TIMES MALANG, MALANG – Apocalypse Skatepark, skatepark indoor terbesar di Indonesia yang ada di Malang tengah mengadakan soft opening sejak Jumat (3/9/2021). Tak disangka, skatepark indoor dengan luas sekitar 1.000 hektar tersebut pun didatangi oleh para skateboarder Nasional, mulai Bali hingga Bandung.
Menariknya, para skateboarder cilik yang telah memberikan berbagai prestasi nasional, yakni Zaidhar Maulana Ibrahim skateboarder asal Bandung berusia 11 tahun dan Hafizd Wahyu Kurniawan skateboarder asal Jogjakarta berusia 13 tahun ikut hadir dan mencoba skatepark tersebut.
Mereka berdua yang datang jauh-jauh dari Kota asalnya bersama keluarga, ingin menjajal skatepark terbesar berstandar International, yakni Apocalypse yang berada di Malang.
Zaidhar yang pernah menjuarai berbagai kompetisi tingkat Nasional tersebut mengatakan bahwa saat dirinya datang dan menjajal skatepark tersebut berasa sesuai ekspetasi dan sangat bangga dengan Malang.
"Sangat-sangat sesuai. Di sini paling the best (terbaik) lah Malang. Semoga bisa sering-sering lagi kesini," ujar Zaidhar, Sabtu (4/9/2021).
Dua skateboarder cilik, Zaidhar dan Hafidz saat berfoto bersama skateboarder profesional asal Malang, Izad. (Foto: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
Zaidhar yang telah memiliki berbagai sponsor, salah satunya merk sepatu bernama Saint Barkley tersebut juga telah menjajaki dunia skateboard sejak usia 9 tahun.
Dirinya pun berharap, Malang yang saat ini memiliki skatepark yang begitu megah dengan seluruh fasilitas berstandar International tersebut, juga bakal memiliki para bibit-bibit skateboarder unggul untuk bisa membanggakan Malang.
"Ke depan semoga ada skateboarder cilik yang baru dan lebih berprestasi. Lebih banyak juga yang melatih para skateboarder kecil. Supaya selain membanggakan Malang, nanti juga bisa membanggakan Indonesia di ajang International. Kalau sekarang kan belum ada ya," ungkapnya.
Selanjutnya Hafidz skateboarder cilik berusia 13 tahun asal Jogjakarta menyebutkan bahwa awal mula dirinya tahu apocalypse melalui media sosial. Setelah itu, ia pun berkeinginan mencoba skatepark indoor terbesar tersebut dan ingin mengasah keahliannya dalam bermain skateboard.
"Penasaran awalnya, pingin cobain enak banget dilihat. Luas juga, desainnya keren. Jadi mau coba," katanya.
Dengan adanya skatepark ini, Hafidz ingin kota-kota lain bisa mengusung konsep skatepark tersebut agar tersedia di tempat lain. "Semoga gak cuma di Malang saja. Kedepan bisa di copy kemana aja gitu, bisa lebih bagus lagi. Kalau Jogja sekarang kan skateparknya pecah-pecah gitu ya," tuturnya.
Salah satu Bule (WNA) yang sempat hadir di soft opening dan mencoba arena skatepark dengan menggunakan sepeda jenis gunung. (Foto: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
Sementara itu, skatboarder asal Malang, Izad (34) mengapresiasi atas apa yang saat ini telah dimiliki oleh Malang. Sebab, skatepark di Malang yang setidaknya ada di tiga lokasi berbeda, tak terlihat berstandar layaknya skatepark dan beberapa pun hasil pembangunan dari para komunitas skateboard di Malang.
"Seperti skatepark di Mojolangu itu yang bangun skateboarder. Kita tembusin ke pemerintah agar ada sedikit lahan di situ. Yang bangun pun biayanya skateboarder sendiri, pemerintah cuma kasih lahan aja," bebernya.
Dengan pembangunan berstandar International dengan tempat yang sangat luas tersebut, Izad berkeinginan lebih banyak lagi bibit-bibit skateboarder yang bisa membanggakan Malang, tak hanya skateparknya saja.
"Ini keren banget sih. Pastinya ke depan bakal banyak binit baru ya dengan adanya skatepark ini. Mungkin ke depan ada cabor (cabang olahraga) sendiri ya. Bisa disolidkan oleh pemerintah agar kita bisa lebih maju lagi," harapnya.
Selanjutnya, inisiator dan pemilik Apocalypse skatepark, Herru Tri Cahyono merasa kaget bahwa antusias para skateboarder sangat tinggi saat soft opening di hari pertama.
Pasalnya, soft opening yang dibagi dalam tiga sesi per harinya, sempat kebanjiran para skateboarder yang datang dan tak sabar ingin segera mencoba skatepark tersebut.
Hafidz, skateboarder cilik asal Jogja yang sedang menikmati bermain skateboard di arena Apocalypse skatepark. (Foto: Adhitya Hendra/TIMES Indonesia)
"Dari skateboarder semua banyak yang datang dan banyak yang gak bisa masuk juga. Kita menghindari keramaian juga. Jadi kita batasi dan kita geser ke sesi berikutnya," katanya.
Dalam soft opening yang rencana akan dilakukan sekitar 7 sampai 10 hari sejak 3 September 2021 tersebut, memiliki tiga sesi per harinya dengan kapasitas per sesi 25 orang dengan batasan selama 3 jam.
Tak hanya skateboarder saja, adapun terlihat salah satu bule (warga negara asing) sempat datang dan membawa sepeda kayuh (jenis sepeda gunung) dan mencoba arena tersebut.
"Bule itu sudah datang saat pembangunan dan memang menunggu soft opening ini, karena dia ingin coba main. Tadi dia senang sekali dan tak berhenti-berhenti untuk menjajal arena ini. Dia juga mengungkapkan bahwa skatepark ini benar-benar bagus dan dia bangga," bebernya.
Setelah soft opening berakhir, Herru berencana akan melakukan pemulihan lokasi dan menambahkan apa yang masih kurang dengan jangka waktu sekitar satu minggu.
Setelah itu, nantinya akan segera dilakukan Grand Opening dengan didatangi sebanyak 27 atlet skateboarder nasional untuk menggelar kompetisi ataupun menjajal skatepark tersebut.
"Kita nunggu surat dari dinas juga, rencana undang kepala daerah juga untuk Grand Opening. Apalagi awalnya kita undang 4 atlet skateboard, ternyata semua ingin ikut dan sekarang total 27 skateboarder yang akan meramaikan grand opening nanti ditambah dengan beberapa youtuber juga akan datang," ungkapnya.
Ke depan, apocalypse sendiri juga akan membuka skateschool dan menggandeng seluruh komunitas skateboarder yang ingin membuat sebuah kompetisi skate di Apocalypse. Juga skateschool dilibatkan.
"Mereka yang ingin melatih pun juga gak peduli mau dibayar berapa, karena memang antusias mereka ya. Lalu kalau mau buat kompetisi disini silahkan, mungkin hanya ganti biaya operasional seperti petugas pembersihan dan satpam yang jaga," pungkas sang inisiator Apocalypse Skatepark. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ronny Wicaksono |