TIMES MALANG, JAKARTA – Kesabaran ada batasnya, kalimat yang pantas disandingkan untuk kondisi dosen ASN di bawah Kemendiktisaintek saat ini.
Bagaimana tidak? Setelah sekian tahun bersabar dengan perlakuan diskriminatif pemerintah sejak tahun 2014, kini dosen ASN Kemendiktisaintek tampak sudah habis kesabarannya. Rencana aksi mogok nasional pun sedang disusun. Tuntutannya jelas, pembayaran tunjangan kinerja yang telah dihutang oleh pemerintah selama ini.
Kisah pilu kesejahteraan dosen sebenarnya bukan barang baru. Maka tak heran jika sampai ada kampanye jangan jadi dosen. Perlakuan diskriminatif pemerintah yang mengecualikan dosen untuk mendapatkan tunjangan kinerja menjadi asal muasal ketimpangan ini.
Sebenarnya, sebagai ASN, sejak diundangkannya UU 14/2005 tentang guru dan dosen, dosen sebagai pendidik bersama dengan guru, mendapatkan angin segar. UU Guru Dosen ini membawa semangat tuntutan profesionalisme guru dan dosen yang linear dengan kesejahteraannya.
Melalui UU Guru dan Dosen, dosen mendapatkan hak tunjangan profesi yang setara dengan satu kali gaji pokok. Setelah puluhan tahun julukan pahlawan tanpa tanda jasa, tunjangan profesi ini seolah mata air di tengah gurun yang tandus.
Tentu saja tunjangan profesi ini tidak serta merta dibayarkan. Ada serangkaian proses yang harus disiapkan oleh dosen. Belum lagi jika bicara kuota tahunan sertifikasi dosen. Paling tidak seorang dosen ASN harus bersabar sampai lima tahun untuk mendapatkan tunjangan profesi.
Semangat UU Guru dan Dosen ini sirna pasca rezim tunjangan kinerja diberlakukan. Dikecualikannya dosen ASN untuk mendapatkan tunjangan kinerja menjadi pangkal masalah. Maka penghasilan dosen ASN di Kemendiktisaintek sangat timpang dibandingkan dosen ASN di kementerian lain. Bahkan dengan sesama ASN di Kemendiktisaintek.
Permasalahan tunjangan kinerja ini menjadi sangat kompleks. Bentuk perguruan tinggi yang beragam, menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah agar tidak terjadi ketimpangan antar perguruan tinggi.
Kita tahu penerimaan perguruan tinggi sebagian besar masih disokong dari UKT mahasiswa. Jangan sampai perguruan tinggi terlalu bernafsu berubah menjadi BLU, namun PNBP cekak dan justru habis untuk membayar remunerasi dosen dan tenaga kependidikan.
Masih banyak permasalahan di dosen ASN. Namun yang mendesak adalah membayar hutang tunjangan kinerja yang selama ini seharusnya menjadi hak dosen.
Selepas itu, mari kita bicara karir dosen pasca Permenpan 1/2023 dan beragam masalah lainnya. Tidak dibayarnya tunjangan kinerja dosen ASN membuat capaian perguruan tinggi Indonesia menjadi sangat luar biasa. Tidak hanya cukup kelas dunia, namun sudah sampai kelas akhirat. (*)
Penulis: Slamet Widodo, dosen yang belum menerima tunjangan kinerja dan/atau remunerasi.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dosen ASN Indonesia Menanti Itikad Baik Presiden Prabowo
Pewarta | : x |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |