https://malang.times.co.id/
Berita

Dua Jarum Penyambung Hidup dan Jaminan Kesehatan Nasional

Kamis, 31 Juli 2025 - 17:26
Dua Jarum Penyambung Hidup dan Jaminan Kesehatan Nasional Dendy K Prayogo saat menjalani cuci darah rutin yang menggunakan pembiayaan dari JKN BPJS Kesehatan. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Pagi itu, Dendy Kuspriya Prayogo kembali terbaring di ranjang ruang Hemodialisa. Dua jarum fistula menancap di lengan kirinya, mengalirkan darah ke mesin cuci darah. Alat yang sejak tiga tahun terakhir ini menggantikan fungsi ginjalnya yang lumpuh.

“Selasa dan Jumat, itu jadwal saya cuci darah," ujarnya sembari tersenyum, meski sorot matanya menyimpan cerita yang tidak ringan.

Dendy, pria kelahiran Malang 18 November 1983, tidak pernah membayangkan hidupnya akan sangat bergantung pada mesin dan selang infus di usia yang belum genap 40 tahun. Ia masih muda, masih aktif bekerja sebagai awak media, dan masih punya dua anak yang menanti pelukannya di rumah. Tapi hidup berubah, sejak tubuhnya memberi tanda yang terus ia abaikan.

Tahun 2020, rasa nyeri di bawah tulang rusuk kirinya datang sesekali. Bukan sakit yang mengkhawatirkan, pikirnya. Tapi rasa itu tak pernah benar-benar  pergi. Merasa ada yang tidak beres, dia memutuskan memeriksakan diri ke seorang dokter onkologi. Hasil USG menunjukkan, ada sebuah kristal di ginjal kiri bapak 2 anak itu. Dokter pun menyarankan operasi, tapi Dendy menolak.

“Aku takut. Belum siap,” katanya.

Gejala lain muncul perlahan. Warna urin yang sesekali memerah. Pagi-pagi tubuhnya selalu menggigil kedinginan, sedang orang lain tak merasa dingin. Hingga pada tahun 2023, tubuhnya tak lagi memberi sinyal untuk buang air besar selama hampir sebulan. Padahal setiap hari asupan makan jalan terus.

Melihat kondisi tubuhnya yang semakin memburuk, rekannya mendorong untuk memeriksakan diri secara menyeluruh.

Seperti tes darah, paru-paru, dan lainya. Akhirnya ditemukan bahwa ada kista di ginjal kirinya.  Hemoglobin-nya juga  hanya 4. Padahal angka normalnya 13. Kadar kreatininnya menyentuh angka 25, jauh di atas ambang sehat. Dokter mengatakan satu hal yang mengguncang: Dendy mengalami gagal ginjal.

cuci-darah-2.jpg

Masih lekat dalam ingatan Dendy saat dirinya duduk sendirian di bangsal rumah sakit. Setelah transfusi darah, dokter memanggil keluarganya, menyampaikan bahwa ia harus segera menjalani operasi catheter untuk cuci darah.

“Saya menangis sepanjang operasi. Sendiri. Badan dingin. Anak-anak masih kecil,” kenangnya.

Kala itu yang ada difikiran Dendy hanyalah kedua anaknya. Pria berambut membayangkan tak bisa lagi memberikan kasih sayang secara langsung kepada anaknya karena sakit ini. Tapi fikiran Dendy ini jelas salah. Memang, sakit yang dia derita cukup parah. Tapi ini bukan akhir dari segalanya. Masih ada harapan untuk bisa terus berjuang. Diiringi doa dari keluarga yang tak pernah putus. Didukung oleh JKN BPJS yang siap menemani dia sepanjang hayat.

Selama ini, Dendy adalah peserta aktif Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 2010, awalnya melalui kantornya. Bahkan setelah resign di 2015, ia tetap membayar iuran secara mandiri, kelas 1. Tapi di awal pemeriksaan, ia masih membawa beban stigma: pelayanan BPJS akan kalah dibanding pasien umum.

“Makanya awalnya saya pakai jalur umum. Tapi akhirnya dokter sendiri yang menyarankan pakai BPJS,” ujarnya.

Sejak saat itu, Dendy merasakan sendiri betapa penting dan besarnya manfaat BPJS. Ia tak perlu merogoh kocek hingga jutaan rupiah tiap minggu hanya untuk bertahan hidup.

“Kalau tidak pakai BPJS, seminggu saya bisa keluar Rp 2 juta untuk dua kali cuci darah. Belum vitamin,” katanya.

Kini, Dendy rutin cuci darah dua kali seminggu. Tanpa BPJS, mungkin ia sudah kehilangan segalanya. Seperti yang dialami oleh salah satu kolega yang dulunya kaya raya dan tinggal di salah satu perumahan elit Kota Malang. Namun kini hartanya habis untuk biaya cuci darah sebelum program JKN hadir.

“Dulu dia punya mobil banyak, rumah mewah. Sekarang semua dijual buat berobat. Berat hidup orang sakit kalau gak ada BPJS," tegasnya.

Saat ini, Dendy menjalani rutinitas cuci darah dengan lebih tenang. Ia tahu, hidupnya mungkin tidak akan kembali seperti dulu, tapi ia masih punya alasan kuat untuk tetap bertahan: dua anak yang masih kecil dan membutuhkan pelukan seorang ayah.

“Cuci darah itu bukan akhir. Yang penting teratur, disiplin, dan tetap semangat. Saya lihat banyak yang 10 tahun tetap bisa kerja, bisa ngurus keluarga," tuturnya.

Dia hanya berharap, program JKN terus dipertahankan dan dikembangkan. Karena baginya, kartu kecil itu bukan sekadar identitas peserta, dia adalah penyambung hidup.

Program JKN memamg telah menjadi tumpuan banyak orang. Hebatnya, setiap tahun, kinerja BPJS dalam menjamin akses layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia terus meningkat. Dari data yang dihimpun, hingga 31 Maret 2025, cakupan peserta JKN tercatat mencapai 279,5 juta jiwa atau sekitar 98,3% dari total penduduk Indonesia.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 222,7 juta jiwa atau 79,7% tercatat sebagai peserta aktif yang secara rutin membayar iuran JKN. Adapun peserta aktif terbagi menjadi dua kategori, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebanyak 96,7 juta orang yang ditanggung pemerintah, serta Non-PBI sebanyak 125,9 juta orang yang membayar iuran secara mandiri, termasuk pekerja upahan, wiraswasta, dan kelompok masyarakat lainnya.

Hingga kuartal pertama 2025, total realisasi klaim JKN mencapai Rp47 triliun, yang terdiri dari:

1. Rawat Jalan Tingkat Pertama: Rp5,1 triliun;

2. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan: Rp14,2 triliun;

3. Rawat Inap Tingkat Pertama: Rp0,6 triliun;

4. Rawat Inap Tingkat Lanjutan: Rp26,8 triliun.

Salah satu komponen terbesar pembiayaan klaim berasal dari penyakit gagal ginjal kronik. Sepanjang tahun 2024, biaya klaim untuk penanganan penyakit ini mencapai Rp11 triliun, meningkat drastis dibanding tahun 2019 yang hanya sekitar Rp6,5 triliun. Kenaikan signifikan mulai terlihat sejak 2023, dengan tambahan beban biaya sekitar Rp3 triliun.

Hal itu menunjukkan tingginya beban pembiayaan penyakit katastropik, yang berpotensi menekan keberlanjutan sistem kesehatan nasional jika tidak disertai upaya pencegahan yang serius.

Di tengah tantangan pembiayaan kesehatan nasional, BPJS Kesehatan justru menunjukkan kinerja keuangan yang stabil. Dalam Public Expose yang digelar pada Senin, 14 Juli 2025, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menyampaikan bahwa aset bersih Dana Jaminan Sosial (DJS) hingga akhir 2024 mencapai Rp49,52 triliun.

“Aset ini cukup untuk menutup kebutuhan klaim selama 3,4 bulan. Ini bukti bahwa Program JKN tak hanya bertahan, tapi tumbuh dengan sehat dan profesional,” ujarnya.

Lebih jauh, hasil investasi BPJS Kesehatan sepanjang 2024 mencapai Rp5,39 triliun, melampaui target yang telah ditetapkan. Tak hanya itu, BPJS Kesehatan juga sukses mempertahankan opini Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) dari auditor independen selama sebelas tahun berturut-turut sejak berdiri, membuktikan pengelolaan dana publik yang akuntabel dan transparan. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.