TIMES MALANG, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia surplus USD3,12 miliar atau turun sebesar USD0,38 miliar secara bulanan.
"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 58 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," ujar Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (17/3/2025).
Amalia menjelaskan surplus pada Februari 2025 lebih ditopang pada surplus pada komoditas non migas yang sebesar 4,84 miliar dolar AS, yang terdiri dari lemak dan minyak nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.
Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas mencatat defisit USD1,72 miliar yang berasal dari hasil minyak maupun minyak mentah.
Selanjutnya, tiga negara penyumbang surplus adalah Amerika Serikat sebesar USD1,57 miliar , India USD1,27 miliar , dan Filipina USD0,75 miliar.
Sementara itu, Indonesia mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara, tiga terbesarnya adalah Tiongkok sebesar USD1,76 miliar, Australia USD0,43 miliar, dan Brazil USD0,17 miliar.
Lebih lanjut, komoditas penyumbang defisit terbesar pada Februari 2025 adalah mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, lalu mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya, dan juga kendaraan dan bagiannya dengan Tiongkok.
Australia, defisit disumbang oleh komoditas bahan bakar mineral, terutama batu bara, kedua biji logam kelap dan abu, dan ketiga cerealia. Brazil, disumbang oleh ampas dan sisa industri makanan, terutama untuk pakan perlahan, kemudian kapas dan juga gula.
BPS juga mencatat secara kumulatif neraca perdagangan selama Januari-Februari 2025, surplus sebesar USD6,61 miliar.
"Dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, neraca perdagangan Indonesia mengalami kenaikan sebesar USD3,78 miliar, di mana surplus pada periode ini ditopang oleh surplus pada komoditas nonmigas yang memberikan kontribusi sebesar USD9,76 miliar," kata Amalia. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |