TIMES MALANG, MALANG – Gereja peninggalan kolonial di Kabupaten Malang banyak berdiri dan terjaga keasliannya. Tempat ibadah tersebut masih mempertahankan arsitektur Belanda.
Pada Natal 2022 kali ini, gereja peninggalan Belanda ini juga menyelenggarakan ibadah misa. Seperti gereja lain, gereja peninggalan Belanda tersebut dihias dengan ornamen khas Natal. Kemeriahan Natal tampak dari dekorasi dengan perpaduan warna hijau, merah, dan putih.
Empat Gereja Peninggalan Kolonial di Kabupaten Malang
Setidaknya ada empat gereja peninggalan Kolonial Belanda di Kabupaten Malang yang masih kokoh berdiri. Gereja tersebut selalu menjadi jujugan jemaat untuk melakukan ibadah.
GKJW Jemaat Sitiarjo, Kabupaten Malang
Bukti Prasasti GKJW Sitiarjo yang merupakan salah satu gereja peninggalan kolonial. (Foto: Kekunaan)
Gereja peninggalan kolonial itu terletak di Jalan Barat Greja No. 9 Dusun Palung RT 23 RW 05 Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Dilansir dari situs Kekunaan, keberadaan gereja ini tidak terlepas dari perjalanan sejarah Desa Sitiarjo. Menurut sejarahnya, desa ini dulu dibuka beberapa anggota komunitas kristiani yang berasal dari Suwaru dan Wonorejo.
Komunitas tersebut membuka lahan pada tahun 1893 setelah sebelumnya sebanyak dua kali dilakukan survey lokasi terlebih dahulu. Kemudian baru diterbitkan surat ijin resminya dari Pemerintah Hindia Belanda di Batavia pada 25 Juni 1895, meski surat ijin itu baru sampai di Sitiarjo pada 11 Februari 1897.
Penerbitan surat ijin berlogo singa atas nama Pemerintah Hindia Belanda itu sekaligus menandai terbentuknya pasamuwan (jemaat) di Sitiarjo.
Jemaat Sitiarjo ini terbentuk oleh sejumlah komunitas kristiani yang membuka lahan hutan tersebut. Di daerah Malang, perkembangan jemaat GKJW diawali di Suwaru (1857), Peniwen (1880), Wonorejo (1887), dan kemudian Sitiarjo.
Pada tahun 1901 itu mulai dibangun sebuah gereja yang difungsikan sebagai sekolah di lahan Pasamuwan Sitiarjo. Aktivitas sekolah itu diemban oleh dua orang guru pada waktu itu, yaitu Ernes dan Sasminah, sedang Guru Injilnya dipegang oleh Akimas. Sekarang, sekolah itu menjadi area SMP YBPK Sitiarjo.
Kondisi bangunan GKJW Jemaat Sitiarjo ini bertahan hingga sekarang. Selain arsitektur gereja peninggalan kolonial, terdapat peninggalan lain berupa prasasti peringatan seabad 1895-1995 yang ditandatangani pendeta Suyatno.
GKJW Peniwen, Kabupaten Malang
Kondisi GKJW Peniwen yang terletak di Desa Peniwen, Kromengan. (Foto: Kecamatan Kromengan)
Gereja peninggalan kolonial ini terletak di Jalan Raya Peniwen No. 15 Desa Peniwen, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, berdekatan dengan Monumen Peniwen Affair.
Pada tahun 1857, beberapa keluarga Kristen dari desa tersebut mencoba babat alas (membuka hutan) di lereng selatan Gunung Kawi pada 17 Agustus 1880, yang kelak menjadi Desa Peniwen.
Pada saat babat alas itulah, mereka juga mendirikan sebuah gereja untuk digunakan sebagai tempat peribadatannya. Awalnya bangunannya masih cukup sederhana. Dan lokasi gereja peninggalan kolonial ini juga belum berada di tempat sekarang melainkan berada di dekat Monumen Peniwen Affair.
Setelah itu, terbentuklah sebuah perkampungan yang dinamakan Kampung Krajan. Perkampungan tersebut menjadi bagian dari pedukuhan yang ada di Desa Kromengan.
Dilihat dari bentuknya, bangunan gereja ini memiliki langgam Neo-Gothic. Dengan konstuksi pintu dan jendela yang tinggi nampak sebagai ciri arsitektur kolonial Belanda yang telah disesuaikan dengan iklim tropis lembab di daerah Malang.
Kini, GKJW Peniwen merupakan sebuah gereja peninggalan kolonial yang memiliki cakupan wilayah pelayanan yang sangat luas. Berada di antara tiga kecamatan yang berada pada dua kabupaten yang berbeda, yaitu Kecamatan Selorejo dan Kecamatan Doko di Kabupaten Blitar, dan Kecamatan Kromengan di Kabupaten Malang.
GKJW Suwaru, Kabupaten Malang.
Gereja peninggalan kolonial lainnya yaitu GKJW Suwaru terletak di Desa Suwaru, Pagelaran, Kabupaten Malang. Dikutip dari berbagai sumber, terbentuknya Gereja ini bermula ada misionaris Belanda yanh berkunjung di desa tersebut saat tahun baru.
Setelah agama Kristen menyebar di Desa Suwaru, warga masih melaksanakan ibadah dari rumah ke rumah. Lalu akhirnya Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Suwaru berdiri pada tahun 1800 an.
Ornamen atau bangunan gereja kental dengan arsiterktur peninggalan kolonial. Tampak jendela-jendela berukuran besar menghiasi tembok gereja. Daun pintu gereja peninggalan kolonial ini juga masih sangat klasik. Dengan model dua pintu dan berlapis horizontal.
Belum lagi bangunan yang tinggi, dengan lantai jadul mengilap, khas gedung jadul. Di luar gereja, tampak menara dengan salib besar di atasnya. Sehingga, keaslian dari bangunan Kolonial gereja ini terjaga dengan baik.
Keberadaan GKJW Suwaru Kabupaten Malang ini merupakan pemicu berdirinya Gereja peninggalan kolonial Belanda yang berada di wilayah Malang Selatan.
4. Gereja Katolik Jago, Lawang, Kabupaten Malang.
Gereja Katolik Jago, terletak di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Dikutip dari berbagai sumber, Gereja peninggalan kolonial tersebut berdiri sejak 20 Januari 1918 silam.
Keberadaan Gereja Jago Lawang merupakan salah satu gereja Katolik tertua di Indonesia. Awalnya, gereja ini dibangun untuk memfasilitasi aktivitas beribadah orang Belanda.
Setelah kurang lebih 76 tahun berdiri, bangunan gereja peninggalan kolonial ini di renovasi karena berkembangnya jumlah jemaat dan kebutuhan gereja. Lalu pada tahun 1998 bangunan gereja diberkati oleh Uskup Malang, MGR. H.J.S. Pandoyoputro O.Carm.
Pada tahun yang sama, Gereja Jago mengubah namanya menjadi Gereja Santa Perawan Maria Tak Bernoda. Saat ini, jemaat Gereja Jago tidak hanya masyarakat etnis Belanda. Tapi juga berasal dari berbagai etnis antara lain Jawa, Tionghoa, Bali, dan Sunda.
Seiring dengan perbedaan etnis jemaatnya, gedung Gereja Santa Perawan Maria Tak Bernoda juga menggabungkan beberapa unsur budaya yang berbeda seperti Kolonial, Jawa, dan Bali di dalam interiornya.
Keberadaan Gereja Katolik Jago Lawang ini juga membuktikan Gereja Peninggalan Kolonial di Kabupaten Malang yang masih kokoh berdiri dan digunakan pada ibadah Natal kali ini. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Deretan Gereja Peninggalan Kolonial di Kabupaten Malang
Pewarta | : Binar Gumilang |
Editor | : Deasy Mayasari |