TIMES MALANG, BOGOR – Tak dapat dimungkiri bahwa dakwah memiliki peran penting dalam memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat luas. Tentu saja ini menjadi tugas kita bersama sesuai kapasitas masing-masing. Metode dan media yang digunakan juru dakwah sangat menentukan keberhasilan dakwah itu sendiri.
Seiring perkembangan zaman yang semakin dinamis, metode dakwah juga mengalami pergeseran signifikan. Semua itu sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi yang begitu cepat dan masif di pelbagai sektor kehidupan.
Kehadiran teknologi telah membawa perubahan besar dalam dunia dakwah. Pelbagai platform digital seperti media sosial, youtube, dan media daring memberikan warna baru bagi juru dakwah untuk menyampaikan materi dakwahnya kepada publik.
Masyarakat pun dapat dengan mudah mengakses materi-materi dakwah tersebut secara online sambil rebahan di rumah. Kondisi ini sangat jauh berbeda dibandingkan kondisi sebelumnya di mana masyarakat harus berjalan kaki untuk mendengarkan ceramah keagamaan.
Meski demikian, kehadiran teknologi digital juga membawa tantangan yang cukup kompleks. Mirisnya, kemudahan media digital telah memproduksi juru dakwah yang miskin pengetahuan agama. Sehingga tak jarang muatan materi dakwahnya hanya berisi guyonan, bahkan ditengarai menyesatkan.
Belakangan ini kita memang banyak disuguhkan dengan ceramah keagamaan yang di dalamnya kurang mengindahkan nilai-nilai etika dan adab. Tak sedikit juru dakwah yang menunjukkan sikap arogan dan merendahkan jamaah.
Apa pun konteksnya, seorang da’i harus hati-hati dalam menyampaikan materi keagamaan kepada masyarakat. Jangan sampai kemuliaan ajaran Islam malah dirusak oleh pendakwah itu sendiri.
Karenanya, selain dituntut untuk memiliki kompetensi ilmu agama dan teknologi, seorang da’i perlu menjunjung tinggi nilai-nilai etika dalam berdakwah. Inilah yang dicontoh Rasulullah ketika mendakwahkan Islam.
Keluhuran akhlak beliau menjadikan Islam mudah diterima oleh semua golongan. Dan, ini mesti menjadi pegangan setiap da’i sehingga tujuan dakwahnya selaras dengan misi diutusnya Rasulullah untuk memperbaiki akhlak manusia.
Ariani (2012) menegaskan etika menjadi standar nilai-nilai yang harus dijadikan acuan dalam berbuat, bertindak dan berperilaku. Tanpa ada suatu komunikasi yang baik dalam berdakwah maka seseorang itu dinyatakan tidak mempunyai etika yang cukup baik.
Etika Dakwah
Di era digital, etika dan adab berdakwah sering kali diabaikan. Tak sedikit da’i menyampaikan materi dakwahnya dengan cara-cara tak elok sehingga menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Model dakwah seperti ini justru menimbulkan kegaduhan dan perdebatan di pelbagai platform media sosial. Dampak buruk inilah yang mesti diantisipasi oleh juru dakwah karena dapat menimbulkan perpecahan antar umat Islam.
Sederet perilaku kontroversial sebagian da’i mesti menjadi pembelajaran dan menggugah umat Islam agar memperhatikan nilai-nilai etika saat melaksanakan tugas dakwah. Dalam konteks pentingnya etika bagi pendakwah, KH Bisri Musthofa sebagaimana dikutip Ikhwanuddin (2022) menyebutkan empat etika yang mesti menjadi pegangan seorang juru dakwah.
Pertama, keselarasan antara ucapan dan perbuatan. Dalam hal ini, pendakwah bukan sekadar mampu menyampaikan materi kepada publik melainkan menjadi aktor pertama yang mempraktikkan apa yang ia sampaikan.
Kedua, santun dan rendah hati. Para pendakwah harus menunjukkan perilaku yang terpuji dan beradab. Jangan sampai saat menyampaikan materi dakwah, juru dakwah justru merendahkan atau mengolok-olok orang lain.
Perilaku santun dan rendah hati ini amat penting agar masyarakat tidak menghina da’i karena sikap dan tutur katanya kurang terpuji.
Ketiga, memiliki belas kasih dan penuh kerahmatan.
Etika berdakwah ini semestinya memberikan peringatan kepada pendakwah akan efek dari materi dakwah yang disampaikan. Oleh karena itu, penyampaian materi dakwah semestinya disampaikan dengan penuh belas kasih dan keramahan. Bila dikerjakan dengan baik, maka efektivitas dakwah akan lebih mudah diterima.
Keempat, pemaaf dan toleran. Da’i semestinya memiliki sikap kelapangan hati untuk memaafkan dan toleransi serta perangai yang menyenangkan dan menggembirakan. Sikap lemah lembut, berjiwa pemaaf, dan mengajak berdialog dalam urusan tertentu adalah sari pati etika seorang da’i yang mesti diimplementasikan di setiap melaksanakan tugas dakwah.
Akhirnya, berdakwah di era kemajuan teknologi digital perlu dilakukan dengan cara-cara yang elok, tidak provokatif, dan tetap menjunjung nilai-nilai etika. Bila ini benar-benar dapat dilakukan, maka aktivitas dakwah akan membawa kemanfaatan bagi semua pihak, bukan sebaliknya menimbulkan kegaduhan.
***
*) Oleh : Deni Rahman, M.I.Kom., Dosen STAI Al-Fatah Bogor.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |