TIMES MALANG, MALANG – Saya sangat menyayangkan, meskipun ritmenya selalu sama, sikap kader PMII yang menyebabkan kericuhan dalam Kongres PMII ke-21 di Palembang. Tindakan mereka tidak hanya merusak citra pergerakan mahasiswa Islam Indonesia tetapi juga dapat menghambat proses kaderisasi.
Saat ini, kita memasuki masa penyambutan mahasiswa baru di berbagai perguruan tinggi. Sebaiknya kita tidak menampilkan organisasi dengan sikap yang merusak, sehingga mahasiswa baru dapat memahami arah dan ruang organisasi ekstra yang layak diikuti.
Kader yang terlibat dalam kericuhan hanya mementingkan ambisi pribadi terkait calon pemimpin yang didukung mereka, tanpa mempertimbangkan dampak negatif dari kericuhan tersebut. Hal ini dapat menakut-nakuti mahasiswa baru dan menghambat proses kaderisasi PMII.
Mereka tampaknya tidak memahami dan menerapkan nilai-nilai PMII, melenceng jauh akibat egoisme pribadi dan kelompok. Ketika suara salah satu calon ketua umum belum jelas atau kalah, mereka memperlambat forum. Sebaliknya, jika suara salah satu calon dianggap menang, forum tetap dilanjutkan dengan berbagai cara.
Ini adalah pola lama yang tidak mengalami pembaharuan atau perubahan. Pertanyaannya, sampai kapan? Sampai kapan proses dan ritme pergantian ini akan diatur oleh kader di dalamnya? Bukankah produk hukum seharusnya menjadi titik temu.
Jangan merusak produk hukum secara pragmatis tanpa nilai. Seperti Al-Quran sebagai pedoman umat Islam, AD/ART PMII adalah pedoman organisasi. Jika pedoman ini rusak, kita hanya akan menunggu kehancuran organisasi atau melakukan rekonstruksi.
Rekonstruksi yang diperlukan meliputi profesionalisme, budaya, penanaman nilai, dan kebermanfaatan struktural yang terintegrasi. Otonomi daerah tetap harus berada dalam koridor pengurus besar. Saatnya pengurus besar fokus pada kepentingan anggota di tingkat rayon hingga komisariat, bukan sekadar menggunakan nama organisasi untuk kepentingan pribadi atau membangun relasi.
Kita perlu mengembalikan marwah PMII dengan menerangkan nilai-nilai PMII secara terang benderang, menyadari, merubah, dan memperbaiki berdasarkan prinsip "al-muhafadhotu alal qodimi sholih wal akhdu bil jadidi al aslah."
Pesan saya kepada seluruh kader yang hadir di Palembang adalah: "Segera insaf!" Agar tindakan kalian tidak menghambat proses kaderisasi, yang berdampak besar terhadap keberlangsungan di tingkat rayon dan komisariat.
Terakhir, terkadang saya berpikir, mengapa Tuhan tidak takdirkan saya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar PMII? Namun, teman saya mengingatkan bahwa saya bukanlah bagian dari darah biru yang layak dan pantas dipanggil Gus.
***
*) Oleh : Moh. Farhan aziz, Kader PMII Kota Malang.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kongres PMII ke-21: Memahami Dampak Kericuhan dan Memulihkan Integritas Organisasi
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |