TIMES MALANG, JAKARTA – Dalam pendidikan, pendaftaran siswa baru sebagai gerbang awal sekolah menjadi penting diperhatikan. Pendaftaran siswa baru yang seringkali dianggap sederhana justru menyediakan beragam dinamika proses pendidikan.
Dalam konteks yang lebih luas, menyoal siswa baru di sekolah negeri berkaitan erat dengan pemerataan. Tak jarang realitas menujukan, seorang siswa memilih jalan untuk tidak bersekolah di sekolah negeri bukan karena tidak mau, tapi lebih kepada persoalan sistemik yang tidak memihak.
Peran Penerimaan Siswa Baru
Penerimaan siswa baru merupakan kegiatan manajemen siswa yang diadakan oleh sekolah. Upaya manajemen ini berpengaruh pada keberhasilan penyelenggaraan pendidikan.
Manajemen siswa berkontribusi tinggi dan memberikan daya dukung kuat terhadap lembaga pendidikan dalam mencapai tujuan sekolah. Terlebih dalam pendidikan, karena merupakan subjek sekaligus objek pendidikan, siswa adalah komponen utama proses transfromasi keterampilan dan ilmu pengetahuan. (Asri Ulfah Wulan Sari, dkk: 2017).
Tujuan manajemen siswa ini juga bisa dipahami sebagai upaya mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar kegiatan-kegiatan tersebut menunjang proses pembelajaran di lembaga pendidikan.
Lebih lanjut, hal ini dilakukan agar mampu mengarahkan proses pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan. (Sururi & Nasihin: 2014).
Rutinitas Setiap Tahun
Setiap tahun, musim penerimaan siswa baru selalu menjadi momentum yang ditunggu. Antusiasme orang tua dalam mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah, baik yang baru masuk atau naik jenjang menjadi fenomena yang tak luput dari ragam masalah.
Khususnya di sekolah negeri yang banyak menjadi incaran. Daya tampungnya yang terbatas kuota, jarak sekolah dari tempat tinggal, e-server yang sulit diakses sampai minimnya sosialisasi informasi tentang pendaftaran menjadi beberapa gambaran masalah umum yang terjadi.
Berbagai kebijakan program banyak digulirkan, muaranya sama, yakni agar menyediakan akses pendidikan yang adil, merata dan berkelanjutan. Kini melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dihadirkan demi mengakomodasi berbagai kepentingan pendaftaran siswa baru di sekolah.
Model kebijakan yang sebelumnya jamak kita kenal dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) coba direvitalisasi dengan sebaik mungkin. Penerapannya yang baru dilakukan pada tahun 2025 ini tentu menuai harapan publik, meskipun praktiknya juga belum benar-benar maksimal.
Memperbaiki Kategori Golongan
Dalam SPMB, empat kategorisasi golongan pendaftaran tetap dipertahankan, bahkan di perluas relevansinya. Model zonasi, yang sebelumnya banyak menuai riuh masalah, kini diubah menjadi model domisili yang ditentukan dengan wilayah administratif tempat tinggal rill calon siswa.
Dengan acuan ini, calon siswa tentu akan dimudahkan karena ukuran domisili yang lebih transparan dibandingkan zonasi yang sebelumnya yang hanya berpatok pada jarak, bukan pada sebaran wilayah.
Hal ini tentu akan menghasilkan kesempatan yang lebih merata bagi siswa yang bertempat tinggal dengan sekolah tujuannya. Berkordinasi dengan pemerintah daerah, domilisi menjadi satu dari bagian perbaikan mekanisme penerimaan peserta didik baru 2025.
Untuk prosentasi kuota dari masing-masing kategori pendaftaran siswa baru pun diperbarui. Hal ini memperlihatkan upaya serius Kemendikdasmen dalam memenuhi hak mendapatkan pendidikan bagi generasi muda bangsa.
Dengan penyesuiaannya yang signifikan, dimana jalur domisili di tingkat SD diubah menjadi paling sedikit 70 %, SMP paling sedikit 40% dan SMA di angka 30%. Adapun model penentuan presentase kuota jalur domisili ini, dinas pendidikan sesuai kewenangan akan berkordinasi dengan dukcapil setempat.
SPMB juga menyediakan perluasan golongan jalur prestasi bagi siswa yang aktif berorganisasi di OSIS dan Pramuka. Tafsir prestasi yang sebelumnya cenderung terbatas pada ukuran nilai akademik yang administratif kini diubah menjadi lebih fleksibel. Setiap siswa memang dibebani untuk mendapatkan nilai yang baik, namun itu bukanlah satu-satunya ukuran siswa bisa dikatakan berprestasi atau tidak.
Kini, melalui kegiatan luar kelas yang banyak memberikan interaksi sosial, pengalaman kepemimpinan, dan aktivitas lain yang dimilikinya, siswa mampu lebih diapresiasi.
Karena dalam SPMB, jalur prestasi dibuka bagi siswa yang memiliki rekam jejak capaian non-akademik pada bidang seni, budaya, bahasa dan olahraga. Yang sedikit menjadi pekerjaan tambahan memang, setiap prestasi non-akademik ini perlu divalidasi keabsahannya oleh pemerintah daerah yang melaksanakan SPMB ini.
Kemudian untuk jalur afirmasi, SPMB juga menyediakan bukan hanya bagi keluarga yang kurang mampu secara ekonomi. Kini jalur afirmasi juga disediakan bagi penyandang disabilitas agar mampu mengakses pendidikan secara optimal. Hal ini tentu akan mewujudkan pendidikan yang jauh lebih inklusif bagi semuanya.
Seperti memang seharusnya, hak atas pendidikan haruslah menyentuh seluruh tumpah darah bangsa Indonesia, khususnya generasi muda bangsa agar mampu menggapai masa depan yang jauh lebih cerah.
Mendorong Iklim Kolaboratif
Semangat yang dibawa oleh Kemendikdasmen dalam implementasi SPMB juga menghadirkan iklim yang kolaboratif. Dengan menggandeng Polisi Republik Indonesia (Polri), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai Ombudsman RI, pelaksanaan SPMB melibatkan kerja sama lintas sektor demi hasilnya yang optimal.
Setiap instansi di dalamnya tentu memiliki peran dan tugasnya masing-masing yang saling mendukung upaya maksimal SPMB dalam menyediakan kesempatan pendidikan bermutu bagi semuanya.(Aspendidikan.kepriprov.go.id: 2024).
Dalam konsepsi kebijakan bidang pendidikan, adanya kerja sama antar stakeholder antar satu organisasi dengan lainnya tentu akan memberikan dampak yang berbeda. Utamanya dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu.
Apabila masing-masing stakeholder bergerak dengan fungsinya, maka akan memudahkan pencapaiannya. Selain itu, hal ini akan menciptakan relasi yang kuat dan mencegah adanya ketimpangan (Niken Damayati, 2019).
Dengan inisiasi kolaborasi yang dilakukan oleh Kemendikdasmen ini, implementasi kebijakan yang ada akan mampu menjadikannya lebih cepat dan saling terkoneksi dengan baik. Lewat kolaborasi ini juga, paradigma dalam implementasinya pun menemui berbagai macam strateginya.
Daya dukung SPMB yang berbasis pada aktivitas digital juga akan mempersulit oknum tertentu untuk melakukan kegiatan yang merugikan calon siswa baru. Karena setiap pendaftar terdata secara langsung di sistem komputerisasi, antisipasi pelaksanaan agar cepat dan tepat sasaran mampu dilakukan oleh Kemendikdasmen.
Dengan demikian, optimisme masa depan bangsa pun bisa kita hidupi secara terus dan menggelorakan segenap kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Terakhir, marilah kita berharap, semoga jalan panjang mewujudkan impian pendidikan yang bermutu bagi semua, harapan akan akses pendidikan bagi semuanya bisa kita gapai. Tentunya dengan kawalan evaluasinya yang juga perlu terus hati hati dilakukan.
***
*) Oleh : Muhamad Ikhwan Abdul Asyir, Manajer Program Al Wasath Institute.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
_________
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |