TIMES MALANG, SURABAYA – Setiap pagi, sebelum hiruk pikuk Kota Surabaya memuncak, sepeda motor roda tiga itu sudah lebih dulu mengisi jalanan. Suara mesin kecilnya tak terlalu keras, tapi cukup untuk membangunkan rasa penasaran siapa saja yang melihatnya.
Di atas motor itu duduk tegap seorang pria dengan satu kaki, berseragam JNE, dengan wajah serius nan penuh semangat. Namanya Sirilus Siko, atau yang lebih akrab disapa Rilus. Seorang kurir JNE sekaligus penyandang disabilitas yang dengan gagah melayani ratusan pelanggan di tengah panas, hujan, dan tantangan Ibu Kota Jawa Timur.
Meski terlahir dalam kondisi Amelia, dimana kaki kanannya tidak tumbuh secara sempurna, tapi dia justru selalu mencari cara untuk berdiri lebih tinggi di mata orang lain, dan terlebih di mata dirinya sendiri. Dan jalannya menuju titik ini, tak bisa dibilang mudah.
Perjalanan Rilus menjadi bagian dari JNE dimulai bukan dari dunia logistik, tapi dari lapangan hijau. Dia datang ke Surabaya untuk bergabung dengan Perkumpulan Sepak Bola Amputasi Surabaya (PERSAS). Semangatnya sebagai atlet membawa energi yang sama saat ia melihat sebuah peluang kerja dari JNE Surabaya.
“Saya lihat ada lowongan kerja dari JNE untuk penyandang disabilitas. Langsung saya coba daftar, ikut interview, dan ternyata diterima. Tepatnya pada bulan 10 tahun 2023 saya mulai kerja,” ujar Rilus.
Awalnya, tentu tidak mudah. Tidak semua orang bisa membayangkan bagaimana seorang dengan keterbatasan fisik bisa menangani pekerjaan sepadat kurir, yang dituntut untuk cepat, sigap, dan konsisten. Tapi Rilus membuktikan bahwa kemauan bisa melampaui apa pun.
Dia ditarget mengantar 85 paket setiap harinya. Angka yang sama dengan rekan-rekannya yang tidak memiliki disabilitas. "Kadang bisa lebih kalau lagi banyak. Bisa lebih dar 100 paket sehari. Tergantung volume," terangnya.
Tak jarang, pria Kelahiran Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini harus merasakan rasa pegal di bagian ketiaknya, karena harus naik turun motor dan berjalan menggunakan tongkat di puluhan titik pengantaran. Atau pegal ada bagian kaki kanan saat dia mencoba menggunakan prostetik atau kaki palsu seharian penuh untuk bekerja.
Namun alih-alih mengeluh, hal itu malah membuat Rilus merasa disetarakan oleh perusahaan dengan yang lainya. Tidak dipandang sebelah mata. Karena dengan itu pula, dia mendapatkan potensi yang sama dalam hal gaji, bonus, atau yang lainya.
“Hal yang membuat saya semangat, adalah waktu lihat teman-teman di sini banyak yang sudah tua, punya anak, istri, tapi semangatnya luar biasa. Masa saya yang muda harus kalah?” tuturnya.
Ada satu momen yang tak pernah ia lupakan. Suatu hari, ia mengantarkan paket ke rumah salah satu pelanggan. Ketika pintu dibuka, seorang anak kecil berlari keluar dan langsung memeluknya.
“Saya kaget banget. Terus ayahnya keluar dan bilang, ‘Gak apa-apa mas, anak saya memang suka begitu. Dia senang lihat mas datang,’” cerita Rilus.
Peristiwa itu begitu sederhana, namun menyentuh. Dari situ Rilus merasa pekerjaannya lebih dari sekadar mengantarkan barang. Dia juga sedang mengantar kebahagiaan, sejalan dengan tagline besar JNE: Connecting Happiness.
Karyawan, Atlet, dan Konten Kreator Yang Dihargai
Meski hari-harinya padat, Rilus tetap menyempatkan diri untuk berkarya. Dia kini aktif membagikan kesehariannya lewat akun TikTok @kurirdisabilitas. Konten yang awalnya dibuat iseng-iseng, kini telah banyak menginspirasi dan masuk ke beranda banyak pengguna.
“Awalnya cuman buat ngisi waktu luang aja. Tapi kok makin banyak yang nonton. Ya sudah, saya terusin,” katanya.
Lewat video-videonya, Rilus memperlihatkan kegiatannya sehari-hari. Bagaimana ia bekerja, berjuang, dan berinteraksi dengan pelanggan. Tak ada gimmick, tak ada drama. Yang ada hanyalah ketulusan dan semangat.
Selain bekerja sebagai kurir dan membuat konten, Rilus juga masih aktif sebagai atlet sepak bola amputasi. Ia tidak pernah benar-benar meninggalkan lapangan. Setiap Sabtu malam, usai bekerja, ia tetap menyempatkan diri latihan secara mandiri, mencari lapangan kosong di Surabaya atau Sidoarjo.
“Saya latihan malam, karena besoknya Minggu libur. Kadang di Surabaya, kadang di Sidoarjo. Yang penting ada lapangan kosong,” ujarnya.
Sebagai seorang atlet, telah banyak prestasi gemilang yang telah dia torehkam. Seperti pada Juli 2023, ia ikut bertanding bersama Timnas Indonesia dalam ajang Art Life Challenge Cup Amputee Football di Selangor, Malaysia, dan keluar sebagai juara 1. Di tahun yang sama dia juga dinobatkan sebagai pemain terbaik di Piala Bupati Jember.
Hebatnya, JNE justru memberikan dukungan penuh terhadapnya untuk berkarya dan berprestasi. Ketika harus bertanding, Rilus mendapat kompensasi dan izin dari kantor. Wujud bahwa tempat kerjanya tidak hanya membiarkan dia berkembang, tapi didorong agar terus melangkah.
Salah satu hal yang paling disyukuri Rilus adalah lingkungan kerja di JNE yang inklusif. Tidak ada pembedaan perlakuan, baik dari sisi target kerja, status kepegawaian, maupun peluang berkembang. Bahkan kini ia sudah diangkat sebagai pegawai tetap JNE dan resmi menjadi warga Surabaya.
“Semua setara. Gak ada yang dibeda-bedakan,” ucapnya tegas.
Rilus bukan satu-satunya Kesatria JNE yang dikaryakan oleh perusahaan Ekspedisi ini. Masih ada rilus-rilus lain yang sangat dihargai tenaga dan pemikirannya di JNE. Seperti Ramon Sopiar di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Sumut), dan lainya, yang tak kenal lelah untuk berkarya di tengah keterbatasan, dan sangat dihargai oleh JNE.
Setara dan Berharga di JNE
Nilai-nilai kesetaraan ini tak datang tiba-tiba. Menurut Widiana, Marcomm and Partnership JNE Jateng-DIY, prinsip ini merupakan warisan nilai dari pendiri JNE, almarhum H. Soeprapto Suparno, yakni berbagi, memberi, dan menyantuni.
“Di JNE, semua orang punya kesempatan yang sama. Mas Rilus bukan satu-satunya. Di berbagai wilayah, kami punya kurir dan staf dari kalangan disabilitas. Di Silangit, Sumatera, di Jakarta ada tunanetra yang kerja di customer care,” ujar Widiana.
JNE juga menyadari pentingnya ruang berekspresi di luar pekerjaan. Itulah mengapa perusahaan ini memberikan dukungan kepada karyawan untuk tetap berkarya, termasuk dalam bidang olahraga, kesenian, atau sosial.
“Karyawan itu bukan hanya pekerja. Mereka punya kehidupan sosial. Kami tidak ingin membatasi ruang mereka untuk berkembang,” tambahnya.
Apresiasi terhadap karyawan juga diwujudkan melalui berbagai program, seperti perjalanan religi bagi yang sudah mengabdi 10 tahun. Ibadah Umroh untuk yang beragama islam atau ke Holy Land untuk Kristiani, tergantung agama yang dianut. Selain itu, juga ada beasiswa untuk anak-anak karyawan yang berprestasi.
“Kami ingin semua karyawan merasa dihargai. Semua setara, semua berharga,” tegasnya.
Dari semua cara JNE memperlakukan para pekerjanya, mulai dari memberikan ruang inklusif, memastikan perlindungan, hingga membangun rasa kebersamaan, rasanya tak perlu banyak kata untuk menjelaskan bagaimana perusahaan ini berusaha memberikan yang terbaik bagi pelanggannya.
JNE membuktikan bahwa pelayanan terbaik bukan hanya soal kecepatan atau akurasi pengantaran. Lebih dari itu, ada nilai-nilai penghargaan terhadap kepercayaan pelanggan, sebagaimana mereka menghargai setiap karyawan yang menjadi ujung tombak perusahaan. Paket yang dikirim pelanggan bukan sekadar barang, melainkan titipan harapan, yang diperlakukan dengan penuh tanggung jawab dan empati.
Dalam semangat itu, komitmen JNE untuk melayani dengan sepenuh hati bukan hanya slogan, tetapi tampak nyata dalam keseharian para kurir, petugas sortir, hingga staf administrasi. Dengan cara JNE memperlakukan karyawannya, publik bisa menilai bahwa perusahaan ini tak hanya mengantar barang, tetapi juga mengantar kepercayaan, ketulusan, dan nilai kemanusiaan.
Di JNE semua setara, semua berharga. Bersama JNE, bahagia itu bukan sekadar tujuan, tapi perjalanan yang dibagikan setiap hari. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |