TIMES MALANG, SEMARANG – Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan bahwa esensi pelayanan publik terletak pada kesetaraan antara aparatur dan masyarakat. Ia menilai, pelayanan tidak akan berjalan ideal jika masih ada jarak psikologis antara pemberi layanan dan warga yang dilayani.
Pandangan tersebut disampaikan Ahmad Luthfi saat menjadi pembicara dalam kegiatan Diseminasi Praktik Baik Pelayanan Publik yang digelar Kementerian PAN-RB di The Tribrata Hotel Darmawangsa, Jakarta, Selasa (16/12/2025). Forum ini dihadiri Wakil Menteri PAN-RB serta perwakilan pemerintah daerah dari berbagai wilayah di Indonesia.
Menurut Ahmad Luthfi, aparatur pemerintah, tanpa memandang jabatan, harus memposisikan diri setara dengan masyarakat. Prinsip itu, kata dia, menjadi fondasi utama birokrasi yang benar-benar melayani.
“Dalam pelayanan publik, tidak boleh ada rasa lebih tinggi. Gubernur, bupati, wali kota, hingga pejabat lainnya, semuanya sejajar ketika melayani masyarakat,” ujarnya.
Ia juga menyinggung peran teknologi dalam pelayanan publik. Meski berbagai aplikasi dan sistem digital dinilai penting, Ahmad Luthfi menekankan bahwa kualitas sumber daya manusia tetap menjadi penentu utama keberhasilan pelayanan.
“Teknologi secanggih apa pun tidak akan berarti jika pelayan publiknya tidak memahami tugas dan tidak memiliki empati,” katanya.
Sebagai langkah konkret, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengintegrasikan berbagai layanan ke dalam satu platform terpadu bernama Ngopeni Nglakoni. Integrasi ini ditujukan untuk mempermudah akses layanan sekaligus meningkatkan efektivitas pelayanan kepada masyarakat.
Selain itu, seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Jateng diminta merespons pengaduan masyarakat dalam waktu maksimal 1x24 jam. Ahmad Luthfi juga menggagas Rumah Rakyat yang tersedia di Kantor Gubernur dan Bakorwil eks karesidenan sebagai ruang terbuka bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan mencari solusi bersama.
Ia menyebut, dengan jumlah penduduk Jawa Tengah yang mencapai sekitar 38 juta jiwa, pemerintah perlu memfokuskan pelayanan pada kebutuhan dasar agar intervensi yang dilakukan lebih tepat sasaran.
Dalam konteks pengentasan kemiskinan, Pemprov Jateng menerapkan pendekatan kolaboratif lintas sektor. Penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), misalnya, tidak hanya menyentuh aspek fisik bangunan, tetapi juga melibatkan sektor kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan sosial untuk mengatasi persoalan stunting, pengangguran, hingga pemenuhan kebutuhan dasar.
Pendekatan tersebut, menurut Ahmad Luthfi, berkontribusi pada penurunan angka kemiskinan di Jawa Tengah, dengan sekitar 3,3 juta warga berhasil keluar dari kategori miskin.
Ia juga mencontohkan Program Dokter Spesialis Keliling (Speling) yang membawa layanan dokter spesialis langsung ke desa-desa secara gratis. Program ini dikolaborasikan dengan Cek Kesehatan Gratis (CKG), gerakan pangan murah, serta penyaluran bantuan sosial.
“Konsepnya terintegrasi. Masyarakat datang untuk layanan kesehatan, sekaligus mendapatkan dukungan ekonomi,” tuturnya.
Melalui prinsip kesetaraan, respons cepat, dan kolaborasi lintas sektor, Ahmad Luthfi berharap praktik pelayanan publik di Jawa Tengah dapat menjadi rujukan bagi daerah lain dalam meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat. (*)
| Pewarta | : Bambang H Irwanto |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |