TIMES MALANG – Setiap 17 Agustus, saat kita merayakan kemerdekaan Indonesia tercinta, kita diingatkan tidak hanya pada perjuangan fisik para pahlawan, tetapi juga pada tanggung jawab besar yang diwariskan kepada kita sebagai generasi penerus. Kemerdekaan sejati tidak hanya berarti terbebasnya bangsa ini dari penjajahan kolonial, tetapi juga mencakup kebebasan dari berbagai ancaman yang mengancam kesejahteraan dan kelestarian lingkungan hidup kita. Salah satu bentuk perjuangan masa kini yang semakin mendesak adalah melawan krisis lingkungan, dan di sinilah pentingnya menggagas teologi ekologi dalam tradisi pesantren.
Teologi Ekologi: Kebutuhan Mendesak di Era Modern
Teologi ekologi adalah pemikiran yang mengintegrasikan kesadaran lingkungan dengan ajaran agama. Dalam konteks Islam, ini berakar pada prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam Al-Quran dan Hadis Nabi. Sebagai contoh, Al-Quran menyebutkan dalam Surah Al-A'raf ayat 31: "Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." Ayat ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan keseimbangan dan keadilan dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam memelihara lingkungan.
Selain itu, konsep khilafah dalam Islam, yang tertuang dalam Surah Al-Baqarah ayat 30: "Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.'" mengamanahkan kepada manusia tugas sebagai pemelihara bumi. Ini menegaskan bahwa manusia memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan alam dan memastikan bahwa tindakan-tindakan kita tidak merusak ciptaan Allah.
Penegasan dari Surah Ar-Rum Ayat 41
Lebih lanjut, Al-Quran secara eksplisit memperingatkan manusia tentang dampak buruk yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan dalam Surah Ar-Rum ayat 41: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Ayat ini memberikan penegasan yang jelas bahwa kerusakan lingkungan adalah akibat langsung dari tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab. Perusakan hutan, pencemaran air dan udara, serta eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan adalah manifestasi dari perilaku yang jauh dari prinsip-prinsip Islam. Ayat ini juga mengandung peringatan bahwa dampak dari kerusakan ini akan kembali kepada manusia itu sendiri, sehingga penting bagi kita untuk merenungi dan memperbaiki perilaku kita terhadap lingkungan.
Pesantren sebagai pusat pendidikan Islam memiliki peran penting dalam mengajarkan dan menyebarkan pemahaman ini. Santri, sebagai generasi penerus bangsa, harus dibekali dengan kesadaran ekologi yang mendalam, agar mereka tidak hanya menjadi pemimpin yang berintegritas, tetapi juga penjaga alam yang bijaksana. Teologi ekologi memberikan landasan teologis yang kuat untuk mendidik santri tentang pentingnya menjaga lingkungan sebagai bagian dari iman dan ibadah.
Manfaat Teologi Ekologi bagi Pesantren dan Bangsa
Penerapan teologi ekologi di pesantren memiliki banyak manfaat, baik secara individual maupun kolektif. Pertama, secara spiritual, teologi ekologi menegaskan kembali hubungan manusia dengan Sang Pencipta melalui alam. Pemeliharaan bumi adalah amanah dari Allah, dan setiap tindakan kita terhadap lingkungan akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Kedua, secara sosial, teologi ekologi mengajarkan bahwa kepedulian terhadap lingkungan adalah bentuk solidaritas sosial. Lingkungan yang sehat dan lestari adalah hak setiap individu, dan menjaga lingkungan adalah wujud tanggung jawab kita kepada sesama. Pesantren dapat menjadi pelopor gerakan lingkungan di masyarakat sekitar, mengajarkan pola hidup yang ramah lingkungan seperti pengelolaan sampah, konservasi air, dan penggunaan energi terbarukan.
Ketiga, secara nasional, penerapan teologi ekologi membantu mewujudkan kemerdekaan yang berkelanjutan. Indonesia, sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, sering kali dihadapkan pada eksploitasi yang tidak bertanggung jawab. Dalam semangat kemerdekaan, teologi ekologi mengingatkan kita bahwa kemerdekaan sejati tidak hanya tentang kedaulatan politik, tetapi juga kedaulatan lingkungan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ekologi dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat memastikan bahwa kekayaan alam Indonesia tetap lestari untuk generasi mendatang.
Pesantren sebagai Garda Terdepan dalam Pendidikan Ekologi
Dalam konteks ini, pesantren memiliki posisi strategis sebagai lembaga pendidikan yang mampu menyebarkan pemahaman teologi ekologi secara luas. Pesantren dapat mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan ajaran agama dengan kesadaran lingkungan. Dengan demikian, santri tidak hanya diajarkan tentang hukum-hukum syariah, tetapi juga tentang pentingnya menjaga alam sebagai bagian dari pengamalan syariah.
Kurikulum ini dapat mencakup studi tentang tafsir ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan lingkungan, Hadis Nabi tentang tanggung jawab manusia terhadap alam, serta praktek nyata seperti bercocok tanam, daur ulang, dan konservasi energi. Selain itu, pesantren juga dapat mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan santri dalam aksi nyata untuk lingkungan, seperti gerakan penghijauan, pembersihan sungai, atau kampanye pengurangan sampah plastik.
Dengan menggagas dan menerapkan teologi ekologi, pesantren tidak hanya akan mencetak santri yang berakhlak mulia, tetapi juga santri yang memiliki kesadaran penuh akan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi. Tanggung jawab ini adalah bagian dari kemerdekaan yang hakiki, kemerdekaan yang bukan hanya terbebas dari penjajahan fisik, tetapi juga penjajahan ekologis yang mengancam masa depan bangsa.
Penutup: Membangun Kemerdekaan yang Lestari
Refleksi kemerdekaan Indonesia seharusnya tidak hanya berfokus pada sejarah masa lalu, tetapi juga pada tantangan masa depan. Dalam konteks ini, teologi ekologi menawarkan sebuah perspektif baru yang menghubungkan ajaran agama dengan tanggung jawab lingkungan. Pesantren, dengan segala potensi yang dimilikinya, dapat menjadi pelopor gerakan ini, memastikan bahwa kemerdekaan yang kita nikmati hari ini akan tetap lestari bagi generasi yang akan datang.
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk menjaga amanah yang diberikan oleh Allah, termasuk alam semesta ini. Melalui teologi ekologi, kita dapat memperluas makna kemerdekaan, menjadikannya bukan hanya sekadar kebebasan dari penjajah, tetapi juga kebebasan untuk hidup harmonis dengan alam, sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, kasih sayang bagi seluruh alam.
***
*) Oleh : Shobirin, S.Pd.I, M.Pd, Dosen UNZAH Genggong Probolinggo, Awardee BIB-LPDP Program Doktoral di UIN Malang dan Pemilik Kanal YouTube Suara Online.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Menggagas Teologi Ekologi dalam Tradisi Pesantren
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |