi yang sehat dan inklusif.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dari berbagai sektor strategis. Energi terbarukan, seperti panas bumi, tenaga surya, dan hidro, menjadi sektor unggulan seiring dorongan global terhadap transisi energi bersih.
Industri hilirisasi, khususnya di sektor nikel dan tembaga, membuka peluang bagi pengembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) dan baterai yang bernilai tambah tinggi.
Sektor digital, termasuk e-commerce, fintech, dan teknologi informasi, juga tumbuh pesat, terutama didukung oleh bonus demografi dan meningkatnya penetrasi internet. Di sisi lain, pariwisata dan ekonomi kreatif, logistik, serta pertanian modern terintegrasi menjadi pendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Fokus pada pengembangan sektor-sektor ini, disertai insentif dan dukungan kebijakan, akan memperkuat struktur ekonomi dan menarik investasi berkualitas.
Kekuatan Ekonomi Komunitas sebagai Alternatif Pertumbuhan Berkelanjutan
Namun demikian, selain fokus pada sektor strategis berskala besar, kita tidak boleh mengabaikan kekuatan ekonomi komunitas dan tradisional. Ekonomi berbasis komunitas seperti koperasi, BUMDes, dan UMKM memiliki peran penting dalam menciptakan pertumbuhan inklusif yang merata di seluruh daerah. Model ekonomi gotong royong ini telah terbukti tangguh dalam menghadapi krisis, karena berbasis pada kebutuhan lokal dan sumber daya lokal.
Ekonomi komunitas mendukung pemberdayaan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan perputaran ekonomi di akar rumput. Ketahanan pangan, energi terbarukan skala desa, serta wisata desa adalah contoh nyata bagaimana potensi lokal dapat dioptimalkan sebagai alternatif pertumbuhan. Pemerintah perlu memberikan insentif, pelatihan, dan akses modal bagi pelaku ekonomi komunitas agar mereka bisa berkembang dan menjadi bagian dari rantai pasok nasional.
Dalam konteks keberlanjutan, ekonomi komunitas juga lebih adaptif terhadap prinsip-prinsip lingkungan dan sosial. Keterlibatan masyarakat dalam mengelola ekonomi lokal menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab sosial yang tinggi.
Dengan menggabungkan kekuatan ekonomi nasional dan ekonomi komunitas, Indonesia akan memiliki fondasi ekonomi yang lebih kokoh dan berdaya tahan jangka panjang.
Prabowo Subianto perlu memberikan harapan bagi investor. Komitmen melanjutkan hilirisasi sumber daya alam, memperkuat infrastruktur dan IKN, serta membangun stabilitas politik dan keamanan nasional merupakan sinyal positif bagi dunia usaha. Prabowo juga menegaskan pentingnya reformasi birokrasi, percepatan perizinan, dan insentif investasi yang pro-bisnis.
Kebijakan fiskal yang berhati-hati, dukungan terhadap ekonomi digital, serta komitmen terhadap ESG (Environment, Social, Governance) memperkuat daya tarik Indonesia sebagai destinasi investasi.
Kerja sama internasional dalam diplomasi ekonomi dan penguatan daya saing nasional menjadi bagian penting dalam membangun kepercayaan investor jangka panjang.
Kepercayaan investor adalah fondasi penting bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah harus menjaga stabilitas, konsistensi kebijakan, serta menciptakan iklim investasi yang ramah dan aman.
Dengan potensi sektor strategis, kekuatan ekonomi komunitas, dan komitmen kebijakan yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi kekuatan ekonomi regional dan global.
Saat ini, menjaga dan meningkatkan kepercayaan investor bukan hanya pilihan, melainkan kebutuhan mutlak untuk menghadapi tantangan dan merebut peluang di masa depan.
***
*) Oleh : Muhammad Aras Prabowo, Pengamat Ekonomi UNUSIA, Ketua Prodi Akuntansi UNUSIA, Pengurus Pusat Gerakan Pemuda Ansor.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |