TIMES MALANG, BATU – Pertanyaan belum optimalnya Kota Batu menjadi Kota Berbudaya, karena hingga kini Perda Pemajuan Kebudayaan belum juga terealisasi menjadi diskusi menarik antar pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batu dalam Debat kedua, yang dilaksanakan KPU Kota Batu, Jumat (8/11/2024) malam.
Perda ini bahkan menjadi bahan menjebak pasangan calon lain untuk mengukur pemahaman mereka terhadap Perda yang digadang-gadang bisa memajukan kebudayaan di Kota Batu ini.
Pasangan nomor urut 1 Nurochman – Heli Suyanto (NH) mendapat giliran pertama untuk menanggapi hal ini.
“Perda pemajuan kebudayaan pernah diinisiasi DPRD Kota Batu, tetapi Pemkot Batu belum welcome. NH akan mengambil langkah konkrit Perda. Karena ini instrument penting pembudayaan di kota Batu," katanya.
"Salah satunya pembangunan satu desa satu Sanggar untuk menjadi pakem perkembangan budaya yang dikelola oleh lembaga adat. Kita juga mengusulkan masuk kurikulum pendidikan," katanya.
"Selain itu, festival budaya harus dijadikan kalender rutin harus diwujudkan, wisatawan menunggu kontinyuitas festival budaya teramasuk didalam pengelolaan situs, perlu pemerintah memberikan insentif untuk komunitas adat,” ujar Nurochman, Cawali Nomor Urut 1.
Sementara itu, pasangan nomor urut 2 Gumelar Firhando – H Rudi (GURU), diwakili oleh H Rudi.
“Perda kebudayaan ini sudah dibuat tapi belum ada perwalinya, juga perda perlindungan pembinaan pengembangan menjaga Bahasa membangun komunitas itu sangat penting. Kita akan mengambil langkah tepat untuk mengakomodir beri ruang khusus pelaku budaya dan kesenian,” ujar Rudi.
Lontaran H Rudi ini, langsung dibantah oleh Heli, Cawawali nomor urut 1. Ia mengatakan bahwa perda ini memang sudah pernah diusulkan tapi belum pernah ditetapkan.
“Karena itu saya tanya perda nomor berapa,” ujar Heli.
Sementara itu Dewa, Cawawali nomor urut 3, justru menanyakan kenapa harus menunggu Perda untuk memajukan budaya.
“Kita pasangan KRIDA sudah melaksanakan pemajuan budaya lewat Teras Krida, kita buat ruang untuk budaya dan seni,” ujar Dewa.
Menanggapi hal itu, Nurohman menegaskan bahwa perda ini penting, karena jalannya pemerintahan harus merujuk pada perda.
“Saat ini, bisa dikatakan komunitas budaya sudah sangat mandiri, karena itu pemerintah harus hadir ditengahnya dengan memberikan kepastian,” tegas Dewa. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Diskusi Paslon Soal Perda Pemajuan Kebudayaan
Pewarta | : Muhammad Dhani Rahman |
Editor | : Yatimul Ainun |